Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sekaligus CEO Bakrie & Brothers, Anindya N. Bakrie, menilai dunia usaha nasional perlu memperluas pasar dan meningkatkan nilai tambah produk untuk menghadapi tantangan bisnis global.
Ia menegaskan, pentingnya strategi ekspansi pasar ke negara-negara baru serta peningkatan investasi untuk mendorong daya saing Indonesia.
Menurut Anindya, perluasan pasar menjadi langkah strategis di tengah keterbatasan sumber daya alam dan ketergantungan pada komoditas tertentu. Indonesia, kata dia, memiliki potensi besar melalui keanggotaan di berbagai blok ekonomi dunia dan kekayaan mineral yang bisa diolah lebih jauh.
“Nomor satu kita harus memikirkan produk yang sama tetapi memperluas pasar. Kita berbicara sedikit tentang perluasan ke UE serta Kanada misalnya. Kita juga pergi ke pasar lain serta negara,” ujar Anindya dalam acara Forbes Global CEO Conference, di The St. Regis Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Anindya menambahkan Indonesia juga bergabung dengan BRICS yang merupakan kelompok negara yang cukup menarik yang tumbuh dari 10 menjadi 30 persen dari persentase PDB global hanya dalam 15 tahun dibandingkan dengan G7 yang meningkat dari 70 menjadi 40 persen dalam waktu yang sama.
Ia menambahkan, meski Indonesia mampu tumbuh rata-rata 5 persen dalam tiga dekade terakhir, masih banyak ruang untuk perbaikan, terutama dalam investasi dan kemudahan berbisnis.
Dia menuturkan, kolaborasi dengan investor global menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas nasional.
Kadin: Indonesia Punya Banyak Ruang untuk Tumbuh
“Kita banyak bicara tentang betapa bagusnya Indonesia. Namun, kita di sini sebagai salah satu dari 10 negara di ASEAN dan berada di peringkat ke-77 dalam hal praktik berbisnis. Jadi, kita punya banyak ruang untuk tumbuh. Itulah mengapa, saya pikir, dengan teman-teman di sini hari ini, Forbes melakukannya. Ini sangat berarti bagi kami karena kami membutuhkan investasi,” jelasnya.
Anindya menekankan, dengan kerja keras dan sinergi bersama mitra global, target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dapat dicapai. Indonesia, menurut dia, memiliki potensi besar di sektor energi terbarukan, sumber daya mineral, dan bonus demografi yang dapat menjadi pondasi menuju ekonomi yang lebih inklusif dan berdaya saing.
Bos Kadin Indonesia Bongkar Trik Supaya Pertumbuhan Ekonomi Tercapai 8%
Sebelumnya, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sekaligus CEO Bakrie & Brothers, Anindya N. Bakrie, menyatakan optimisme bahwa target pemerintah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen bukan hal yang mustahil.
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi besar dari sisi investasi, perdagangan, dan kekayaan sumber daya alam untuk mendorong percepatan pertumbuhan tersebut.
“Saya pikir itu sepenuhnya mungkin karena kita telah tumbuh lima persen dalam 30 tahun terakhir jadi kita perlu mendapatkan tambahan tiga persen itu dan saya pikir investasi dan perdagangan di situlah kita akan bisa mencapai dan Indonesia menekan,” ujar Anindya dalam acara Forbes Global CEO Conference, di The St. Regis Jakarta, Selasa (14/10/2025).
Ia menjelaskan, pemanfaatan sumber daya alam seperti mineral penting dan pengembangan energi terbarukan dapat menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Pemerintah sendiri telah menargetkan 75 gigawatt energi terbarukan dalam 15 tahun ke depan, yang diyakini akan menjadi penggerak baru ekonomi nasional.
Kadin: Pencapaian Pertumbuhan Ekonomi 8% Tak Instan
Anindya menekankan, pentingnya kolaborasi global dan adopsi teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), untuk mempercepat transformasi ekonomi. Menurut dia, Indonesia tak bisa berjalan sendiri dalam mencapai target tersebut mengingat tantangan besar dalam peningkatan keterampilan dan teknologi.
“Kita perlu seseorang untuk membantu kita dengan teknologi dan juga peningkatan yang sangat cepat. Dengan teknologi, banyak hal bisa menjadi mungkin. Saya pikir dengan intervensi AI, Indonesia bisa memiliki banyak kasus penggunaan untuk tujuan itu,” jelas Anindya.
Meski optimistis, ia menegaskan bahwa pencapaian target 8 persen tidak akan terjadi secara instan.
“Mungkin butuh waktu lima hingga sepuluh tahun untuk mencapainya. Tapi kita pernah mengalaminya sebelumnya, di tahun 90-an,” ujarnya.
Tantangan Bisnis
Terkait tantangan bisnis domestik, Anindya menilai pelaku usaha perlu memperluas pasar ekspor dan meningkatkan nilai tambah produk. Indonesia, kata dia, harus mengoptimalkan potensi mineral penting seperti nikel, bauksit, dan tembaga, sekaligus memperkuat posisi dalam rantai pasok global.
“Nomor satu kita harus mempertimbangkan produk yang sama tetapi memperluas pasar. Kita berbicara sedikit tentang perluasan ke UE serta Kanada misalnya. Kita juga pergi ke pasar lain serta negara. Kita bergabung dengan BRICS misalnya yang sebenarnya merupakan kelompok negara yang cukup menarik,” jelasnya.
Menurut Anindya, Indonesia perlu bekerja keras dalam meningkatkan investasi dan perdagangan agar bisa melampaui ketergantungan pada konsumsi domestik. Ia juga menyoroti pentingnya reformasi iklim bisnis, mengingat posisi Indonesia masih berada di peringkat ke-77 dalam hal kemudahan berusaha.
Dengan kombinasi kebijakan yang tepat, investasi strategis, serta kerja sama dengan mitra internasional, Anindya meyakini Indonesia dapat mengulang kisah sukses pertumbuhan pesat seperti era 1990-an—namun dengan dinamika ekonomi global yang lebih kompleks.