Kadin: Tarif Resiprokal Indonesia-AS 19 Persen Sudah Kompetitif

4 hours ago 7

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sekaligus CEO Bakrie & Brothers, Anindya N Bakrie, menilai tarif perdagangan Indonesia saat ini sudah berada pada level kompetitif.

Namun, tantangan ke depan bukan lagi soal tarif, melainkan bagaimana memperkuat kemudahan berusaha dan kualitas infrastruktur agar investor merasa nyaman berbisnis di Indonesia.

“Bagi saya apa yang sudah ada dijalankan saja. Kenapa? 19 persen itu sudah kompetitif. Tapi kalau mau benar-benar kompetitif, kita juga mesti menguatkan ease of doing business, atau kemudahan berbisnis,” ujar Anindya kepada wartawan usai menghadiri acara Forbes Global CEO Conference, di The St. Regis Jakarta, Selasa (14/10/2025).

Ia menjelaskan, penguatan ease of doing business mencakup percepatan perizinan, kepastian hukum, serta penyediaan infrastruktur dasar seperti listrik, air, dan jalan. Menurutnya, faktor-faktor tersebut menjadi penentu utama bagi investor asing maupun domestik untuk memperluas usahanya.

“Kita mesti memikirkan dari perizinan dan lain-lain dan yang kedua dari sisi infrastrukturnya, listrik, air, jalan. Supaya mereka itu bukan hanya datang, tapi merasa nyaman,” kata Anindya.

Anindya menambahkan, kebijakan tarif yang sudah ada sebaiknya dijalankan secara konsisten sambil mendorong peningkatan kapasitas industri nasional. Kadin melihat, sektor seperti alas kaki, garmen, tekstil, elektronik, dan furnitur masih memiliki peluang ekspor besar, terutama setelah dibukanya akses perdagangan dengan Uni Eropa dan Kanada.

Selain itu, Kadin menilai reformasi regulasi dan birokrasi akan memperkuat daya saing Indonesia di tengah perubahan global yang menuntut efisiensi dan kecepatan adaptasi dalam rantai pasok internasional.

Negosiasi Tarif Amerika Serikat-Indonesia Ditargetkan Rampung Oktober 2025

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa perundingan tarif resiprokal antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) ditargetkan selesai pada Oktober 2025.

Airlangga mengatakan, proses ini disebut masih melalui tahapan pembahasan intensif antara kedua negara, terutama terkait penyusunan dasar hukum.

"Tarif AS masih dalam negosiasi, sehingga ini belum berlaku. Jadi kalau kita lihat data dari BPS, ekspor masih kuat," kata Airlangga saat ditemui di kantornya Kemenko Perekonomia, Jakarta, Rabu (1/10/2025).

Airlangga menuturkan, pembahasan yang kini berjalan sudah memasuki tahap legal drafting. Artinya, detail kesepakatan mengenai pengenaan tarif dan komoditas yang dikecualikan mulai dirumuskan secara formal.

"Legal drafting itu sesudah pembicaraan selesai, legal drafting. Nah sekarang kita lagi legal drafting. Harapannya tentu Oktober ini bisa diselesaikan," ujarnya.

Adapun salah satu poin penting dalam perundingan tersebut adalah upaya Indonesia agar sejumlah komoditas unggulannya terbebas dari tarif impor 19% yang diberlakukan AS. Komoditas seperti kelapa sawit, karet, dan kakao menjadi prioritas utama dalam negosiasi.

"Semua yang tanahnya dari Indonesia, seperti kelapa sawit, karet, kakao itu, hampir dipastikan bisa diberikan nol," katanya. 

Ekspor Indonesia Tetap Kuat

Meski terdapat perluasan tarif dari pihak AS, Airlangga optimistis kinerja ekspor Indonesia tidak terganggu secara signifikan. Ia mencontohkan, produk furnitur dan alat berat yang terkena dampak tarif tambahan, tetapi masih diminati oleh konsumen di pasar Amerika.

"Saat sekarang ekspor furniture kita masih berjalan, dan mereka ada pembatasan, tetapi mereka ada permintaan," ujarnya.

Dia menuturkan, daya saing produk Indonesia yang berbasis bahan baku lokal memberikan keunggulan tersendiri. Bahkan di tengah tekanan tarif, sejumlah sektor masih mampu menjaga performa ekspornya.

Kebijakan Tarif AS

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan baru dengan menaikkan tarif pada sejumlah produk kayu. Tarif tersebut mencakup 10% untuk impor kayu lunak dan papan kayu, serta 25% untuk produk olahan seperti lemari dapur, meja rias, dan furnitur berlapis kain.

Kebijakan ini mulai berlaku pada 14 Oktober, dengan rencana kenaikan tambahan yang dijadwalkan pada 1 Januari mendatang. Pemerintah AS beralasan, langkah ini ditujukan untuk melindungi manufaktur domestik.

Dasar hukum yang digunakan adalah Pasal 232 Undang-Undang Perluasan Perdagangan. Aturan tersebut memberi kewenangan kepada presiden untuk memberlakukan tarif dengan alasan menjaga keamanan nasional.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |