Liputan6.com, Jakarta Presiden Direktur PT Merak Chemicals Indonesia (MCCI), Anang Adji Sunoto, menyuarakan keprihatinannya terhadap kondisi lingkungan usaha di Indonesia saat ini. Menurutnya, menjaga investasi tidak cukup hanya dengan memberantas pungutan liar (pungli) atau aksi premanisme yang meresahkan pelaku usaha.
Ia menekankan, yang jauh lebih penting adalah bagaimana pemerintah mampu menciptakan ekosistem bisnis yang sehat dan terlindungi secara menyeluruh, mulai dari hulu hingga hilir.
"Lingkungan bisnis kita perlu dilindungi secara komprehensif. Ini bukan sekadar urusan preman atau pungli di lapangan, tapi bagaimana negara hadir dalam memberikan kepastian dan rasa aman bagi para pelaku usaha dari semua sisi," ungkap dia dalam keterangan tertulis, Senin (28/4/2025).
Anang mengibaratkan kondisi Indonesia saat ini seperti sebuah rumah tanpa pagar, yang terbuka lebar dan mudah dimasuki siapa saja dengan berbagai kepentingan.
Menurut dia, di tengah situasi global yang tak menentu dan penuh tantangan, menurutnya, dunia usaha memerlukan pagar perlindungan yang jelas dari negara.
Tanpa perlindungan itu, pelaku industri dalam negeri rentan terdampak oleh persaingan tidak sehat. Khususnya dari arus impor barang asing yang terus membanjiri pasar.
"Kita ini seperti rumah tanpa pagar. Siapa saja bisa masuk, tanpa bisa kita deteksi niatnya. Dunia usaha jadi rentan dan merasa tidak punya perlindungan. Padahal, pengusaha juga bagian penting dalam membangun ekonomi bangsa, dan mereka pun butuh rasa aman," ungkapnya.
Lebih lanjut, Anang menekankan pentingnya proteksi dari pemerintah terhadap produk-produk dalam negeri. Ia meyakini bahwa jika perputaran ekonomi domestik bisa dijaga dan ditingkatkan, maka hal tersebut akan berimbas langsung pada meningkatnya daya beli masyarakat. Sehingga pada akhirnya mendorong kesejahteraan yang lebih merata.
"Kalau kita bisa menjaga industri kita, otomatis produksi meningkat, tenaga kerja terserap, dan ekonomi berputar. Orang jadi punya uang, punya daya beli. Lebih baik kita beli baju buatan dalam negeri meskipun sedikit lebih mahal, daripada baju impor yang murah tapi ujung-ujungnya masyarakat kita sendiri tidak mampu beli karena tidak ada penghasilan," tuturnya.