Liputan6.com, Jakarta - Harga emas dunia menutup pekan perdagangan dengan performa yang sangat mengesankan, bahkan sempat menyentuh level psikologis USD 4.300 per troy ounce. Capaian ini menempatkan logam mulia tersebut pada salah satu titik tertinggi sepanjang sejarah perdagangannya.
Pendorong utama di balik reli bullish yang kuat ini adalah ekspektasi yang terus menguat mengenai potensi lanjutan pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).
Selama sembilan pekan berturut-turut, harga emas telah mencatat kenaikan signifikan, menguat lebih dari 5% hanya dalam sepekan terakhir. Momentum ini diperkuat oleh pandangan pasar bahwa The Fed akan mengadopsi kebijakan moneter yang lebih longgar (dovish), seiring dengan data inflasi AS yang menunjukkan penurunan dan pertumbuhan sektor tenaga kerja yang melemah.
Menanggapi pandangan pasar ini, Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa pihaknya kini akan lebih berhati-hati dan siap menyesuaikan kebijakan "pertemuan demi pertemuan" berdasarkan data terbaru. Nada hati-hati Powell ini semakin memperkuat pandangan bahwa siklus pelonggaran moneter masih berlanjut, menjadi faktor penopang kuat bagi harga emas di tengah ketidakpastian global.
Namun, memasuki awal pekan baru, ada indikasi munculnya koreksi teknikal jangka pendek. Hal ini sejalan dengan peningkatan sentimen risk-on di pasar global, yang mendorong pergeseran sementara dari aset safe-haven seperti emas ke aset yang lebih berisiko.
Analisis Teknikal Emas: USD 4.186 Jadi Batas Kunci Penentu Arah
Meski ada tekanan jual moderat, Analis Dupoin Futures Indonesia, Wisnu Dewojati, meyakini pergerakan harga emas saat ini masih mendapat dukungan kuat dari tren naik yang solid.
“Secara teknikal, harga emas masih menunjukkan bias bullish yang sehat dengan peluang penguatan menuju area krusial di USD 4.350,” jelas Wisnu.
Secara teknikal, grafik harian emas masih menampilkan pola higher high – higher low, sebuah sinyal bahwa dominasi tren naik emas belum berakhir. Menurut Wisnu, pola pergerakan harga saat ini berada dekat area Fibonacci retracement 23,6%, yang berfungsi sebagai batas penting bagi potensi konsolidasi jangka pendek.
“Apabila terjadi koreksi ringan, area $4.186 bisa menjadi titik kunci penentu arah tren berikutnya," tambah Wisnu
Selama harga tetap bergerak di atas level USD 4.186, peluang penguatan lanjutan menuju USD 4.350 hingga USD 4.375 masih terbuka lebar. Namun, jika terjadi penembusan ke bawah level kunci tersebut, koreksi yang lebih dalam menuju USD 4.100 – USD 4.050 bisa terjadi dalam jangka pendek.
Oleh karena itu, level USD 4.186 menjadi batas kritis yang harus diwaspadai pelaku pasar.
Dinamika Geopolitik dan Peluang Re-Entry Bagi Investor Emas
Di samping kebijakan The Fed, dinamika geopolitik juga memainkan peran signifikan sebagai penggerak fundamental harga emas. Harga sempat mencetak All Time High di atas USD 4.375, namun tekanan jual moderat muncul setelah pernyataan Presiden AS Donald Trump.
Dalam wawancara, Trump mengisyaratkan potensi pelonggaran hubungan dagang dengan Tiongkok, menegaskan bahwa tarif tinggi terhadap produk impor Tiongkok "tidak akan berkelanjutan," dan mengonfirmasi rencana pertemuannya dengan Presiden Xi Jinping. Komentar tersebut memicu peningkatan sentimen positif di pasar saham dan mendorong pergeseran risk-off sementara dari emas.
Namun, koreksi ini dipandang sebagai fase normal dalam tren naik yang solid. Menurut Wisnu Dewojati, “Fase koreksi saat ini sebaiknya tidak dianggap sebagai pembalikan arah tren, melainkan sebagai kesempatan re-entry bagi pelaku pasar yang menunggu momentum beli.”
Kombinasi antara ekspektasi pelonggaran suku bunga yang dovish, ketidakpastian geopolitik yang mendasar, dan tren teknikal yang masih bullish diperkirakan akan menjaga harga emas tetap kuat dalam jangka menengah.
Investor disarankan untuk mengantisipasi potensi volatilitas menjelang rilis data ekonomi AS dan pembaruan arah kebijakan The Fed yang akan sangat menentukan langkah emas selanjutnya.