Indonesia Bisa jadi Raja Industri Kerajinan Dunia

2 weeks ago 7

Liputan6.com, Jakarta Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menyatakan, Indonesia bisa menjadi pemimpin industri kreatif seperti mebel dan kerajinan dunia, dengan menerapkan transformasi bisnis yang mengubah mentalitas pengusaha sektor tersebut.

Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur dalam pernyataan di Jakarta, Kamis, menjelaskan Indonesia dikenal sebagai negara dengan warisan kriya yang melimpah dengan nilai ekspor pada 2024 menembus USD 3,5 miliar, namun masih jauh dibanding Vietnam yang di atas 17 miliar dolar AS.

Menurut dia, untuk memacu kontribusi sektor mebel dan kerajinan, mentalitas pengusaha di industri itu perlu diubah.

"Regulasi, biaya logistik, dan tarif yang tinggi memang hambatan nyata. Namun yang lebih mendasar adalah mentalitas internal industri kita sendiri," ujarnya pula.

Ia menyampaikan, terlalu banyak produsen yang hanya menyalin katalog pembeli atau meniru sesama pengusaha. Akibatnya, produk yang dibuat tidak memiliki identitas, dan pembeli di luar negeri hanya melihat Indonesia sebagai pabrik murah, bukan pusat kreativitas.

"Kita sendiri yang membuka ruang bagi buyer untuk menekan harga. Saling menjatuhkan dengan banting harga membuat industri hanya hidup dari margin tipis, pekerja tetap bergaji rendah, dan investasi jangka panjang diabaikan," katanya lagi.

Minim Kolaborasi

Selanjutnya, menurut dia pula, pengusaha industri mebel dan kerajinan domestik masih terjebak pada pemenuhan kuantitas, bukan kualitas, serta minimnya kolaborasi antarpengusaha.

"Kita masih sibuk dengan ego masing-masing, sehingga buyer internasional melihat Indonesia sebagai pasar supplier parsial, bukan brand kolektif," ujar dia.

Selain itu, ada pula faktor eksternal yang membebani kinerja industri ini, seperti pemberlakuan European Union Deforestation Regulation (EUDR) sebagai hambatan dagang bagi perusahaan besar yang melakukan ekspor ke Uni Eropa.

Oleh karena itu, guna memajukan industri mebel dan kerajinan domestik agar mendominasi pasar global, perlu mentalitas baru dari para pengusaha.

Mentalitas tersebut, antara lain orisinalitas dan inovasi, penguatan etika dagang, penguatan nilai tambah, serta memperkuat kolaborasi.

"Kita harus tampil sebagai pusat kreativitas dunia, dengan mebel dan kerajinan yang tidak hanya kuat secara produksi, tetapi juga bermakna, bernilai, dan dihargai," ujarnya pula.

Ekspor Mebel dan Kerajinan RI ke AS Terancam, Pengusaha Minta Ini ke Pemerintah

Menjelang diberlakukannya kebijakan tarif baru oleh Amerika Serikat pada 9 Juli 2025, Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menyerukan langkah strategis bersama pemerintah untuk memperjuangkan tarif preferensial bagi ekspor produk mebel dan kerajinan asal Indonesia.

Isu tarif ini telah dibahas secara intensif bersama Ketua Umum KADIN Indonesia, Anindya Bakrie, dan jajaran pengurus inti KADIN Pusat. KADIN menunjukkan komitmen tinggi terhadap penguatan daya saing ekspor nasional, dan HIMKI sepenuhnya mendukung upaya sinergis ini sebagai bagian dari perjuangan bersama dunia usaha.

Ekspor mebel dan kerajinan Indonesia ke pasar AS saat ini mencapai USD 1,33 miliar, atau sekitar 54% dari total ekspor sektor ini. Industri ini menyerap lebih dari 3 juta tenaga kerja—baik langsung maupun tidak langsung—dan memiliki potensi besar menjadi pusat produksi global, asalkan didukung oleh tarif ekspor yang kompetitif.

Peluang dan Risiko Tarif Ekspor Baru

Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur, menegaskan bahwa penetapan tarif yang lebih rendah dibanding negara pesaing seperti Vietnam dan Malaysia akan membuka peluang strategis bagi Indonesia.

“Dengan dukungan kebijakan tarif yang tepat, Indonesia bisa menarik investasi global, menciptakan 5 hingga 6 juta lapangan kerja baru—baik langsung maupun tidak langsung—dan meningkatkan ekspor mebel-kerajinan menjadi USD 6 miliar dalam lima tahun ke depan,” ujarnya dikutip Selasa (1/7/2025).

Sebaliknya, apabila tarif ekspor Indonesia lebih tinggi dari negara pesaing, akan terjadi penurunan permintaan yang signifikan dari para buyer. Hal ini berisiko menyebabkan kehilangan momentum pertumbuhan dan berkurangnya peluang untuk menjadikan Indonesia sebagai hub produksi dunia.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |