Liputan6.com, Jakarta - Saat Israel dan Iran saling serang pada hari keempat muncul kekhawatiran konflik akan menyebar ke salah satu wilayah penghasil minyak dan gas utama dunia.
Pasar saham awalnya bergejolak setelah serangan mendadak Israel pada Jumat lalu tetapi sejak itu telah stabil.
Mengutip Al Jazeera, Selasa (17/6/2025), Israel telah menyerang sektor bahan bakar fosil Iran pada Sabtu seiring media pemerintah Iran melaporkan kebakaran di ladang gas South Pars. Ini terjadi sehari setelah Israel menyerang beberapa komandan militer dan ilmuwan nuklir Iran serta merusak beberapa situs nuklirnya. Lebih dari 220 orang tewas dalam serangan Israel menurut otoritas Iran.
Iran menanggapi dengan serangkaian rudal balistik dan pesawat nirawak yang sebagian kecil berhasil menembus pertahanan Israel, menewaskan sedikitnya 24 orang.
Pada platform Truth Social miliknya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump memperingatkan Teheran kalau serangan yang sudah direncanakan berikutnya akan “lebih bergejolak lagi”. Ia juga menambahkan kalau Iran harus membuat kesepakatan mengenai program nuklirnya sebelum tidak ada yang tersisa.
Ketika konflik antara dua militer terkuat di Timur Tengah berputar ke arah perang besar-besaran pasar keuangan dan sektor penerbangan terpukul.
Analis mengamati harga minyak, dan investor beralik ke emas. Ahli mengingatkan perang besar-besaran dapat memperburuk keadaan, jauh lebih buruk.
Apa yang Terjadi dengan Harga Minyak?
Harga minyak Brent melonjak ke posisi USD 74,60 per barel pada Senin pagi, 16 Juni 2025.
Hal ini menandai peningkatan hampir 7% dari Kamis pekan lalu, sehari sebelum Israel melancarkan serangan mendadaknya.
Sebagian besar minyak dunia dan komoditas utama lainnya seperti gas alam melewati jalur laut yang sibuk di Timur Tengah, termasuk Selat Hormuz.
Selat itu, jalur sempit yang memisahkan Iran dari negara-negara Teluk, menghubungkan Laut Arab dengan Samudera Hindia.
Selat ini merupakan jalur bagi sepertiga pasokan minyak dunia yang diangkut melalui laut yang menyalurkan sekitar 21 juta barel setiap hari.
Pada titik tersempitnya, lebarnya 33 KM (21 mil). Jalur pelayaran di jalur air ini bahkan lebih sempit sehingga rentan terhadap serangan.
Konflik antara Israel dan Iran telah kembali menghidupkan pertanyaan yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu tentap apakah Tehederan akan menutup chokepoint maritim itu yang memicu kenaikan harga minyak.
Mengutip anggota parlemen konservatif utama Esmail Kosari, Kantor Berita Iran IRINN melaporkan Teheran sedang mempertimbangkan menutup selat itu karena konflik dengan Israel semakin meningkat.
Menurut Goldman Sachs, skenario terburuk yang melibatkan blockade di Selat Hormuz dapat mendorong harga minyak di atas USD 100 per barel.
Namun, selama perang Iran-Irak dari 1980-1988 di mana kedua negara itu menargetkan kapal-kapal komersial di Teluk Hormuz tidak pernah ditutup sepenuhnya.
Terlebih lagi, upaya memblokir Selat Hormuz mungkin akan menganggu ekspor Teheran terutama ke China sehingga mengurangi pendapatan yang berharga.
Analis TS Lombard, Hamzeh Al Gaaod menuturkan, dampak penutupan selat itu akan sangat parah bagi Teheran sendiri.
Apakah Tingkat Inflasi Global Terpengaruh?
Ketika harga minyak naik, biaya produksi juga ikut naik. Hal ini pada akhirnya dibebankan kepada konsumen, terutama untuk barang-barang yang membutuhkan banyak energi antara lain makanan, pakaian, dan bahan kimia.
Negara-negara pengimpor minyak di seluruh dunia dapat mengalami inflasi lebih tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat jika konflik terus berlanjut.
Ke depan, analis memperingatkan bank sentral akan menghadapi fleksibilitas kebijakan yang berkurang dalam upaya mengendalikan kenaikan harga.
"Para bankir sentral dari G7 saat ini dalam siklus pemotongan (suku bunga), dan karenanya akan khawatir tentang potensi guncangan harga energi,” ujar Al Gaaod kepada Al Jazeera.
Bank of England baru-baru ini memangkas suku bunga acuan menjadi 4,25% meskipun the Federal Reserve (the Fed) telah menunda pemotongan suku bunga menyusul tarif Trump yang diberlakukan pada hampir semua negara sejak ia kembali berkuasa pada Januari.
Bagaimana Pasar Merespons?
Wall street terpukul. Pada Jumat pekan lalu, indeks S&P dan Nasdaq masing-masing turun 1,1 dan 1,3%. Di Timur Tengah, indeks acuan EGX Mesir melemah 7,7% pada Minggu. Sedangkan Bursa Efek Tel Aviv turun 1,5%.
Saham-saham di Eropa juga ikut melemah seiring serangan Israel. DAX Jerman dan CAC 40 Prancis turun sedikit lebih dari 1,1% pada akhir pekan lalu. Sedangkan indeks FTSE 100 Inggris melemah 0,5% pada Jumat pekan ini.
Namun, beberapa saham perusahaan Inggris menguat. BAE Systems, kontraktor pertahanan naik hampir 3% pada Jumat pekan lalu mencerminkan kekhawatiran ketegangan dapat meningkat.
Di Amerika Serikat, harga saham pemasok militer termasuk Lockheed, Northrop Grumman dan RTX juga menguat.
Di sisi lain, saham perusahaan minyak BP dan Shell juga ditutup naik hampir 2% dan terakhir ditutup naik 1%.
Pada Jumat pekan lalu, harga emas juga diperdagangkan naik 1% menjadi USD 3.426 per ounce, mendekati rekor tertinggi di USD 3.500 yang dicapai pada April.
Pada Senin ini, investor mengurangi sebagian posisi risiko dengan harga minyak dan emas melemah, sedangkan harga saham menguat.
“Tampaknya pasaar mengantisipasi konflik akan tetap relatif terkendali. Yang terpenting, Iran belum menyerang aset militer AS di kawasan itu,” ujar Al Gaaod.
Apa Dampak Penutupan Wilayah Udara terhadap Sektor Penerbangan?
Beberapa maskapai telah menangguhkan atau membatalkan penerbangan di Timur Tengah, dan beberapa negara telah menutup wilayah udaranya.
Berikut adalah daftar beberapa penerbangan yang ditangguhkan dan dialihkan:
Emirates, maskapai terbesar di Timur Tengah, mengatakan telah menangguhkan penerbangan ke dan dari Irak, Yordania, Lebanon, dan Iran hingga 30 Juni dengan penerbangan ke Lebanon dihentikan hingga Minggu.
Etihad Airways telah membatalkan semua penerbangan antara Abu Dhabi dan Tel Aviv hingga Minggu. Maskapai penerbangan tersebut juga mengalihkan beberapa layanan lainnya dan telah menyarankan pelanggan untuk menunggu pembaruan mengenai status penerbangan mereka.
Qatar Airways telah membatalkan sementara penerbangan ke Iran, Irak, dan Suriah karena ketegangan yang sedang berlangsung dengan penumpang disarankan untuk memeriksa status penerbangan mereka sebelum bepergian.
Di tempat lain, kantor berita resmi Iran, IRNA, melaporkan otoritas penerbangan telah menutup wilayah udara negara itu hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Berdampak ke Sektor Pariwisata
Pada Jumat, Irak juga menutup wilayah udaranya dan menghentikan semua lalu lintas di bandaranya, demikian dilaporkan media pemerintah Irak. Irak Timur merupakan rumah bagi salah satu koridor udara tersibuk di dunia. Puluhan penerbangan melintasi wilayah itu setiap saat, terbang antara Eropa dan Teluk – banyak di antaranya dengan rute dari Asia ke Eropa.
Otoritas penerbangan sipil Yordania mengatakan telah menutup wilayah udara Yordania untuk sementara waktu “sebagai antisipasi bahaya apa pun yang diakibatkan oleh eskalasi yang terjadi di wilayah tersebut”.
Bagi Al Gaaod, "mungkin ada gangguan jangka pendek bagi pariwisata Timur Tengah tetapi hanya selama sekitar satu bulan. Saya menduga pariwisata akan bangkit kembali.”
Ia membuat prediksi serupa tentang pasar keuangan global: “Selama pemogokan tetap terkendali, saya pikir harga ekuitas akan terus pulih dari minggu lalu.”