Misteri Rp 18 Triliun Dana Daerah: Menkeu Purbaya Soroti Selisih Data BI vs Kemendagri

4 hours ago 6

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti adanya perbedaan data antara Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait jumlah dana milik pemerintah daerah yang tersimpan di perbankan. Ia meminta agar selisih sebesar Rp 18 triliun tersebut segera ditelusuri.

Menkeu Purbaya menjelaskan, berdasarkan data BI, total dana daerah yang tersimpan di bank mencapai Rp 233 triliun. Namun, data Kemendagri menunjukkan angka yang lebih kecil, yaitu Rp 215 triliun.

“Dari BI ya, kalau dari Pak Mendagri katanya di-cash-nya hanya Rp 215 triliun, jadi ada perbedaan Rp 18 triliun. Yang pertama dicek Rp18 triliun itu uang bedanya dimana kemana larinya” ujar Purbaya usai Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 bersama Menteri Dalam Negeri, Senin (20/10/2025).

Ia menegaskan perlunya verifikasi menyeluruh agar selisih dana tersebut dapat dipastikan keberadaannya. Ia menambahkan, setiap tahun pemerintah daerah cenderung menghabiskan sebagian besar anggarannya di akhir tahun, namun tetap menyisakan sekitar Rp 100 triliun sebagai SILPA.

Dana tersebut biasanya digunakan untuk membayar gaji atau kontrak pada minggu-minggu pertama di awal tahun berikutnya.

Purbaya menyarankan agar pemerintah daerah menempatkan dananya di Bank Pembangunan Daerah (BPD) masing-masing untuk menjaga agar uang tetap berputar di wilayah tersebut.

Jika pemerintah daerah meragukan kinerja BPD, ia mendorong agar bank-bank daerah itu dibenahi. Menurutnya, langkah ini penting untuk mendorong pemerataan ekonomi dan memperkuat sektor keuangan di daerah.

Menkeu Purbaya: Pengelolaan Keuangan Daerah Belum Optimal, Rp 100 Triliun Jadi SILPA Tiap Tahun

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti masih besarnya dana milik pemerintah daerah yang mengendap di perbankan serta tingginya saldo anggaran lebih (SILPA) yang terjadi setiap akhir tahun. Ia menilai kondisi tersebut mengindikasikan belum optimalnya pengelolaan keuangan daerah menjelang penutupan tahun anggaran.

Purbaya menjelaskan, berdasarkan data Bank Indonesia, jumlah dana daerah yang tersimpan di bank mencapai Rp 233 triliun. Namun, data dari Kementerian Dalam Negeri menunjukkan angka berbeda, yaitu Rp 215 triliun. Ia meminta agar perbedaan sebesar Rp 18 triliun itu segera ditelusuri.

“Yang pertama dicek Rp 18 triliun itu uang bedanya dimana kemana larinya,” ujar Purbaya usai Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 bersama Menteri Dalam Negeri, Senin (20/10/2025).

Ia menambahkan, setiap tahun pemerintah daerah cenderung menghabiskan sebagian besar anggarannya di akhir tahun, namun tetap menyisakan sekitar Rp 100 triliun sebagai SILPA. Dana tersebut biasanya digunakan untuk membayar gaji atau kontrak pada minggu-minggu pertama di awal tahun berikutnya.

Siapkan Sistem Baru Agar Daerah Tak Perlu SILPA

Untuk mengatasi hal tersebut, Purbaya mengatakan pemerintah tengah menyiapkan sistem baru agar daerah tidak perlu lagi menyisakan SILPA dalam jumlah besar.

Sistem ini akan memungkinkan pemerintah pusat mentransfer dana ke daerah pada awal tahun anggaran, sehingga kebutuhan belanja dapat langsung terpenuhi tanpa harus menimbun kas.

“Sehingga minggu pertama, kedua, setiap tahun itu langsung ditransfer dari pusat. Pusat selalu sedang mengembangkan sistem seperti itu sehingga SILPA yang di pusat maupun daerah tidak akan berlebihan lagi,” jelasnya.

Lebih lanjut, Purbaya menyoroti praktik penempatan dana daerah di bank-bank besar yang berlokasi di pusat. Ia mengatakan, penempatan dana seperti itu membuat daerah kehilangan likuiditas, sementara uang justru menumpuk di pusat. Akibatnya, pelaku usaha daerah kesulitan mengakses pinjaman karena perbankan di daerah kekurangan dana.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |