Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan realisasi penempatan dana pemerintah ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) belum dilakukan. Hal ini disebabkan masih menunggu kesiapan dari pihak BPD itu sendiri.
"Realisasinya belum karena kami menunggu kesiapan BPD nya sendiri. Bagaimana pak Prima (Dirjen Perbendaharaan) sudah ada obrolan dengan mereka (BPD)?," kata Menkeu Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Menurut Purbaya, pemerintah tidak ingin tergesa-gesa menyalurkan dana tanpa ada kesiapan teknis dan penyaluran dari pihak perbankan. Ia menekankan pentingnya kesiapan sistem dan kemampuan BPD untuk menyalurkan dana.
"Jadi, kita lihat berapa sanggup mereka menyalurkan, karena yang di Himbara juga belum semuanya terserap," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti, menambahkan pihaknya saat ini tengah melakukan asesmen terhadap dua BPD yang berpotensi menerima penempatan dana tersebut.
"Izin pak Menteri. Jadi, kita masih melakukan asesment terhadap dua BPD tersebut dan setelah kami laporkan ke bapak bisa dilaksanakan pak," ujarnya.
Banyak Bank Daerah Antre
Sebelumnya, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, sejumlah bank pembangunan daerah (BPD) seperti Bank Jakarta, Bank Jatim hingga Bank Jabar Banten juga tengah antre agar bisa mendapat guyuran dana dari Menkeu Purbaya.
"Bank Jatim kemarin udah ngomong ke Pak Menteri, Bank DKI juga. Bahkan kalau nggak salah saya dengerin juga Bank BJB juga tertarik," kata Febrio.
Menambah Pertumbuhan Kredit
Menerima permintaan tersebut, Febrio bilang, Menkeu Purbaya senang lantaran penempatan uang negara tak terpakai itu bakal turut menggenjot penyaluran kredit.
"Pak Menteri responsnya (bilang), berarti laku ini barangnya. Kelihatan bahwa ini bagus untuk menambah pertumbuhan kredit sampai akhir tahun," ungkap dia.
Syarat Penerima Dana Negara
Kendati begitu, Febrio menyebut ada tiga syarat utama yang jadi acuan pemerintah dalam penyaluran dana yang tersimpan di Bank Indonesia (BI) tersebut. Pertama, pemerintah bakal memastikan dana cash itu benar-benar aman.
Kedua, pemerintah meminta perbankan menyalurkanbya kepada sektor riil. Terakhir, pemerintah turut mempertimbangkan faktor risk and return.
"Faktor ketiga, ya risiko. Kalau ternyata kita enggak yakin dengan proposalnya, apalagi kalau ada kasus, ya itu tentunya akan dipertimbangkan," ujar Febrio.
Menkeu Purbaya Mau Guyur Lagi BRI dan BNI
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengisyaratkan adanya kemungkinan penambahan penempatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di sejumlah bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Peluang ini terbuka lebar karena laju pertumbuhan uang beredar (M0) di Indonesia saat ini dinilai masih belum optimal.
"Terbuka (dengan penambahan dana). Karena laju pertumbuhan uang (beredar) atau M0-nya baru 13 persen. Saya pikir seharusnya idealnya 20 persen lebih sedikit," jelas Menkeu Purbaya di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin.
Menurut dia, sudah ada dua bank besar yang secara resmi mengajukan permintaan penambahan dana pemerintah tersebut, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI).
Anggaran SAL
Meskipun demikian, Purbaya belum menentukan berapa persisnya jumlah dana tambahan yang akan diberikan kepada kedua bank tersebut. Ia saat ini masih memiliki anggaran SAL yang siap dialokasikan, diperkirakan mencapai sekitar Rp 250 triliun, yang dapat dipindahkan ke bank-bank Himbara.
Terkait besaran alokasi, Purbaya memilih untuk tidak mengumumkannya secara rinci saat ini. "Kalau nambah pun kami nggak akan kasih tahu lagi sekarang. Karena operasi uang biasa lagi, karena nanti banyak orang protes," ia menambahkan.
Optimalkan Dana SAL
Purbaya mengakui, kebijakannya ini seringkali disalahpahami oleh banyak pihak. Ia menyebut beberapa orang keliru mengira bahwa langkahnya ini merupakan upaya untuk mengubah anggaran APBN atau melakukan ekspansi fiskal.
Padahal, tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk mengoptimalkan dana SAL yang menganggur guna menciptakan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih agresif. Pertumbuhan ini tidak hanya diharapkan datang dari sisi pemerintah, tetapi juga dari sektor swasta.
"Karena belanja pemerintah di produk domestik bruto (PDB) itu cuma 10 persen, kira-kira. Berarti sisanya yang swasta kan 90 persen. Yang akan kami galakkan itu termasuk menjaga daya beli masyarakat dan memperbaiki iklim investasi,” tutur Purbaya, menekankan fokus kebijakan ini pada penguatan sektor swasta dan investasi.