Menkeu Purbaya Kejar Penunggak Pajak, 84 WP Sudah Bayar Rp 5,1 Triliun

3 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tengah mengejar 200 penunggak pajak. Hingga saat ini, telah ada 84 wajib pajak yang telah membayarkan utangnya dengan nilai total Rp 5,1 triliun.

Purbaya sebelumnya menargetkan 200 penunggak pajak yang sudah berkekuatan hukum (inkracht). Targetnya negara bisa mengantongi Rp 60 triliun.

"Hingga September terdapat 84 wajib pajak yang telah melaksanakan pembayaran atau anjuran dengan total nilai Rp 5,1 triliun," kata Purbaya dalam Media Briefing, di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (26/9/2025).

Dengan demikian, masih ada 116 wajib pajak lagi yang belum membayar tunggakannya. Adapun, dia masih terus akan menargetkan sisanya untuk membayar ke negara hingga akhir tahun.

Atas status yang sudah inkracht secara hukum, menurut dia, hal itu membuat para penunggak pajak besar tidak bisa menghindar lagi.

"Ini akan kita kejar terus sampai akhir tahun, yang jelas mereka enggak bisa lari lagi sekarang," tegas Purbaya.

Kejar 200 Penunggak Pajak Besar

Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan akan mengambil langkah tegas untuk menagih tunggakan pajak yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) dari 200 wajib pajak (WP) besar. Dari penagihan ini, ia menargetkan potensi serapan hingga Rp 60 triliun.

Kolaborasi Kemenkeu

"Kami punya daftar 200 penduduk wajib pajak besar yang sudah inkrah. Kami mau kejar dan eksekusi sekitar Rp 50 triliun sampai Rp 60 triliun," kata Purbaya, dikutip Selasa (23/9/2025).

Ia optimistis rencana ini bisa dieksekusi dalam waktu dekat dan para penunggak pajak tidak akan bisa menghindar dari kewajibannya.

Gandeng KPK-PPATK

Untuk mendukung strategi tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah berkolaborasi dengan berbagai instansi penegak hukum, seperti Polri, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Kerja sama ini akan mempermudah pertukaran data untuk mempercepat penagihan.

Strategi Lain

Selain penagihan tunggakan, Menkeu juga menyiapkan strategi lain, termasuk mendorong aktivitas ekonomi melalui Paket Ekonomi 2025, perbaikan sistem Coretax, dan pemberantasan rokok ilegal. Langkah-langkah ini diambil untuk menambal perlambatan penerimaan pajak yang terjadi saat ini.

Penerimaan Pajak Turun

Kemenkeu mencatat, penerimaan pajak terkontraksi 5,1% menjadi Rp 1.135,4 triliun per Agustus 2025. Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan, perlambatan ini terutama disebabkan oleh setoran Pajak Penghasilan (PPh) Badan dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akibat restitusi.

Secara bruto, PPh Badan sebenarnya tumbuh 7,5%. Namun, setelah dikurangi restitusi, realisasi neto-nya justru terkontraksi 8,7% menjadi Rp 194,20 triliun. Hal serupa terjadi pada penerimaan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang mengalami kontraksi besar secara neto sebesar 11,5% menjadi Rp 416,49 triliun.

Demi Pajak, Menkeu Purbaya Giring Produsen Rokok Ilegal ke Kawasan Industri Khusus

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan rencana untuk menarik produsen rokok ilegal di dalam negeri agar dapat beroperasi secara legal dan membayar pajak sesuai ketentuan. Nantinya, produsen rokok skala kecil, termasuk yang ilegal, akan ditempatkan di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) khusus.

Menkeu Purbaya menjelaskan, skema ini bertujuan untuk menjaga lapangan pekerjaan tetap terbuka sambil tetap mengamankan penerimaan negara melalui Cukai Hasil Tembakau (CHT).

"Kalau kita bunuh semua (produsen rokok ilegal), ya matilah mereka. Jadi tujuan saya menjaga, dalam rangka pembukaan lapangan kerja juga menjadi tidak terpenuhi. Ya nanti kita akan buat suatu program khusus, membuat Kawasan Industri Hasil Tembakau," kata Purbaya dalam Media Briefing di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (26/9/2025).

Ia menjelaskan, kawasan tersebut akan dilengkapi dengan mesin, gudang, hingga pabrik pengolahan tembakau menjadi rokok.

Ada Petugas Bea Cukai

Untuk memenuhi aspek legalitas dan penerimaan negara, Bea Cukai juga akan ditempatkan di kawasan tersebut.

"Konsepnya adalah kawasan industri one stop service. Ini sudah jalan di Kudus, Jawa Tengah, dan di Parepare, Sulawesi Selatan. Jadi kita akan jalankan lagi di kota-kota yang lain," ungkapnya.

Kawasan ini akan dikhususkan bagi produsen rokok berskala kecil dan UMKM. Harapannya, konsep ini bisa berjalan dan membuat produk mereka bersaing dengan hasil produsen besar.

"Tujuannya tadi, menarik para pembuat produk yang ilegal masuk ke kawasan yang khusus, dan mereka bisa bayar pajak sesuai dengan kewajibannya. Jadi, mereka bisa masuk ke sistem," jelas Purbaya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |