Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Eko S.A Cahyanto mengungkapkan mesin canggih yang mampu menangkap emisi karbon dengan keberhasilan diatas 99 persen. Mesin ini sudah diuji coba di pabrik PT Petrokimia Gresik, anak usaha PT Pupuk Indonesia (Persero).
Hal ini dipamerkan Eko dalam ajang The 2nd Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS) 2025. Teknologi yang dibawa dari Taiwan ini diklaim berhasil menangkap emisi karbon dan bisa diolah kembali.
"Memang kami rencanakan, di dalam AIGIS ini kami ingin me-disclose proyek ini, namun ke depan masih ada hal-hal lain yang akan kita lakukan," kata Eko dalam The 2nd AIGIS 2025, di JICC Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Dia mengatakan, Petrokimia Gresik menjadi lokasi pilot project carbon capture and utilization (CCU) ini. Teknologi yang dirancang dan diterapkan dalam mesin ini mampu menyerap karbon lebih dari 99 persen.
"Kami pernah mencoba untuk penangkapan karbon tersebut. Itu secara penuh bisa menangkap 99,6 persen karbon di mulut cimni ceroboh. Jadi yang tersisa 0,4 (persen) yang tidak terdeteksi oleh mesin itu, itu seperti udara biasa saja sebenarnya, sebenarnya nyaris sudah tidak ada itu (emisi)," tutur dia.
Pada saat yang sama, uji coba juga dilakukan pada penggunaan karbon yang ditangkap tadi. Ada dua produk yang bisa dihasilkan; soda ash dan baking soda. Keduanya memiliki nilai ekonomi dan manfaat buat industri lokal.
"Semula kita mendapatkannya dalam bentuk cair, tapi dengan ditambah sedikit alat, itu langsung sudah menjadi bubuk. Dan hari ini, kami di tim sedang menghitung apakah lebih baik memproduksi soda ash atau baking soda. Tadi Pak Dirut (Petrokimia Gresik) menyampaikan soda ash sebenarnya cukup tinggi, tapi baking soda lebih tinggi lagi sepertinya," bebernya.
Bisa Tekan Ketergantungan Impor
Eko lantas menghitung manfaat jika teknologi CCU ini bisa diterapkan di seluruh pabrik pupuk dalam grup PT Pupuk Indonesia (Persero). Dengan demikian, dia meyakini bisa mengalihkan kebutuhan industri dari ketergantungan impor soda ash.
"Jadi bayangkan apa yang akan terjadi apabila teknologi ini bisa diadopsi, misalnya di seluruh pabrik pupuk yang ada di Indonesia. Di grup pupuk Indonesia ada 5 pabrik pupuk, di Aceh, di Sumatera Selatan, di Jawa Barat, di Jawa Timur, dan di Kalimantan Timur," ungkapnya.
"Itu saja bisa menghasilkan by-product yang luar biasa, yang secara langsung bisa melakukan substisi import dari apa yang saat ini kita sangat bergantung pada impor," sambung Eko.
Racik Cara Pengurangan Emisi Karbon
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian memulai proyek penangkapan dan penggunaan karbon dari sektor industri petrokimia. Proyek pengurangan emisi karbon ini disebut-sebut mampu memberikan nilai tambah ekonomi.
Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal Kemenperin, Eko S.A Cahyanto dalam The 2nd Annual Indonesia Green Industri Summit 2025 (AIGIS) di Jakarta International Convention Center (JICC), Senayan, Jakarta. Dia menjelaskan tahapan kerja sama pelaksanaan carbon capture and utilization (CCU) di industri petrokimia.
"22 Januari tahun ini, persis 7 bulan yang lalu, itu ditandatangani MoU sekaligus perjanjian kerja sama mengenai pilot project pengurangan emisi karbon ini," kata Eko di JICC Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Manfaat
Pada tahap awal memang dipilih industri petrokimia untuk CCU ini. Ada beberapa target yang dikejar, pertama pengurangan emisi karbon dari proses industri petrokimia. Kedua, diharapkan mampu menghasilkan produk yang bernilai ekonomi.
"Ketiga, kita ingin bagaimana kita bisa menguasai teknologi penangkapan emisi tersebut, penangkapan karbon tersebut sekaligus (keempat) bisa menciptakan by product-nya," kata dia.
"Kelima, kita berharap bisa juga membuat atau memiliki kemampuan menciptakan mesin atau memproduksi mesin, mesin yang dibutuhkan dalam rangka CCU ini," sambung Eko