Liputan6.com, Jakarta - Indonesia berencana untuk melakukan ekspansi besar-besaran di sektor energi terbarukan pada 2040 . Utusan Khusus Presiden Untuk Energi dan Lingkungan, Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan bahwa perluasan tersebut salah satunya dengan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) berkapasitas 10 giga watt (GW).
Mengutip The Straits Times, Jumat (2/5/2025), Hashim Djojohadikusumo menyebutkan bahwa kontrak pengembangan PLTN itu akan diberikan dalam lima tahun ke depan.
"Banyak kontrak akan... dalam lima tahun ke depan... terutama (kontrak) nuklir karena waktu tunggunya lama," kata Hashim saat diwawancarai di New York, Amerika Serikat (AS).
Pada 2040, Hashim mengatakan, Indonesia berencana memiliki kapasitas listrik tambahan sebesar 103 GW, yang terdiri dari 75 GW dari tenaga surya, angin, panas bumi dan biomassa, 10 GW dari energi nuklir, dan sisanya 18 GW dari gas.
Dijelaskannya, Indonesia saat ini memiliki kapasitas daya listrik yang terpasang sekitar 90 GW, di mana lebih dari separuhnya berasal dari sumber batu bara. Sementara itu, energi terbarukan baru menyumbang kurang dari 15 GW dan Indonesia saat ini tidak memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir.
Ia menyebut, sudah ada beberapa perusahaan tenaga nuklir multinasional yang telah menunjukkan minat untuk ikut serta dalam pembangunan PLTN tersebut, seperti perusahaan nuklir negara milik Rusia Rosatom, China National Nuclear Corporation, Rolls Royce dari Inggris, EDF dari Prancis, serta perusahaan reaktor modular kecil asal AS, NuScale Power Corporation.
"Saya kira bisa saja mereka akan berinvestasi bersama dengan lembaga seperti Danantara," beber Hashim.
Belum Ada Keputusan Lokasi PLTN
Namun, saat ini belum ada keputusan terkait lokasi pembangunan pembangkit nuklir tersebut.
Seperti diketahui, lokasi PLTN sendiri merupakan isu sensitif bagi negara yang terletak di Cincin Api Pasifik, tempat berbagai lempeng pada kerak Bumi bertemu sehingga meningkatkan risiko gempa bumi dan aktivitas gunung berapi.
Meski demikian, Hashim menilai wilayah Barat Indonesia menjadi salah satu pilihan untuk PLTN tunggal yang mampu menghasilkan daya sekitar 1 GW.
Adapun wilayah Timur Indonesia yang dinilai cocok untuk menjadi lokasi PLTN modular kecil terapung yang mampu menghasilkan daya hingga 700 megawatt (MW).
"Pemerintah tidak ingin melakukan bunuh diri ekonomi. Tidak akan ada penghentian total energi fosil, tetapi akan ada pengurangan secara bertahap," pungkas Hashim.
3 Negara Mau Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Indonesia, Ini Daftarnya
Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Patijaya mengapresiasi proposal pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia yang diajukan oleh tiga negara, yakni Amerika Serikat (AS), Rusia, dan China. Proposal tersebut masih dalam tahap kajian pemerintah. Presiden Prabowo sendiri menargetkan Indonesia bisa segera membangun PLTN.
"Indonesia sedang membangun energinya dalam sektor energi baru dan terbarukan (EBT) dan nuklir merupakan salah satu pilihan yang termasuk dalam EBT," kata Bambang dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu, 12 Maret 2025.
Merespon itu, menurut Bambang Indonesia harus mengambil langkah-langkah untuk merealisasikan PLTN. Pertama , kita harus mempersiapkan kelembagaan seperti Instrumen Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO) atau Organisasi Pelaksana Program Energi Nuklir. NEPIO juga perlu mitra yang mampu memberikan pertimbangan dan masukan dalam pemilihan teknologi nuklir, dalam practice di dunia nuklir peran itu dinamakan Technical Support Organization (TSO). Sebagai info, Kementerian ESDM sebenarnya sudah merancang draf dari NEPIO ini," ujar dia, dikutip Rabu (12/3/2025).
Kedua, pemerintah juga harus mensosialisasikan dengan baik program itu sehingga masyarakat teredukasi dan percaya keamanan nuklir ini. "Meyakinkan keamanan nuklir saat ini , sama seperti ketika kita meyakinkan keamanan naik pesawat 50 tahun yang lalu. Seiring berjalan waktu dengan pengembangan tehnologi dan standar keamanan, masyarakat bisa merasa aman tehadap nuklir seperti ketika naik pesawat saat ini, ujarnya.
Indonesia, Bambang berpendapat, sudah relatif maju dalam regulasi dengan adanya UU kenukliran sejak tahun 1997 tentang ketenaganukliran. Dalam UU itu disebutkan bahwa Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sebagai lembaga yang menjalankan dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) sebagai pengawas.
"Problemnya sekarang, ketika BATAN dilebur ke BRIN, fungsi itu gagal dijalankan oleh BRIN ketika itu dulu masih di BATAN," tutur dia.
Kemampuan Bangun Reaktor Nuklir
"Soal keahlian, Indonesia pada dasarnya siap: kemampuan perekayasa Indonesia untuk membangun dan mengelola reaktor nuklir tidak diragukan, meski kita harus terus mengembangkan SDM di bidang kenukliran," ujarnya.
"Namun yang utama adalah kita butuh kepercayaan publik dan ini terkait dengan kemampuan kita mensosialisasikan nuklir itu sendiri hingga bagaimana mitigasi potensi problem nuklir yang selama ini jadi isu utama keraguan publik," ungkapnya.
Bambang menjelaskan, Kementerian ESDM sudah melakukan survei beberapa tapak seperti di Bangka Belitung yang merupakan peninggalan dari yang sebelumnya dikerjakan BATAN. Perlu juga dipertimbangkan aspek PLTN dalam sistem kelistrikan.
"Biaya investasi yang mahal dan karakternya yang base-load (dapat mengahasilkan listrik secara terus menerus tanpa bergantung cuaca) secara keekonomian akan lebih fisible pada demand yang tinggi," ujarnya.
Berdasarkan aspek keamanan, Bambang menekankan, PLTN generasi ketiga sudah lebih mengedepankan safety. "Begitu juga PLTN generasi keempat, mempunyai teknologi lebih canggih lagi," ujarnya.