Listrik Desa Terangi Nusantara, Bukti Nyata Pemerataan Energi untuk Rakyat

Liputan6.com, Jakarta - Upaya pemerataan energi terus menjadi prioritas pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Melalui program Listrik Desa (Lisdes) dan Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL), pemerintah berkomitmen menghadirkan akses energi hingga ke pelosok negeri, memastikan seluruh rakyat Indonesia dapat merasakan manfaat penerangan yang berkeadilan.

Kini, hampir seluruh desa di Tanah Air telah menikmati listrik. Keberadaan energi ini bukan hanya membawa terang, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru, meningkatkan pendidikan, dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat pedesaan.

“Di desa-desa terpencil, cahaya listrik kini menjadi simbol kehadiran negara dan pembuka jalan bagi kesempatan sosial-ekonomi. Listrik tidak lagi hanya aspek penerangan, namun meningkatkan pula akses pendidikan, produktivitas, dan taraf hidup masyarakat,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, di Jakarta, Selasa (21/10).

Program Listrik Desa kini telah menjangkau 10.068 lokasi dan memberi manfaat bagi lebih dari 1,2 juta calon pelanggan baru. Sementara itu, program BPBL telah terealisasi untuk 155.429 rumah tangga (RT) pada 2024, dan hingga September 2025 sebanyak 135.482 RT telah terpasang dari target 215.000 RT.

Pemerintah menegaskan, program ini bukan sekadar soal infrastruktur energi, tetapi juga tentang pemerataan kesejahteraan. Meski begitu, tantangan masih ada. Bahlil menyebut rasio elektrifikasi nasional telah mencapai 99,1 persen, sementara sisanya adalah wilayah yang sulit dijangkau seperti pulau-pulau terluar dan pedalaman.

Untuk menutup celah tersebut, Kementerian ESDM terus mempercepat pembangunan pembangkit berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT), termasuk PLTS dan PLTMH, guna mewujudkan energi bersih dan berkelanjutan.

“Perubahan arah kebijakan juga mencakup transformasi menuju energi yang bersih dan berkelanjutan. Pemerintah sudah meresmikan puluhan pembangkit energi terbarukan, mempercepat proyek PLTS berkapasitas 100 gigawatt, dan melibatkan koperasi desa dalam transisi energi. Ekonomi dan ekologi tidak harus dipertentangkan. Keduanya bersinergi menciptakan fondasi pembangunan yang berkelanjutan, inklusif, dan merata,” ucap Bahlil.

Ia menegaskan, pemerintah tidak akan berhenti hingga seluruh rakyat Indonesia menikmati listrik.

“Setelah 80 tahun merdeka, tidak selayaknya ada warga yang masih mengalami gelap gulita,” tegasnya.

Bagi masyarakat seperti Ruslam di Desa Bandar Jaya, Kabupaten Musi Banyuasin, manfaat program ini terasa nyata.

“Alhamdulillah, sekarang rumah kami terang, tanpa harus mikir beli bensin tiap malam. Anak-anak bisa belajar sampai malam, istri bisa menjahit tanpa terburu-buru, dan saya bisa istirahat dengan tenang,” katanya.

Cerita serupa datang dari Elias Inyomusi, warga Pegunungan Arfak, Papua Barat, yang kini menikmati listrik dari PLTMH Anggi.

“Semua rumah itu harus dapat listrik, supaya untuk kami punya anak-anak kami itu bisa belajar, mamak-mamak bisa masak dengan (penerangan) lampu. Saat saya lahir di sini, kami belum ada lampu. Kami bikin api. Kami baca, belajar, itu pasang, bikin gelegar untuk jadi pelita,” ujarnya.

Pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi 100 persen pada 2030. Langkah ini menandai komitmen pemerintah mewujudkan pemerataan energi dan kemandirian bangsa.