Obral Diskon PPN Tiket Pesawat Jelang Libur Sekolah, Seberapa Besar Dampaknya ke Ekonomi?

1 day ago 10

Liputan6.com, Jakarta Masyarakat yang ingin berpelesiran pada liburan anak sekolah pada Juni-Juli 2025 mendapatkan angin segar. Pasalnya, pemerintah kembali mengobral potongan atau diskon biaya transportasi selama libur anak sekolah

Salah satunya bagi masyarakat yang ingin bepergian menggunakan pesawat terbang.

Hal ini tertuang dalam hasil Rapat Terbatas yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto pada 2 Juni 2025 lalu. Rapat tersebut menghasilkan sejumlah keputusan untuk meluncurkan kebijakan Diskon Transportasi, Diskon Tarif Tol, Penebalan Bantuan Sosial, Bantuan Subsidi Upah, serta Perpanjangan Diskon Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).

Salah satu kebijakan utama dalam paket Diskon Transportasi adalah pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 6% untuk tiket pesawat kelas ekonomi.

Insentif ini berlaku untuk penerbangan domestik selama periode Juni hingga Juli 2025, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 36 Tahun 2025 yang terbit pada 4 Juni 2025. Alokasi anggaran untuk kebijakan ini mencapai Rp430 miliar.

Insentif ini diberikan untuk pembelian tiket pesawat mulai 5 Juni hingga 31 Juli 2025, dan berlaku untuk penerbangan dalam periode yang sama.

Insentif PPN DTP

Dengan insentif PPN DTP ini, masyarakat hanya perlu membayar 5% dari tarif PPN normal sebesar 11%, sehingga harga tiket menjadi lebih terjangkau.

Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan keterjangkauan biaya transportasi udara bagi masyarakat umum.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan hasil koordinasi lintas kementerian dan lembaga, sesuai arahan Presiden Prabowo.

"Tujuannya adalah untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan mobilitas masyarakat selama musim liburan pertengahan tahun," kata Menko Airlangga.

Diharapkan, lonjakan aktivitas masyarakat akan memberikan dampak positif bagi sektor transportasi dan pariwisata nasional.

Sebelumnya, diskon tiket pesawat juga pernah diberikan oleh pemerintah pada masa libur lebaran Idulfitri 2025 lalu. Targetnya, ada 6 juta penumpang yang menikmati penurunan harga tiket pesawat ini. Menteri keuangan Sri Mulyani bilang akan ada pajak pertambahan nilai (PPN) yang ditanggung pemerintah.

"Maka kita melakukan sekali lagi untuk tiket pesawat kelas ekonomi PPN ditanggung pemerintah 6 persen. Dengan demikian harga tiket pesawat kelas ekonomi diharapkan bisa sedikit menurun. Ini anggarannya sebesar 0,43 triliun rupiah (Rp 430 miliar)," tutur Menkeu.

331 Pesawat Disiapkan Selama Liburan Sekolah

Menindaklanjuti kebijakan tersebut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud), telah menugaskan Inspektur Penerbangan untuk melakukan pengawasan terkait implementasi diskon harga tiket pesawat di masa libur sekolah.

Direktur Angkutan Udara Kemenhub Agustinus Budi Hartono mengatakan, Inspektur Penerbangan akan melakukan pengawasan langsung ke bandar udara, maupun melihat langsung melalui reservasi online.

Inspektur Penerbangan juga melakukan peningkatan jadwal pengawasan terhadap sarana dan prasarana penerbangan. Termasuk armada yang dioperasikan di seluruh bandar udara di Indonesia.

"Terkait kesiapan kapasitas angkutan udara dalam rangka libur sekolah, kami telah meminta kepada operator penerbangan untuk mengoptimalkan terlebih dahulu penerbangan-penerbangan regulernya," kata Agustinus, Rabu.

"Apabila terdapat demand penumpang yang cukup signifikan, dapat ditindaklanjuti dengan mekanisme pengajuan Flight Approval berupa extra flight atau perubahan tipe pesawat lebih besar," dia menambahkan.

Terkait kesiapan armada berjadwal dalam negeri pada libur sekolah, telah tersedia 331 armada pesawat. "Saat ini belum ada penambahan armada, dan untuk memastikan kesiapan armada tersebut sekarang para inspektur secara berjadwal melaksanakan ramp check dan pengawasan fasilitas bandara dan navigasi penerbangan," bebernya.

Sosialisasi Diskon Harga Tiket Pesawat

Jelang libur sekolah yang dimulai pada pertengahan Juni 2025, Ditjen Hubud Kemenhub juga telah melakukan sosialisasi soal diskon harga tiket pesawat.

Agustinus menyampaikan, pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada maskapai nasional dan Online Travel Agent (OTA) terkait penurunan harga tiket pesawat.

"Penurunan harga tiket dilakukan dengan melakukan pengurangan komponen pajak dari semula 11 persen menjadi 5 persen. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36 Tahun 2025 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi Pada Periode Libur Sekolah Yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2025," tuturnya.

Disambut Baik Pengusaha Perjalanan Wisata

Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) tiket pesawat kelas ekonomi ini pun disambut bahagia pengusaha perjalanan wisata yang tergabung dalam Asosiasi Biro Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA).

Ketua Umum ASITA, Nunung Rusmiati mengungkapkan bahwa pihaknya mengapresiasi kebijakan pemerintah terkait penurunan tarif PPN penerbangan domestik dari 11 % menjadi 5 %.

Dampak diskon ini juga didukung maskapai dalam negeri salah satunya Garuda Indonesia dengan diskon 5 % dan AirAsia dengan diskon 6 % untuk kelas ekonomi dan domestik.

“Langkah ini kami nilai cukup tepat dan strategis untuk mendorong pergerakan wisatawan domestik, terutama di momen libur sekolah di mana mobilitas masyarakat meningkat,” ungkap Ketua Umum ASITA, Nunung Rusmiati dalam keterangannya di Jakarta.

Rusmiati juga menilai, kebijakan ini memberikan angin segar bagi pelaku usaha pariwisata, khususnya agen perjalanan, hotel, dan UMKM di daerah tujuan wisata.

“Setidaknya ini membantu Masyarakat yang ingin melakukan berpergian menggunakan moda trasnportasi udara,” katanya.

Lebih lanjut, Rusmiati menyampaikan bahwa ia berharap ke depannya harga tiket pesawat dapat diturunkan menjadi lebih terjangkau, tidak hanya saat momen-momen khusus.

Hal itu untuk mendukung peningkatan pada perjalanan dengan moda trasnportasi udara dan memberikan pengaruh yang lebih optimal bagi pariwisata lokal. 

Turunkan Tiket Pesawat

ASITA memperkirakan, diskon PPN pada harga tiket pesawat dapat menurunkan harga tiket pesawat cukup signifikan.

“(Kebijakan) ini juga dapat meningkatkan perjalanan domestik, dan tentunya mendorong pemulihan ekonomi pariwisata di Q2 2025,” terang Rusmiati.

Dampak lainnya, adalah pada ekonomi domestik seperti sektor akomodasi, kuliner, transportasi darat, serta UMKM mendapat manfaat langsung jika banyak wisatawan yang berkunjung.

Selain itu, juga diyakini dapat meningkatkan mobilitas wisatawan nusantara menjadi lebih inklusif karena keluarga dengan budget terbatas pun terbantu. 

ASITA pun membagikan tips untuk para pelancong yang akan menikmati diskon PPN tiket pesawat.

“Rencanakan perjalanan lebih awal, karena harga bisa tetap fluktuatif saat permintaan meningkat. Gunakan jasa agen perjalanan resmi untuk membantu membuatkan paket terbaik dan akomodasi yang sesuai anggaran,” jelasnya.

Selain itu, penting juga bagi pelancong untuk membaca syarat dan ketentuan diskon PPN agar tidak terjadi kesalahpahaman saat pemesanan.

Hal senada juga diungkapkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Lembaga konsumen ini menyambut positif kebijakan pemerintah yang merilis aturan diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk tiket pesawat menjelang libur sekolah. 

Ketua Pengurus Harian YLKI, Niti Emiliana, menyebut kebijakan ini memberi angin segar bagi konsumen sekaligus membuka peluang perputaran ekonomi di sektor pariwisata.

“Tentu ini kebijakan yang baik dari sisi konsumen. Konsumen dapat membeli tiket dengan harga yang lebih terjangkau. Diskon PPN tiket pesawat ini membuka peluang konsumen untuk lebih leluasa bertransaksi dan meningkatkan perputaran ekonomi,” ujar Niti kepada Liputan6.com, Rabu (11/6/2025).

YLKI juga mengingatkan pentingnya aspek transparansi dalam implementasi kebijakan ini. Konsumen harus mendapat informasi yang jelas terkait harga diskon serta ketersediaan tiket sesuai kebutuhan.

“Hal yg perlu diperhatikan konsumen adalah perlu adanya transparansi harga diskon tersebut kepada konsumen dengan syarat dan ketentuan yang jelas. Serta perlu ada informasi ketersediaan tiket yang memadai sesuai dengan demand konsumen,” pungkasnya.

Masyarakat Beli Tiket Pesawat Sejak Jauh Hari

Tak cuma disambut baik ASITA. Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) juga semeringah dengan 

Sekretaris Jenderal Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA), Bayu Sutanto mengatakan PPN Ditanggung Pemerintah 6 persen jadi langkah yang bisa diterima masyarakat.

"Kalau dari sisi populis nya mungkin tepat dengan diskon PPN DTP 6 persen tersebut," kata Bayu saat dihubungi Liputan6.com.

Kendati demikian, menurutnya dampak ekonomi dari periode diskon ini tak akan terlalu signifikan. Mengingat diskon tiket pesawat dengan PPN DTP hanya berlangsung 5 Juni hingga 31 Juli 2025.

"Kalau dari sisi benefit untuk pax dan peningkatan ekonomi mungkin gak pas dengan kebijakan yang berlaku," ungkapnya.

Bayu bilang, dampak positif terhadap maskapai penerbangan masih akan dilihat usai penerapan diskon tersebut. "Anyway, kita liat nanti dampak positifnya cukup besar atau tidak," kata Bayu.

Meski demikian, INACA mencatat masyarakat cenderung membeli tiket pesawat jauh hari sebelum masa libur sekolah Juni-Juli 2025. Hal tersebut dikatakan membuat harga perjalanan menjadi lebih murah.

Sekretaris Jenderal INACA, Bayu Sutanto menyebut cara itu dinilai lebih murah jika dibandingkan dengan memanfaatkan diskon atas kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 6 persen. Pembelian tiket jauh hari juga menjadi pola rutin menjelang masa libur.

"Perjalanan liburan sekolah itu didominasi keluarga, orang tua dan anak atau cucu, min 3 pax lah, umumnya mereka sudah merencanakan jauh hari, 2-3 bulan sebelum liburan dan membeli tiket, hotel, transport lokal, tiket destinasi dan lain-lain," ungkap Bayu saat dihubungi Liputan6.com.

"Kenapa lebih awal? Karena harganya masih murah dibandingkan saat mendekati liburan tersebut," sambung dia.

Sebagai contoh, Bayu memberikan hitungan sederhana. Tiket pesawat untuk penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta ke Bandara Internasional Yogyakarta misalnya yang masih dibanderol sekitar Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta di Maret-April 2025. Harga ini bisa melonjak ke Rp 1 juta sampai Rp 1,2 juta pada Juni-Juli 2025. Harga itu berlaku untuk penerbangan di masa libur sekolah.

Periode penjualan yang disebut kedua ini, sejalan dengan pemberian diskon PPN DTP oleh pemerintah. Namun, besaran potongan 6 persen dinilai masih lebih mahal jika dibandingkan dengan pembelian tiket pesawat sebelum periode libur.

"Dengan diskon 6 persen pun masih lebih murah beli tiketnya di Maret-April," ucap Bayu.

Okupansi Meningkat

Bayu juga mencatat, ada peluang kenaikan okupansi selama periode libur anak sekolah Juni-Juli 2025 ini. Namun, hal ini lebih dipengaruhi oleh pola musiman dan tidak terlalu dipengaruhi diskon tiket pesawat atas PPN DTP.

"Ya tentu setiap musim liburan ada kenaikan jumlah pax, tapi ini fenomena rutin," ungkapnya.

Menurutnya, sebagian besar keterisian pesawat di periode libur sekolah sudah diperoleh dari pembelian tiket sebelum masa tersebut. Mengingat penghematan yang bisa didapat masyarakat sesuai hitungan sebelumnya.

"Sebagian besar pax tentu sudah membeli jauh hari untuk dapat harga yang ekonomis sesuai hukum demand and supply," jelasnya.

Minim Dampak ke Ekonomi

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economics Action Institution, Ronny P. Sasmita, menilai kebijakan terbaru dari Pemerintah yang memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 6 persen untuk tiket pesawat kelas ekonomi merupakan sinyal kuat bahwa kondisi daya beli masyarakat Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.

"Pemerintah berarti mengakui secara riil bahwa daya beli masyarakat sedang tak baik-baik saja, sehingga kemampuan masyarakat di dalam melakukan perjalanan jalur udara perlu didorong dengan insentif," kata Ronny kepada Liputan6.com.

Ia menyatakan bahwa insentif PPN DTP sebesar 6 persen sebenarnya cukup berarti dalam upaya menekan harga tiket pesawat. Namun, ia meragukan efektivitasnya dalam meningkatkan minat masyarakat untuk bepergian menggunakan transportasi udara.

Menurut Ronny, dalam kondisi pendapatan masyarakat yang terus tertekan, bepergian terutama untuk tujuan wisata bukanlah prioritas utama.

“Dalam hemat saya, enam persen cukup lumayan untuk membantu menekan harga sebanyak enam persen. Namun semuanya kembali kepada prioritas masyarakat, karena dalam kondisi pendapatan yang terus tertekan, kebutuhan untuk berwisata dan menggunakan transportasi udara menjadi semakin tidak terlalu penting bagi masyarakat," jelasnya.

Ronny juga menyoroti aspek lain yang turut menjadi penyebab menurunnya permintaan terhadap jasa transportasi udara, yakni kebijakan efisiensi pemerintah yang membatasi perjalanan dinas. Ia menjelaskan bahwa dampaknya sangat terasa, tidak hanya pada maskapai penerbangan, tetapi juga sektor pariwisata secara umum.

"Penurunan volume transportasi udara juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan efisiensi pemerintah terkait dengan perjalanan dinas," ujarnya.

Tak Terlalu Berpengaruh

Berdasarkan pengamatan Ronny, tekanan terhadap sektor jasa pariwisata saat ini cukup signifikan. Industri hotel, transportasi rental, serta produk-produk UMKM yang terkait dengan pariwisata mengalami penurunan permintaan hampir 30 persen.

Dalam kondisi ini, ia menilai bahwa langkah paling efektif justru adalah dengan merelaksasi kebijakan pembatasan perjalanan dinas, bukan hanya memberikan insentif fiskal pada tiket pesawat.

"Artinya, insentif tiket pesawat ini, dalam hemat saya, tidak akan terlalu berpengaruh besar terhadap permintaan tiket pesawat ke depannya," ujarnya.

Ronny kembali menegaskan bahwa meskipun secara nominal insentif ini akan menurunkan harga tiket pesawat sebesar 6 persen, dampaknya terhadap peningkatan permintaan masih sangat bergantung pada kondisi daya beli masyarakat.

"Tentu harga tiket, semestinya juga turun sebesar lebih kurang 6 persen. Soal berpengaruh atau tidak kepada permintaan masyarakat atas tiket, lihat jawaban nomor satu," ujarnya.

Sebagai informasi, insentif ini berlaku untuk penerbangan domestik selama periode Juni hingga Juli 2025, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 36 Tahun 2025 yang terbit pada 4 Juni 2025. Alokasi anggaran untuk kebijakan ini mencapai Rp430 miliar.

Kebijakan Populis Jangka Pendek

Sedangkan Pakar Kebijakan Publik, UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, menilai kebijakan ini lebih sebagai langkah populis jangka pendek ketimbang solusi strategis untuk memperbaiki struktur harga tiket pesawat yang selama ini mencekik masyarakat.

"Mari kita jujur, masalah utama mahalnya tiket pesawat bukanlah PPN 11%, melainkan tingginya harga dasar tiket akibat sejumlah faktor struktural, mulai dari harga avtur yang terus melonjak, terbatasnya jumlah maskapai aktif pasca-pandemi, hingga dominasi rute oleh segelintir pemain besar," kata Achmad kepada Liputan6.com, Rabu (11/6/2025).

Menurutnya, dalam situasi seperti ini, potongan 6% PPN hanya mengurangi sekitar Rp60 ribu dari tiket seharga Rp1 juta, jumlah yang tidak signifikan untuk mendorong masyarakat yang menahan konsumsi akibat mahalnya harga.

"Dengan kata lain, insentif ini seperti memberi aspirin kepada pasien yang membutuhkan operasi. Nyeri memang bisa berkurang sementara, tetapi sumber penyakitnya tetap dibiarkan," ujarnya.

Risiko Distorsi dan Ketidakadilan Antar Moda

Lebih lanjut, Achmad menjelaskan bahwa ada aspek lain yang perlu dikritisi yakni, distorsi antarmoda transportasi.

Saat moda udara disubsidi melalui insentif fiskal, moda darat seperti kereta api dan bus yang menjadi andalan masyarakat kelas bawah tidak mendapat perlakuan yang sama.

"Padahal, moda-moda tersebut justru lebih inklusif, efisien energi, dan menopang mobilitas massal. Bukankah seharusnya pemerintah mendorong transportasi yang berkeadilan dan berkelanjutan, bukan yang eksklusif dan padat karbon?," ujarnya.

Achmad menegaskan, kebijakan fiskal seperti PPN DTP baru akan efektif bila menjadi bagian dari strategi terpadu untuk menghidupkan sektor transportasi dan pariwisata.

Artinya, pemerintah perlu, pertama, membuka kompetisi antarmaskapai dan menghapus hambatan rute, agar harga tiket turun secara alami.

Kedua, Memberikan subsidi berbasis tujuan, terutama untuk rute-rute ke wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) yang memang tidak layak secara komersial;

Ketiga, menggabungkan insentif dengan promosi pariwisata lokal, serta dukungan ke sektor pendukung seperti hotel, UMKM, dan transportasi darat;

Keempat, menjamin bahwa insentif fiskal diteruskan langsung ke konsumen, bukan berhenti di tangan pelaku usaha besar.

"Tanpa hal-hal di atas, kebijakan ini hanya akan menjadi gula-gula fiskal yang manis di awal, namun tidak mengubah apapun dalam jangka panjang," pungkasnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |