Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa meminta pemerintah daerah memperbaiki tata kelola keuangan dalam dua hingga tiga bulan ke depan. Ia menegaskan, perbaikan pengelolaan anggaran menjadi syarat bagi peningkatan transfer dana dari pusat ke daerah pada tahun depan.
Menurut Purbaya, pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap kinerja daerah dalam mengelola belanja dan penggunaan anggaran. Jika hasil audit menunjukkan tata kelola yang baik dan risiko kebocoran rendah, Kementerian Keuangan membuka peluang untuk menambah transfer dana ke daerah pada paruh kedua tahun depan.
“Kalau 2–3 bulan ke depan bisa meningkatkan kinerja dalam hal tata kelola, mungkin kita punya ruang untuk menambah transfer ke daerah lebih besar, di paruh kedua tahun depan,” ujar Purbaya usai Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 bersama Menteri Dalam Negeri, Senin (20/10/2025).
Namun, ia menegaskan, peningkatan alokasi dana tidak akan dilakukan jika daerah belum menunjukkan perbaikan signifikan.
“Tapi kalau tanpa itu, saya gak bisa menaikkan transfer ke daerahnya. Karena semua orang akan protes, terutama dari pimpinan di atas ya, bahwa kita menyalurkan uang ke tempat yang gak efisien dan bocor,” kata Purbaya.
Selain menyoroti tata kelola, Purbaya juga menyampaikan bahwa pemerintah tengah menyiapkan langkah-langkah untuk mempercepat penyaluran dana ke daerah.
Hal ini termasuk percepatan juknis, peningkatan kapasitas sumber daya manusia di pemerintah daerah, serta pelibatan instansi terkait seperti KPKN dan BPK untuk memastikan transfer dana berjalan tepat waktu dan akuntabel.
Menkeu Purbaya: Pengelolaan Keuangan Daerah Belum Optimal, Rp 100 Triliun Jadi SILPA Tiap Tahun
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti masih besarnya dana milik pemerintah daerah yang mengendap di perbankan serta tingginya saldo anggaran lebih (SILPA) yang terjadi setiap akhir tahun. Ia menilai kondisi tersebut mengindikasikan belum optimalnya pengelolaan keuangan daerah menjelang penutupan tahun anggaran.
Purbaya menjelaskan, berdasarkan data Bank Indonesia, jumlah dana daerah yang tersimpan di bank mencapai Rp 233 triliun. Namun, data dari Kementerian Dalam Negeri menunjukkan angka berbeda, yaitu Rp 215 triliun. Ia meminta agar perbedaan sebesar Rp 18 triliun itu segera ditelusuri.
“Yang pertama dicek Rp 18 triliun itu uang bedanya dimana kemana larinya,” ujar Purbaya usai Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 bersama Menteri Dalam Negeri, Senin (20/10/2025).
Ia menambahkan, setiap tahun pemerintah daerah cenderung menghabiskan sebagian besar anggarannya di akhir tahun, namun tetap menyisakan sekitar Rp 100 triliun sebagai SILPA. Dana tersebut biasanya digunakan untuk membayar gaji atau kontrak pada minggu-minggu pertama di awal tahun berikutnya.
Siapkan Sistem Baru Agar Daerah Tak Perlu SILPA
Untuk mengatasi hal tersebut, Purbaya mengatakan pemerintah tengah menyiapkan sistem baru agar daerah tidak perlu lagi menyisakan SILPA dalam jumlah besar.
Sistem ini akan memungkinkan pemerintah pusat mentransfer dana ke daerah pada awal tahun anggaran, sehingga kebutuhan belanja dapat langsung terpenuhi tanpa harus menimbun kas.
“Sehingga minggu pertama, kedua, setiap tahun itu langsung ditransfer dari pusat. Pusat selalu sedang mengembangkan sistem seperti itu sehingga SILPA yang di pusat maupun daerah tidak akan berlebihan lagi,” jelasnya.
Lebih lanjut, Purbaya menyoroti praktik penempatan dana daerah di bank-bank besar yang berlokasi di pusat. Ia mengatakan, penempatan dana seperti itu membuat daerah kehilangan likuiditas, sementara uang justru menumpuk di pusat. Akibatnya, pelaku usaha daerah kesulitan mengakses pinjaman karena perbankan di daerah kekurangan dana.