Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) perkasa di Kisaran Rp 16.200 per USD pada penutupan perdagangan Kamis 5 Juni 2025. Indeks Dolar AS (USD) kembali melemah terhadap Rupiah pada Kamis (5/6/2025).
Rupiah ditutup menguat 10 poin terhadap Dolar AS, setelah sebelumnya sempat melemah 25 poin di level Rp 16.284 dari penutupan sebelumnya di level Rp 16.294.
“Sedangkan untuk perdagangan selasa depan, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp 16.230 - Rp 16.290,” ungkap pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Dolar AS tertekan oleh data penggajian ADP yang jauh lebih lemah dari perkiraan, yang menunjukkan kemerosotan besar di pasar tenaga kerja pada bulan Mei. Pembacaan tersebut meningkatkan taruhan bahwa pelemahan berkelanjutan dalam ekonomi AS akan mendorong The Fed untuk memangkas suku bunga lebih lanjut tahun ini.
Namun, data ADP juga muncul tepat sebelum data penggajian nonpertanian pada hari Jumat besok (6/6/2025). Pembacaan ADP yang lemah meningkatkan kekhawatiran atas data penggajian pemerintah yang lemah, yang dapat menyoroti meningkatnya risiko terhadap ekonomi AS.
Selain itu, Ibrahim juga menyoroti ketidakpastian atas kebijakan tarif dagang Presiden AS Donald Trump, terutama setelah menggandakan tarif impor baja dan aluminiumnya menjadi 50%.
“Fokus minggu ini adalah pada lebih banyak data ekonomi AS, serta keputusan suku bunga Reserve Bank of India. Panggilan telepon potensial antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping juga akan diawasi dengan ketat, meskipun Washington dan Beijing telah memberikan sedikit isyarat kapan dialog akan berlangsung,” papar Ibrahim.
Stimulus Ekonomi
Di awal pekan ini, Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto resmi mengumumkan pemberian paket insentif dan stimulus ekonomi senilai Rp24,44 triliun. Stimulus ini disalurkan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional tetap positif selama Juni-Juli.
Sedangkan, paket stimulus tersebut antara lain diskon transportasi, diskon tarif tol, tambahan bansos, Bantuan Subsidi Upah (BSU), dan perpanjangan diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Menurut Ibrahim, langkah yang harus dilakukan selanjutnya oleh pemerintah adalah meningkatkan belanja pemerintah yang sempat tertunda di awal tahun karena realokasi anggaran.
“Kembalinya belanja pemerintah akan mendorong kembali pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja di sektor-sektor yang sebelumnya terdampak seperti konstruksi, perhotelan dan perdagangan,” jelasnya. Selain itu, peningkatan belanja pemerintah diharapkan bisa menjadi pengubah persepsi penting untuk para pelaku ekonomi. Kalau ekspektasi perbaikan tercapai, arus modal asing akan kembali masuk ke pasar modal , di tengah goncangan global yang ada.
OECD Pangkas Proyeksi Ekonomi RI, Tumbuh Hanya 4,7% di 2025
Organisation for Economic Co-operation and Development atau OECD memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,2%, dari 4,9% menjadi 4,7% pada 2025.
Ini merupakan pemangkasan kedua kali yang dilakukan OECD sepanjang tahun 2025 usai revisi ke bawah 0,3%, dari 5,2% menjadi 4,9%. Dalam laporan OECD Economic Outlook edisi bulan Juni 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan melambat dalam waktu dekat.
OECD juga memperkirakan pertumbuhan PDB riil Indonesia akan melambat menjadi 4,7% di tahun 2025 sebelum sedikit meningkat menjadi 4,8% pada tahun 2026.