Hilirisasi DME Jadi Senjata Kurangi Impor LPG

8 hours ago 6

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti tingginya ketergantungan Indonesia terhadap impor LPG sangat tinggi.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan, konsumsi LPG nasional mencapai 8,6 juta ton per tahun, sementara kapasitas produksi dalam negeri baru sekitar 1,3 juta ton per tahun.

Kondisi tersebut membuat impor LPG Indonesia berada di kisaran 6,5 hingga 7 juta ton per tahun, sehingga menekan neraca perdagangan energi dan menambah beban subsidi negara.

"Impor kita sekarang untuk LPG, total konsumsi kita 8,6 juta ton per tahun. Kapasitas produksi kita hanya 1,3 juta ton per tahun. Impor kita kurang lebih sekitar 6,5 sampai 7 juta ton,” kata Bahlil dalam pembukaan Minerba Convex 2025, di Assembly Hall, Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta Pusat, Rabu (15/10/2025).

Menurut dia, langkah strategis diperlukan agar Indonesia tidak terus bergantung pada impor energi yang rawan terhadap gejolak harga global.

Program Hilirisasi Batu Bara Berkalori Rendah

Sebagai langkah konkret, pemerintah kini menyiapkan program hilirisasi batu bara berkalori rendah menjadi Dimethyl Ether (DME), yang bisa digunakan sebagai substitusi LPG.

Bahlil menjelaskan, inisiatif ini tidak hanya untuk mengurangi impor, tapi juga membuka peluang investasi baru di sektor energi alternatif.

"Sementara gas kita, itu untuk bahan baku LPG,itu tidak banyak. Maka kita akan kelola untuk mendorong hilirisasi lewat DME, batu bara low-calorie,” ujarnya.

DME Dukung Transisi Energi Berkelanjutan

Selain itu, proyek DME juga akan mendukung kebijakan transisi energi yang lebih berkelanjutan, sekaligus menjaga daya beli masyarakat dari potensi kenaikan harga LPG impor.

"Dan ke depan batu bara ini tidak hanya dipakai untuk bahan bakar daripada smelter atau power plant, tapi juga menjadi substitusi untuk membangun DME,” pungkasnya.

Investasi Rp 1 Triliun Hilirisasi Migas Beri Nilai Tambah Ekonomi

Sebelumnya, rencana pengalihan impor migas senilai USD 15 miliar atau sekitar Rp 240 triliun ke Amerika Serikat (AS) kembali menegaskan mengenai peran penting industri hulu migas bagi Indonesia. Bahkan keberhasilan Indonesia dalam negosiasi penurunan tarif resiprokal Presiden Trump dari 32 % menjadi 19 % juga utamanya karena Indonesia berkomitmen untuk mengimpor migas dari AS dengan nilai yang cukup besar.

Kecenderungan meningkatnya impor minyak Indonesia juga akan dapat dikurangi jika cadangan dan produksi minyak nasional dapat ditingkatkan.

Impor minyak Indonesia tercatat meningkat dari kisaran 400 ribu barel per hari pada 2010 menjadi sekitar 1 juta barel per hari pada 2024. Selama periode tersebut konsumsi minyak Indonesia meningkat signifikan, sementara produksinya cenderung menurun.

Hilirisasi Migas

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute mengatakan, kinerja industri hulu migas nasional juga memiliki peran strategis dalam meningkatkan manfaat ekonomi kebijakan hilirisasi migas.

“Pelaksanaan hilirisasi migas tanpa memperhatikan industri hulu migas nasional akan kehilangan esensinya. Hilirisasi migas akan menjadi relevan jika terdapat keberadaan industri hulu migas,” kata dia, Rabu (23/7/2025).

Komaidi bilang, kajian ReforMiner menemukan, investasi sebesar Rp 1 triliun untuk hilirisasi migas pada industri petrokimia akan menghasilkan nilai tambah ekonomi sekitar Rp 12,81 triliun jika memanfaatkan hasil produksi migas dari dalam negeri. Akan tetapi jika hilirisasi menggunakan produk migas impor, nilai tambah ekonomi yang dapat dihasilkan akan turun menjadi hanya sekitar Rp 7,53 triliun.

Ia mengatakan, di tengah peran pentingnya tersebut, industri hulu migas nasional dihadapkan pada sejumlah tantangan dan kendala yang berdampak terhadap kecenderungan menurunnya cadangan dan produksi migas nasional.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |