Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai tren penutupan kantor cabang bank umum yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir merupakan bagian dari strategi bisnis perbankan di tengah percepatan digitalisasi layanan keuangan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan jumlah kantor cabang bank umum yang secara tren mengalami penurunan pada dasarnya merupakan langkah yang dilakukan berdasarkan keputusan bisnis masing-masing bank.
"Tren penurunan jumlah cabang akan terus berlanjut seiring dengan meningkatnya adopsi teknologi informasi di bidang keuangan yang semakin masif berdampak pada perubahan perilaku, ekspektasi, dan kebutuhan masyarakat terhadap layanan keuangan dari bank,” kata Dian dikutip dari jawaban tertulisnya, Kamis (21/8/2025).
Ia menegaskan langkah ini tidak lepas dari perubahan perilaku dan kebutuhan masyarakat yang kini lebih banyak mengakses layanan melalui kanal digital.
Menurut Dian, masifnya adopsi teknologi informasi membuat nasabah semakin terbiasa menggunakan layanan perbankan secara online. Hal ini berdampak pada menurunnya kebutuhan terhadap kantor cabang konvensional, khususnya yang memiliki volume transaksi rendah.
"Adopsi teknologi digital dalam layanan perbankan memungkinkan nasabah mengakses layanan kapan saja dan di mana saja, sehingga meminimalisir pemanfaatan layanan kantor bank dalam hal tidak produktif dan memiliki volume transaksi yang rendah,” ujarnya.
OJK Pastikan Transisi Perbankan Tak Sebabkan PHK
Meski di satu sisi digitalisasi menekan jumlah kantor cabang, OJK memastikan proses transisi ini tidak menimbulkan gejolak ketenagakerjaan yang besar.
Setiap bank diwajibkan mengantisipasi dampak pengurangan pegawai dengan langkah-langkah seperti pelatihan ulang (retraining) serta realokasi tenaga kerja ke unit bisnis lain.
“Terkait dampak tenaga kerja, proses penutupan cabang yang berdampak pada pengurangan pegawai telah diantisipasi melalui program pelatihan ulang (retraining) dan realokasi ke unit bisnis lain dalam lingkup bank,” ujarnya.
Dengan demikian, OJK menekankan bahwa proses digitalisasi harus tetap berjalan seiring dengan perlindungan hak-hak pekerja di sektor perbankan.
Kinerja Perbankan
Adapun kinerja intermediasi perbankan stabil dengan profil risiko yang terjaga, yaitu kredit tumbuh 7,77 persen yoy di Juni 2025 menjadi Rp8.059,79 triliun.
Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Investasi tumbuh tertinggi sebesar 12,53 persen, diikuti oleh Kredit Konsumsi 8,49 persen, sedangkan Kredit Modal Kerja tumbuh 4,45 persen yoy.
Ditinjau dari kepemilikan, kredit dari bank umum swasta nasional domestik tumbuh paling tinggi yaitu sebesar 10,78 persen yoy. Dari kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 10,78 persen, sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 2,18 persen, di tengah upaya perbankan yang berfokus pada pemulihan kualitas kredit UMKM.
OJK Bidik Tabungan Pelajar Naik 5% pada 2025
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan peningkatan simpanan pelajar (SimPel) sebesar 5 persen pada 2025. Upaya ini menjadi bagian dari dorongan literasi dan inklusi keuangan sejak usia dini.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyampaikan target tersebut dalam acara LIKE IT! di Bumi Perkemahan dan Graha Wisata (Buperta) Pramuka Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (14/8/2025).
"Jadi, target untuk pelajar dan mahasiswa. Baik itu sekolah negeri maupun sekolah agama. Yang mungkin kita bisa naikkan mungkin sekitar 5 persen. Moga-moga bisa naik untuk pencapaian kita semua," kata Friderica.
Friderica menjelaskan, sasaran peningkatan ini mencakup pelajar dari berbagai latar belakang, baik di sekolah negeri maupun sekolah agama. Dia menuturkan, tabungan pelajar menjadi pondasi penting untuk membangun kebiasaan mengelola keuangan sejak dini.
"Kalau untuk pelajar kita memang terus melakukan. Karena pelajar itu ada yang lulus jadi mahasiswa itu targetnya beda lagi," ujarnya.