Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso berencana mengubah aturan penyaluran minyak goreng kemasan sederhana, Minyakita. Adapun harga Minyakita saat ini mencapai Rp17.000 per liter.
Budi menyampaikan, revisi aturan untuk menyikapi kenaikan harga Minyakita masih disiapkan. Distribusi akan diperluas ke perusahaan pelat merah.
“Kita mau ubah Permendag mengenai itu, distribusinya sebagian bisa dilakukan melalui BUMN pangan, Bulog, dan lainnya. Sekarang lagi dilakukan pembahasan,” kata Budi, di Kompleks Parlemen, Jakarta, ditulis Sabtu (6/9/2025).
Sebagai informasi, harga eceran tertinggi (HET) Minyakita dipatok Rp 15.700 per liter. Sementara itu, mengutip Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga rata-rata Minyakita bertengger di Rp 17.430 per liter.
Soal distribusi Minyakita oleh BUMN, sebetulnya telah tertuang dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat.
Ayat (1) mengamanatkan produsen Minyakita untuk menyalurkan ke distributor lini pertama (D1) dan/atau BUMN pangan serta melaporkan pengiriman melalui sistem SIMIRAH.
Lalu dipertegas dengan Ayat (2) bahwa D1, BUMN Pangan, dan/atau distributor lini kedua (D2) berkewajiban menyalurkan Minyakita yang diterima hingga sampai ke pengecer. Serta, Ayat (3) mengamanatkan D1 dan/atau BUMN pangan wajib melakukan pelaporan distribusi melalui SIMIRAH.
Minyakita Mahal
Diberitakan sebelumnya, harga minyak goreng kemasan rakyat (Minyakita) kembali menjadi perhatian. Hal ini setelah Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) melihat berdasarkan hasil tinjauan, kenaikan harga Minyakita di berbagai daerah melampaui HET.
Harga Minyakita dapat menembus level Rp16.700–Rp17.000. Sedangkan harga Minyakita tertinggi di Papua dan wilayah timur hingga Rp20.000.
Harga tersebut sudah di atas HET. Kebijakan HET Minyakita diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2024 tentang Minyak Goreng Sawit Kemasan dan Tata Kelola Minyak Goreng Rakyat. Seiring ketentuan itu, HET Minyakita naik menjadi Rp15.700 per liter dari semula Rp14.000 per liter.
“Kenaikan harga dirasakan meski nominal tidak terlalu besar, tapi memengaruhi masyarakat secara luas,” tutur Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan, dalam keterangannya, Kamis, 28 Agustus 2025 seperti dikutip Jumat, (29/8/2025).
Pasar Minyak Goreng Terhambat
Ia menilai, fenomena ini dinilai tidak logis karena Indonesia adalah produsen sawit terbesar, tetapi tetap sulit mendapatkan minyak goreng terjangkau di dalam negeri. Berdasarkan laporan Sawit Indonesia dalam Dinamika Pasar Dunia, produksi minyak sawit (crude palm oil/CPO) dunia pada 2022-2023 sebanyak 79,16 juta metrik ton. Indonesia berkontribusi sekitar 58% atau setara 46,5 juta metrik ton ke total pasokan minyak sawit dunia.
Adapun terkait harga Minyakita di atas HET, Reynaldi menuturkan, hal itu didorong sejumlah faktor. Salah satunya, regulasi dan intervensi pemerintah (termasuk DMO) dipandang justru menciptakan hambatan dalam sistem pasar minyak goreng.
Permendag Nomor 18 Tahun 2024 dibahas sebagai salah satu regulasi yang dinilai memerlukan evaluasi, karena proses hulu ke hilir minyak goreng tidak terselesaikan. “Peran swasta dalam produksi dan distribusi minyak dinilai menyebabkan sulitnya kontrol pemerintah terhadap harga dan ketersediaan,” kata dia.
Wajar Minta HET Naik
Sementara itu, Ketua Umum RSI (Rumah Sawit Indonesia) Kacuk Sumarto menilai wajar jika pengusaha Minyakita meminta kenaikan HET. Hal ini mengingat harga crude palm oil (CPO) sudah di atas Rp14.500 per liter.
"Sehingga jika diolah menjadi minyak goreng tentu biaya produksinya melampaui HET yang berlaku sekarang, yaitu Rp15.700 per liter. Dengan demikian, jika kondisi ini berlarut-larut, maka mereka akan rugi,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Jumat (29/8/2025).
Ia mengatakan, kondisi sekarang pun sebenarnya harga Minyakita di pasar Pulau Jawa sudah meningkat berkisar antara Rp16.000 per liter sampai Rp18.000 per liter. Ia mengatakan, di Indonesia Bagian Timur mencapai harga Rp20.000 per liter, meskipun HET tidak berubah.
“Melihat kondisi seperti ini, Pemerintah harus tanggap bahwasanya ada pedagang-pedagang yang ingin mengambil untung lebih banyak lagi, dan saya menduga bahwa kenaikan harga ini bukan ulah dari produsen murni, dan untuk itu perlu ditindak,” kata dia.