Menkeu Purbaya Pastikan Cukai Rokok Tak Naik 2026

2 hours ago 6

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan tidak akan menaikkan tarif cukai rokok pada 2026. Hal ini mengacu pada hasil pertemuannya dengan para pengusaha industri rokok Tanah Air.

Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan, telah bertemu dengan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri). Hasil diskusinya, tak akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok di 2026.

"Satu hal yang saya diskusikan dengan mereka, apakah saya perlu merubah tarif cukai ya tahun 2026? mereka bilang asal enggak diubah udah cukup, yaudah, saya gak ubah," kata Purbaya dalam Media Briefing di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (26/9/2025).

Sambil berkelakar, Mantan Bos Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu mengaku berniat menurunkan tarif cukai rokok. Namun, dalam diskusi, pelaku industri mengaku cukup dengan tarif cukai rokok yang berlaku saat ini. 

"Tadi ya padahal saya mikir mau nurunin, tapi mereka minta tadi sudah,s udah cukup, yaudah. Salahin mereka, salah mereka, 'kalau begitu minta turun', ternyata dia minta konstan aja, ya udah kita enggak naikin," tuturnya.

"Jadi tahun 2026, tarif cukai kita enggak naikin," Purbaya menambahkan.

Ekonom: Cukai Rokok Terlalu Tinggi

Sebelumnya, Ekonom sekaligus dewan pakar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Wijayanto Samirin sepakat dengan pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa soal kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) terlalu tinggi. Lantaran tingginya cukai rokok turut berdampak terhadap maraknya peredaran rokok ilegal

Oleh karenanya, Wijayanto mengingatkan, tarif cukai yang terlalu tinggi justru dapat mendorong pertumbuhan pasar rokok ilegal yang tidak menggunakan pita cukai resmi.

"Cukai yang tinggi membuat bisnis rokok ilegal makin menguntungkan. Perkiraan saya, dari rokok ilegal saja, pemerintah kehilangan potensi penerimaan negara sebesar Rp 15-25 triliun per tahun," ungkap dia, Selasa (23/9/2025).

Perlu Penegakan Hukum

Menurut dia, solusi tidak hanya terletak pada besaran tarif cukai rokok, tetapi juga pada penegakan hukum yang tegas dan konsisten. "Semakin tinggi cukai, semakin menarik bagi bisnis rokok ilegal. Kendatipun demikian, menurut saya kuncinya bukan di nilai cukai, tetapi penegakan hukum dan penindakan para pebisnis rokok ilegal," tegasnya.

Menanggapi tekanan yang dihadapi IHT, Wijayanto juga mendorong perlunya moratorium atau penundaan kenaikan tarif cukai sebagai langkah sementara. Namun, ia menekankan pentingnya penyusunan kebijakan yang lebih komprehensif dan berbasis pendekatan teknokratis.

"Moratorium untuk langkah sementara, namun perlu disusun kebijakan komprehensif dengan pendekatan teknokratis yang solid dan diterapkan secara gradual. Berbagai kepentingan dan dampak harus diperhitungkan secara matang," ujarnya.

Cukai Rokok Menekan Industri

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menilai, beban tarif yang berlaku saat ini tidak hanya menekan industri tembakau, tapi juga memengaruhi ekosistem yang ada di sekitarnya. Termasuk kontribusi setoran cukai terhadap penerimaan negara.

"Ada cara mengambil kebijakan yang agak aneh untuk saya. Saya tanya kan, cukai rokok gimana, sekarang berapa? rata-rata 57 persen, tinggi amat, banyak banget," kata Purbaya beberapa waktu lalu.

Berdasarkan informasi yang diterimanya, justru ketika tarif cukai diturunkan, penerimaan negara bisa meningkat. "Kalau turun makin banyak income-nya. Lho, kenapa dinaikin kalau gitu? Rupanya kebijakan itu bukan hanya income saja di belakangnya, ada policy memang untuk mengecilkan konsumsi rokok," ungkapnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |