Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menambah jumlah alokasi kuota rumah subsidi untuk sopir taksi Bluebird Group, dari sebelumnya 5.000 unit menjadi 8.000 unit.
Penambahan alokasi rumah subsidi ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Menteri PKP dengan Direktur Utama Bluebird Group, Adrianto Djokosoetono di kantor pusat Bluebird, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
"Sebelumnya KPR FLPP 5.000 unit, jadi saya tambahkan 3.000 unit rumah subsidi, totalnya 8.000 karena peminatnya banyak," ujar Ara, sapaan akrab Menteri PKP, dikutip Rabu (18/6/2025).
Ara menceritakan, dirinya dan keluarga punya kenangan tersendiri dengan taksi Bluebird. Ia pun menilai, kehidupan para pengemudi dan keluarganya akan lebih baik jika punya rumah sendiri, ketimbang harus mengontrak hunian.
"Saya harap Bluebird sebagai perusahaan yang bertanggung jawab memperhatikan karyawannya. Saya harap Bluebird bisa segera fokus untuk membantu pengemudi dan karyawannya yang belum memiliki rumah dengan KPR FLPP," pinta Ara.
"Bayangkan, mereka selama ini ada yang kontrak rumah tapi harus bayar Rp 800 ribu, Rp 900 ribu dengan Rp 1,2 juta. Padahal dengan mengangsur dengan KPR FLPP yang angsurannya tetap, mereka bisa memiliki rumah sendiri. Mereka nggak kerasa 15 tahun lagi sudah punya rumah. Ini program yang luar biasa," katanya.
Apresiasi Bos Bluebird
Komisaris Utama Bluebird Bayu Priawan Djokosoetono mengaku senang atas upaya pemerintah melalui Kementerian PKP, dalam mendukung penyediaan perumahan bagi pengemudi dan karyawannya.
Menurut dia, penambahan alokasi rumah subsidi bagi para sopir Bluebird ini menandakan pemerintah betul-betul hadir memperhatikan masyarakatnya.
"Kami sudah membuka pendaftaran Pengemudi yang ingin memiliki rumah dengan KPR FLPP dan minatnya cukup banyak, hampir 3.000 (peminat). Sehingga kami yakin dengan penambahan kuota ini akan makin banyak pengemudi dan karyawan Bluebird yang bisa memiliki rumah subsidi," tuturnya.
Pemerintah Pilih Pangkas Luas Rumah Subsidi Ketimbang Bangun Rusun
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perkotaan, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Sri Haryati buka suara terkait usulan pembangunan rumah subsidi dengan luas minimal 18 meter persegi (m2) ketimbang membangun rusun. Menurutnya, hal itu menjadi alternatif pilihan buat masyarakat.
Asal tahu saja, Kementerian PKP tengah mengkaji untuk mengubah ketentuan luas minimal rumah tapak bersubsidi jadi 18 m2 dengan tanah minimal 25 m2. Sri pun menjawab alasan adanya opsi itu ketimbang membangun rumah susun di lahan yang terbatas.
"Jadi kita membuka banyak opsi. Ada masyarakat yang juga enggak nyaman tinggal di rusun kan? Jadi alternatif, sekali lagi opsi, pilihan untuk masyarakat. Toh nanti para pengembang juga akan bangun," ucap Sri di Lippo Mall Semanggi, Jakarta, Senin (16/6/2025).
Dia menjelaskan, pada skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk rumah subsidi, ada rumah tapak dan rumah susun. Kembali lagi, hal itu ditentukan oleh pengembang sesuai preferensi masyarakat sebagai konsumen.
"Ngerti kan masalah FLPP kan? Bahwa pengembang membangun, kemudian ada yang kemudian berminat. Pengembang tentu juga akan melihat, kalau misalnya menurut mereka juga adalah, oh ini memang bagus untuk dibangun dan ada demand-nya bagus, dia tentu akan bangun. Jadi intinya adalah seperti tadi," tuturnya.
"Kenapa enggak (membangun) rusun aja? Rusun juga ada. Jadi rusun juga ya, kita juga kan tahu ada rusun sewa, terus pemerintah juga ada yang membangun rusun milik, kemudian juga ada pengembang juga membangun rusun," tambah Sri.
Rencana Ubah Aturan Rusun Subsidi
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) tengah menimbang untuk merevisi aturan rumah susun subsidi. Mengingat skema tersebut yang diakui belum sepenuhnya diterima masyarakat.
Direktur Jenderal Perkotaan Kementerian PKP, Sri Haryati menyampaikan pihaknya tengah merupaya agar skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk rusun bisa berjalan.
"Kita yang sekarang kita dorong adalah bagaimana rusun dengan mekanisme FLPP itu juga bisa betul-betul berjalan," ujar Sri di Lippo Mall Semanggi, Jakarta, Senin (16/6/2025).
"Hari ini regulasinya sudah ada. Tetapi kenyataannya di perkotaan untuk yang rusun ini masih sangat challenging ya," ia menambahkan.
Sri membuka kemungkinan adanya perubahan regulasi soal skema rusun subsidi. Misalnya, mengatur ulang harga per meter rusun tersebut atau mengubah hitungan agar berbeda dengan rumah tapak.
"Jadi kita lagi dorong nih, oh mungkin harga per meter perseginya harus kita sesuaikan. Oh mungkin aturannya harus dibuat berbeda dengan yang tapak. Jadi itu juga kita kerjakan. Jadi kalau ditanya kenapa enggak rusun, rusun juga kita kerjakan," ungkap Sri Haryati.