Liputan6.com, Jakarta Pajak daerah bukan sekadar kewajiban rutin bagi warga Ibu Kota, melainkan sumber utama pembiayaan pembangunan Jakarta. Dari pembangunan jalan, layanan kesehatan, hingga bantuan sosial, mayoritas kebutuhan anggaran daerah ditopang oleh pajak yang dibayarkan masyarakat.
Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, Morris Danny, menegaskan bahwa pajak daerah memegang peranan vital dalam menopang roda pemerintahan dan pembangunan.
“Lebih dari 70 persen pendapatan daerah kita berasal dari sektor pajak. Artinya, setiap rupiah yang dibayarkan warga sangat menentukan arah pembangunan Jakarta,” ujarnya, Kamis (21/8/2025).
70 Persen Pendapatan Jakarta dari Pajak
Dalam APBD 2024, Pemprov DKI Jakarta menargetkan pendapatan sebesar Rp72,44 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp52,39 triliun atau 70% bersumber dari pajak daerah.
Jenis pajak yang dikelola antara lain Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Rokok, Pajak Reklame, Pajak Air Tanah, serta Pajak Alat Berat.
“Struktur pajak ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kontribusi masyarakat dalam membayar pajak adalah modal utama bagi Jakarta untuk berkembang sebagai kota global,” jelas Morris.
Pajak untuk Infrastruktur dan Layanan Publik
Dana pajak digunakan membiayai proyek strategis, mulai dari pembangunan jalan, flyover, hingga moda transportasi massal seperti MRT, LRT, dan TransJakarta. Revitalisasi trotoar, jalur sepeda, dan ruang publik juga masuk dalam prioritas.
Selain itu, pajak juga mendukung sektor pendidikan dan kesehatan. Program seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP), Kartu Jakarta Sehat (KJS), peningkatan fasilitas RSUD, serta digitalisasi layanan kependudukan merupakan bukti nyata kontribusi pajak.
“Warga bisa melihat langsung hasilnya. Dari jalan raya yang mulus, sekolah yang lebih layak, hingga layanan kesehatan yang terjangkau, semua itu dibiayai oleh pajak,” kata Morris.
Menjangkau Warga Rentan dan UMKM
Tak hanya membiayai pembangunan fisik, pajak juga menyentuh sisi sosial. Dana pajak digunakan untuk program bantuan seperti Bantuan Sosial Tunai (BST), Kartu Lansia Jakarta (KLJ), Kartu Disabilitas Jakarta (KDJ), serta subsidi pangan murah melalui JakGrosir.
Pemprov DKI juga menyalurkan anggaran pajak untuk pembangunan pasar tradisional dan pemberdayaan UMKM. “Pajak menjadi penggerak ekonomi rakyat, terutama bagi pelaku usaha kecil dan masyarakat rentan. Jadi manfaatnya benar-benar terasa di semua lapisan,” ungkap Morris.
Pajak untuk Lingkungan dan Masa Depan
Sebagai kota yang rawan banjir, Jakarta memanfaatkan dana pajak untuk normalisasi sungai, pembangunan waduk, sistem drainase, hingga pengadaan pompa air. Upaya penghijauan melalui ruang terbuka hijau (RTH) dan pengelolaan limbah juga digalakkan.
Tak hanya itu, Pemprov DKI kini mendorong digitalisasi layanan pajak melalui platform e-Trapt dan Pajak Online. Sistem ini memudahkan masyarakat sekaligus meningkatkan transparansi.
“Budaya sadar pajak harus tumbuh bersama. Membayar pajak tepat waktu bukan sekadar kewajiban, tapi bentuk nyata kontribusi warga dalam membangun Jakarta yang adil, hijau, dan berkelanjutan,” tutup Morris.