Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) menegaskan, Gunung Lawu tidak termasuk dalam Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP). Hal ini seiring Gunung Lawu menjadi sorotan di media sosial karena dikabarkan masuk proyek panas bumi.
Kepastian ini merupakan bentuk komitmen pemerintah untuk menjaga nilai sejarah, budaya, dan spiritual kawasan Gunung Lawu serta memastikan setiap rencana pengembangan energi dilakukan selaras dengan lingkungan dan menghormati aspirasi masyarakat.
"Kami tegaskan, Gunung Lawu tidak masuk dalam Wilayah Kerja Panas Bumi. Tidak ada proses lelang maupun aktivitas eksplorasi di kawasan tersebut. Pemerintah berpegang pada prinsip kehati-hatian dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya dan spiritual masyarakat,” kata Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, dikutip Senin, (20/10/2025).
Keputusan ini merupakan hasil evaluasi menyeluruh terhadap rencana pengembangan di WKP Gunung Lawu yang diajukan pada 2018 dan resmi dihapus pada 2023. Sebagai tindak lanjut, pada 2024 pemerintah melakukan audiensi dengan Pemerintah Kabupaten Karanganyar dan melibatkan akademisi dari Universitas Sebelas Maret (UNS).
Dari hasil diskusi tersebut, Kecamatan Jenawi diusulkan sebagai lokasi alternatif karena berada jauh dari kawasan cagar budaya, situs spiritual, serta wilayah yang memiliki keterikatan erat dengan Gunung Lawu.
Pada lokasi tersebut, pemerintah hanya merencanakan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE). PSPE diawali dengan kegiatan survei geosains yang merupakan kajian ilmiah awal untuk memetakan potensi panas bumi sekaligus memastikan seluruh situs budaya, kawasan sakral, serta lokasi penting bagi masyarakat dikecualikan dari area kajian.
Kajian tersebut juga menjadi dasar dalam penentuan lokasi tapak sumur untuk pengeboran yang akan dilakukan minimal 1 sumur eksplorasi.
Beri Landasan Ilmiah
Kajian di Jenawi diharapkan memberikan landasan ilmiah bagi pemanfaatan energi panas bumi potensial hingga 40 MW, setara dengan kebutuhan listrik lebih dari 40.000 rumah tangga. Meski demikian, pemerintah menegaskan bahwa pengembangan energi bersih tidak boleh mengorbankan nilai sejarah, budaya, dan spiritual masyarakat.
"PSPE ini sifatnya baru survei pendahuluan. Pengeboran nanti akan dilakukan setelah ada hasil survei pendahuluan yang tidak menyentuh kawasan sakral maupun hutan konservasi. Semua tahapan akan dilakukan secara transparan dan partisipatif," Eniya menambahkan.
Pemerintah juga menegaskan, kegiatan PSPE tidak akan dilaksanakan sebelum proses audiensi, sosialisasi, dan diskusi terbuka dengan seluruh pemangku kepentingan diselesaikan terlebih dahulu. Dengan mempertimbangkan seluruh aspek sosial, budaya, dan lingkungan, pelaksanaan PSPE Jenawi dipastikan tidak akan dilakukan pada 2025.
"Kami ingin memastikan semua proses berjalan dengan penuh kehati-hatian dan dapat diterima semua pihak. Selama dialog masih berlangsung dan tahapan belum tuntas, PSPE di Jenawi tidak akan kami laksanakan terlebih dahulu," ujar Eniya.
Terbesar ke-2 di Dunia, Segini Cadangan Energi Panas Bumi Indonesia
Sebelumnya, Pakar Energi Ali Ashat menyatakan pemanfaatan energi panas bumi tak hanya mendukung penurunan emisi karbon dan memenuhi kebutuhan energi nasional, tetapi turut memacu ekonomi daerah dan menyerap ribuan tenaga kerja.
“Jika pembangkit batu bara menghasilkan emisi karbon dioksida hingga 1.000, geothermal hanya sekitar 100 atau bahkan lebih rendah,” jelasnya, Jumat (3/10/2025).
Menurut dia, Indonesia berada di titik strategis dalam peta energi global, karena menyimpan cadangan panas bumi terbesar kedua di dunia dengan potensi mencapai 23,7 gigawatt (GW).
Kapasitas sebesar itu bukan hanya menopang ketahanan energi nasional, tetapi juga menjadi fondasi penting dalam transisi menuju energi bersih. Dirinya menyampaikan pemanfaatan energi panas bumi tak terlalu berdampak pada lingkungan, seperti pencemaran air tanah.
Menurutnya, sumber energi tersebut berada jauh di bawah permukaan bumi sehingga tidak mengganggu kebutuhan air warga.
Manfaat nyata terlihat dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang, Jawa Barat, yang telah beroperasi sejak 1983. Selama lebih dari 40 tahun, warga dan industri sekitar hidup harmonis berdampingan dengan energi hijau itu.
Dampak Ekonomi dari Pemanfaatan Panas Bumi
Dampak ekonomi dari pemanfaatan panas bumi juga signifikan. Proyek-proyek di berbagai daerah telah membuka ribuan lapangan kerja baru, mendorong tumbuhnya UMKM, serta memperbaiki infrastruktur publik.
PLTP Kamojang dan juga PLTP Patuha, Jawa Barat, menjadi contoh pemasok energi bersih, dengan keduanya menciptakan 1.500 lapangan kerja langsung maupun tidak langsung, sekaligus menjalankan program pemberdayaan masyarakat mulai dari pelatihan UMKM, koperasi desa, hingga dukungan pertanian organik.
Sementara itu, Pengamat Energi Komaidi Notonegoro menilai pemerintah sudah menunjukkan keseriusan mendorong pemanfaatan energi panas bumi.
Ia menyoroti langkah-langkah terbaru seperti penandatanganan nota kesepahaman antara Pertamina dan PLN, serta keterlibatan Danantara.
"Sekarang ada upaya pemerintah ingin mengakselerasi perkembangan geothermal di aspek pengembangan dan pengusahaan," ujarnya.
Keunggulan panas bumi adalah sifatnya yang stabil dan tersedia 24 jam sehari.
Berbeda dengan energi surya atau angin yang bergantung pada cuaca, panas bumi bisa menjadi sumber energi baseload yang konsisten. Hal ini menjadikannya tulang punggung ideal bagi sistem energi bersih Indonesia.