Liputan6.com, Jakarta Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menegaskan bahwa tingkat literasi keuangan Indonesia yang kini mencapai 66 persen termasuk dalam kuartil menengah ke atas di tingkat global.
Bahkan, angka ini sudah bersaing dengan negara-negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang mayoritas adalah negara maju.
"Kalau dibandingkan bukan saja dengan negara-negara berkembang bahkan dengan negara-negara OECD anggota dari organisasi dari negara-negara maju. Angka 66 persen itu adalah angka yang berada dalam kuartal ataupun perempat atau kuartil menengah ke atas," kata Mahendra dalam konferensi pers LIKE IT! yang diselenggarakan di Bumi Perkemahan dan Graha Wisata (Buperta) Pramuka Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (14/8/2025).
Menurut Mahendra, capaian tersebut tidak datang secara tiba-tiba, melainkan hasil dari berbagai program edukasi dan sosialisasi yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. Peningkatan literasi yang signifikan ini terlihat dari data tahun-tahun sebelumnya, yang masih berada di kisaran 54–55 persen.
"Dibandingkan dengan tingkat inklusinya atau literasinya yang 66 persen itu sebenarnya angka yang sudah jauh lebih tinggi, dibandingkan dari tahun lalu maupun tahun-tahun sebelumnya. Yang masih di kisaran 54-55 persen. Jadi, angka yang meningkat pesat ya," jelas Mahendra.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa peningkatan literasi keuangan bukan sekadar mengejar angka, tetapi juga memastikan pemahaman masyarakat semakin mendalam terhadap produk dan layanan keuangan.
Perbedaan Angka Inklusi dan Literasi
Mahendra menjelaskan, terdapat dua metode pengukuran inklusi keuangan yang membuat angkanya terlihat berbeda. Untuk industri jasa keuangan yang berada di bawah pengawasan OJK, angka inklusi berada di 80,5 persen.
Sementara itu, pengukuran yang digunakan pemerintah, yang juga mencakup bantuan sosial dan pendidikan, mencatat angka inklusi sebesar 92 persen.
"Tapi itu perbedaan yang wajar saja karena memang penggunaan dari cakupan dan definisi yang berbeda," ujarnya.
Fokus pada Kualitas Literasi dan Perlindungan Konsumen
Selain mengejar kenaikan angka literasi, OJK kini memprioritaskan peningkatan kualitas literasi keuangan. Artinya, masyarakat tidak hanya mengenal produk keuangan, tetapi juga memahami manfaat, risiko, dan cara menggunakannya dengan bijak.
Di sisi lain, OJK memperkuat perlindungan konsumen dengan menindak tegas berbagai praktik keuangan ilegal, seperti pinjaman online ilegal dan investasi bodong. Penutupan situs ilegal menjadi bagian dari upaya menjaga kepercayaan publik terhadap industri jasa keuangan.
"Tapi dengan berbagai program yang dilakukan baik untuk pengenalan literasi inklusinya maupun juga untuk penanggulangannya maupun juga untuk berbagai langkah untuk menutup takedown dari segala macam situs yang ilegal baik pinjaman ilegal maupun juga investasi ilegal," pungkasnya.