Liputan6.com, Jakarta - Penyaluran kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) melambat pada Agustus 2025. Penyaluran kredit kepada UMKM naik 1,3% (year on year/YoY) pada Agustus 2025, setelah bulan sebelumnya tumbuh 1,8% (YoY).
Demikian mengutip dari Analis Perkembangan Uang Beredar yang dirilis Bank Indonesia (BI), ditulis Jumat (26/9/2025).
Adapun nilai kredit UMKM per Agustus 2025 (data sementara) mencapai Rp 1.494,5 triliun. Pada Juli 2025, nilai kredit UMKM mencapai Rp 1.496,7 triliun.
Pertumbuhan kredit itu dipicu kredit UMKM untuk skala kecil yang tumbuh sebesar 9,5% (YoY) di tengah kredit pada skala mikro dan menengah yang terkontraksi masing-masing sebesar 3,4% (YoY) dan 0,8% (YoY).
Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan kredit UMKM pada Agustus 2025 dipengaruhi oleh kredit investasi (4,3%, YoY) dan Kredit Modal Kerja (0,1%,YoY).
Untuk nilai kredit usaha mikro mencapai Rp 644,7 triliun hingga Agustus 2025 dari bulan sebelumnya Rp 650 triliun. Sementara itu, nilai kredit usaha kecil sebesar Rp 520,5 triliun dari sebelumnya Rp 517,2 triliun. Kemudian nilai kredit menengah mencapai Rp 329,2 triliun hingga Agustus 2025.
Data Debitur Tetap Dicatat Meski Kredit UMKM Dihapus Tagih
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa perbankan dan lembaga keuangan non-bank (LKNB) dapat melakukan hapus buku maupun hapus tagih terhadap kredit atau pembiayaan macet.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 19 tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan UMKM.
Melalui kebijakan ini OJK berharap mampu mendukung kelancaran pemberian akses pembiayaan baru bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Bank dan LKNB dapat melakukan hapus buku dan/atau hapus tagih atas piutang macet, untuk mendukung kelancaran pemberian Kemudahan Akses Pembiayaan UMKM,” kata Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Indah Iramadhini, dalam sosialisasi POJK Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan UMKM, di Kantor OJK, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2025).
Hapus Buku
Ia menjelaskan, setiap bank maupun LKNB yang melaksanakan hapus buku dan/atau hapus tagih wajib tetap mengadministrasikan data dan informasi pembiayaan UMKM yang bersangkutan. Hal ini penting agar rekam jejak debitur tetap terdokumentasi meskipun kewajiban pembayaran telah dihapuskan.
Lebih lanjut, Indah menegaskan bahwa pelaksanaan kebijakan hapus buku dan hapus tagih harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan tersebut antara lain merujuk pada UU P2SK beserta aturan pelaksanaannya serta POJK terkait penilaian kualitas aset di masing-masing bank maupun LKNB.
“Hapus buku dan/atau hapus tagih Pembiayaan kepada UMKM dilakukan oleh Bank dan LKNB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain: UU P2SK (termasuk ketentuan pelaksanaannya); dan POJK mengenai penilaian kualitas aset, bagi masing-masing Bank dan LKNB,” jelasnya.
Penetapan Biaya Terkait Pembiayaan UMKM
Bank dan LKNB wajib melakukan evaluasi terhadap kewajaran penentuan biaya terkait pembiayaan UMKM yang dibebankan kepada nasabah/debitur dan/atau calon nasabah/debitur UMKM.
“Evaluasi wajib dilakukan secara berkala paling sedikit 1 kali dalam 3 bulan,” ujarnya.
Selain itu, Bank dan LKNB wajib memiliki kebijakan dan prosedur" untuk melakukan evaluasi diantaranya tata cara evaluasi kewajaran biaya terkait Pembiayaan UMKM; evaluasi perhitungan sumber biaya dana dan komponen biaya terkait Pembiayaan UMKM; dan analisis dampak perubahan biaya terkait Pembiayaan UMKM.
Kinerja Perbankan
Adapun kinerja intermediasi perbankan stabil dengan profil risiko yang terjaga dan aktivitas operasional perbankan tetap optimal untuk memberikan layanan keuangan bagi masyarakat.
Berdasarkan catatan OJK, pada Juli 2025, kredit tumbuh 7,03 persen yoy menjadi Rp 8.043,2 triliun. Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Investasi tumbuh tertinggi sebesar 12,42 persen, diikuti oleh Kredit Konsumsi 8,11 persen, sedangkan Kredit Modal Kerja tumbuh 3,08 persen yoy.
Ditinjau dari kepemilikan, kredit dari kantor cabang bank asing tumbuh paling tinggi yaitu sebesar 9,90 persen yoy. Dari kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 9,59 persen, sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 1,82 persen, di tengah upaya perbankan yang berfokus pada pemulihan kualitas kredit UMKM.