Liputan6.com, Jakarta Angka backlog atau kondisi di mana jumlah rumah yang terbangun kurang dari jumlah rumah yang dibutuhkan masyarakat menjadi sorotan Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah.
Saat ini angka backlog perumahan masih mencapai 15 juta unit di seluruh Indonesia. Angka ini naik dari hasil survei sebelumnya di angka 9,9 juta. Menurut Fahri angka backlog ini bisa diperkecil dengan meningkatnya perkembangan properti syariah yang semakin diminati masyarakat.
"Hal ini dapat menjadi salah satu solusi dalam menjawab tantangan kebutuhan perumahan nasional," kata Fahri dalam acara yang diselenggarakan Asosiasi Properti Syariah Indonesia (APSI), dikutip, Minggu (17/8/2025).
Adapun APSI menyelenggarakan Pelatihan Pengembang Syariah Lanjutan, setelah sebelumnya melaksanakan Pelatihan Pengembang Syariah Dasar. Asosiasi Properti Syariah hadir dengan tagline “Tanpa Riba, Tanpa Gharar, Tanpa Zhalim” sebagai bentuk komitmen menghadirkan properti yang sehat secara syariah, kuat secara legalitas, dan berkualitas dari sisi fisik.
Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada para pengembang properti yang menerapkan skema syariah. Harapannya, para peserta tidak hanya mampu menjalankan bisnis sesuai prinsip syariah, tetapi juga memastikan kualitas properti yang dikembangkan baik dari sisi syariah maupun legalitas. Dengan demikian, properti yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sekaligus menjaga nilai-nilai syariah secara konsisten.
Melalui pelatihan ini, diharapkan para peserta memperoleh pemahaman mengenai perkembangan sektor properti terkini serta mampu memberikan kontribusi nyata bagi pertumbuhan dan kemajuan properti syariah di Indonesia.
Subsidi Tanah Lebih Efektif Dibanding Kredit, Harga Rumah Bisa Turun 50%
Sebelumnya, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah kembali menekankan pentingnya negara mengalokasikan subsidi untuk tanah, guna memangkas harga rumah, baik tapak maupun vertikal.
Fahri menegaskan, arah subsidi perumahan ke depan harus difokuskan pada tanah, bukan semata pada kredit perumahan.
"Elemen subsidi di seluruh dunia adalah tanah, bukan kredit. Dengan mengendalikan harga dan zonasi tanah, negara dapat memastikan pembangunan rumah sesuai kepentingan publik, bukan hanya orientasi keuntungan," tegasnya di Jakarta, Rabu (6/8/2025).
Ia juga menggarisbawahi pentingnya penyediaan hunian vertikal terjangkau, melalui konsolidasi lahan oleh negara dan skema sewa jangka panjang.
"Jika tanah dikelola negara dan rumah dijual dengan harga rendah atau bahkan digratiskan setelah lunas, maka harga rumah akan lebih terjangkau bagi masyarakat," jelasnya.
Adapun sebelumnya, Fahri telah mendorong pemberian subsidi tanah agar harga rumah tapak yang disalurkan melalui skema Public Service Obligation (PSO) bisa terpangkas hingga separuhnya.
Pangkas Harga Rumah hingga 50%
Melalui skema ini, Fahri mendorong pendekatan berbasis pasar, namun dengan dukungan negara berupa subsidi pada tanah.
"Kita akan mulai dari aset tanah negara, termasuk dari BUMN. Jika tanah disubsidi, harga rumah bisa turun hingga 50 persen untuk rumah tapak, bahkan bisa 20-40 persen untuk vertikal," kata dia beberapa waktu lalu.
Dalam konteks ini, ia juga mengusulkan reorientasi Perum Perumnas sebagai lembaga off-taker, mengadopsi pendekatan seperti Bulog di sektor pangan.
Backlog Perumahan Jadi Potensi Pasar
Menurut dia, kesenjangan antara jumlah rumah yang dibutuhkan dengan jumlah hunian tersedia, alias backlog rumah bisa jadi patokan pasar.
"Dengan backlog 15 juta keluarga, pasar perumahan rakyat itu sudah jelas. Tidak perlu lagi berpikir soal pemasaran, tinggal negara menyiapkan institusinya," imbuhnya.
Lebih lanjut, ia turut menegaskan, arah subsidi perumahan ke depan harus difokuskan pada tanah, bukan semata pada kredit perumahan.
"Elemen subsidi di seluruh dunia adalah tanah, bukan kredit. Dengan mengendalikan harga dan zonasi tanah, negara dapat memastikan pembangunan rumah sesuai kepentingan publik, bukan hanya orientasi keuntungan," tuturnya.