Liputan6.com, Jakarta Keputusan Bank Indonesia (BI) terkait suku bunga acuan bukan hanya urusan teknokrat dan ekonom, tapi juga faktor penting yang memengaruhi strategi trader di berbagai instrumen, mulai dari forex, emas, hingga saham.
Bagi masyarakat umum, kebijakan suku bunga acuan BI sering terdengar abstrak. Namun bagi trader, setiap pergerakan suku bunga dapat menjadi sinyal kuat yang menentukan arah pasar.
Saat suku bunga naik, Rupiah cenderung menguat karena arus modal asing masuk, namun harga emas dan saham bisa tertekan.
Sebaliknya, penurunan suku bunga dapat mendorong konsumsi dan pasar saham, namun melemahkan Rupiah.
Financial Analyst Finex Brahmantya Himawan memahami, arah kebijakan BI adalah keharusan bagi para trader yang ingin mengambil keputusan tepat di tengah pasar yang dinamis.
“Banyak trader pemula hanya fokus pada grafik harga, padahal faktor fundamental seperti suku bunga adalah peta besar yang menjelaskan ke mana pasar bisa bergerak. Dengan membaca kebijakan moneter, trader bisa lebih percaya diri menentukan strategi entry maupun exit,” ujar Brahmantya, Rabu (20/8/2025).
Persepsi dan Ekspektasi Gerakkan Pasar
Pemahaman ini, kata dia, semakin krusial karena pasar tidak hanya digerakkan oleh angka-angka teknis, tapi juga oleh persepsi dan ekspektasi.
Setiap keputusan suku bunga membawa implikasi psikologis yang memengaruhi sentimen investor, dari institusi besar hingga trader ritel.
"Itulah mengapa membaca sinyal kebijakan moneter menjadi langkah penting untuk tetap selangkah lebih maju dalam merespons dinamika pasar," imbuh dia.
Penentu Sentimen Investor
Selain menjadi indikator stabilitas ekonomi, kebijakan suku bunga juga berfungsi sebagai penentu sentimen investor.
"Kebijakan suku bunga BI bukan hanya angka di layar, melainkan sinyal yang bisa mengubah arah pasar secara signifikan. Trader yang peka terhadap perubahan ini akan mampu mengantisipasi pergerakan dan menyiapkan strategi yang matang," bebernya.
BI Rate Turun atau Tetap? Ini Analisisnya
Sebelumnya, para ekonom mengungkapkan pandangan berbeda mengenai arah kebijakan suku bunga acuan (BI Rate) periode Agustus 2025, antara bertahan di level 5,25 persen atau turun, yang menunjukkan sinyalemen kebijakan moneter lebih longgar.
Global Markets Economist Maybank Indonesia Myrdal Gunarto memperkirakan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Rabu ini akan mengumumkan BI-Rate tetap dipertahankan di level 5,25 persen. Menurutnya, pengaruh perubahan pasar global, risiko geopolitik, serta efek perang dagang terhadap inflasi, belum mereda hingga sekarang.
“Kemungkinan masih belum dulu untuk melakukan kebijakan penurunan suku bunga. Sambil BI juga kelihatannya akan melihat dampak dari implikasi kebijakan suku bunga yang mereka lakukan,” kata Myrdal dikutip dari Antara di Jakarta, Rabu (20/8/2025).
Lebih lanjut, ia mencatat bahwa arah pasar keuangan global menunjukkan tren koreksi setelah momen 17 Agustus 2025. Pelaku pasar juga masih menunggu kepastian kebijakan The Fed, sementara nilai tukar rupiah masih berada di kisaran Rp16.200-an per dolar AS dan diperkirakan sulit menembus Rp16.000.
Sementara inflasi domestik tercatat naik pada Juli dan diperkirakan tetap berada di kisaran 2,30-2,50 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Agustus 2025.
Inflasi Indonesia
Hal senada juga disampaikan Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky.
Ia mencatat bahwa inflasi Indonesia saat ini sedang mengalami akselerasi dalam beberapa bulan terakhir, yaitu meningkat dari 1,60 persen (yoy) pada Mei lalu menjadi 2,37 persen (yoy) pada Juli 2025 dan mulai mendekati titik tengah target inflasi bank sentral.
Dari sisi eksternal, Indonesia saat ini menikmati episode derasnya aliran masuk arus modal asing dan penguatan rupiah dalam beberapa minggu belakangan.
Indonesia mengalami arus modal masuk secara signifikan ke pasar obligasi dan saham masing-masing sebesar 0,92 miliar dolar AS dan 0,16 miliar dolar AS dalam beberapa minggu terakhir, dipicu oleh ekspektasi pemotongan suku bunga The Fed.
Nilai tukar rupiah terapresiasi sebesar 1,04 persen (month to month/mtm) dalam satu bulan terakhir, menguat dari Rp16.265 per dolar AS pada 16 Juli lalu ke Rp16.100 per dolar AS pada 16 Agustus.