Liputan6.com, Jakarta - Harga emas menguat pada perdagangan Rabu, 13 Agustus 2025. Kenaikan harga emas dipicu dolar Amerika Serikat (AS) yang melemah dan penurunan imbal hasil obligasi pemerintah AS.
Hal itu lantaran data inflasi AS yang melemah memperkuat harapan penurunan suku bunga the Federal Reserve (the Fed) pada September. Selain itu, harapan penurunan suku bunga the Fed itu juga mendorong kenaikan taruhan pelonggaran kebijakan moneter tambahan pada akhir 2025.
Mengutip CNBC, Kamis (14/8/2025), harga emas spot naik 0,4% menjadi USD 3.357,59 per ounce. Harga emas berjangka Amerika Serikat (AS) untuk pengiriman Desember naik 0,3% menjadi USD 3.408,50.
Indeks dolar mencapai level terendah dalam lebih dari dua minggu, membuat emas batangan lebih murah bagi pembeli luar negeri, sementara imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun sedikit menurun.
"Emas menguat di tengah meningkatnya ekspektasi penurunan suku bunga The Fed pada September, menyusul data IHK yang lemah dan data penggajian non-pertanian bulan Juli yang lemah," kata Analis Senior Tradu.com, Nikos Tzabouras.
Pasar memperkirakan peluang 97% pemangkasan suku bunga The Fed pada September setelah data inflasi Juli yang moderat mengisyaratkan dampak terbatas dari tarif impor besar-besaran Presiden AS Donald Trump, menyusul data ketenagakerjaan yang lemah awal bulan ini, memperkuat spekulasi setidaknya satu pemangkasan lagi.
Investor kini menantikan indikator-indikator AS lainnya minggu ini, termasuk indeks harga produsen, klaim pengangguran mingguan, dan penjualan ritel.
Sentimen Geopolitik
Di sisi geopolitik, para pemimpin Eropa dan Ukraina dijadwalkan berunding dengan Trump menjelang pertemuannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, sementara Washington dan Beijing memperpanjang gencatan senjata tarif mereka selama 90 hari.
"Jika emas menembus resistance baru-baru ini di sekitar USD 3.400, kemungkinan besar akan lebih didorong oleh perkembangan geopolitik daripada data ekonomi,” ujar analis pasar di City Index dan FOREX.com, Fawad Razaqzada.
"Meskipun saya mempertahankan pandangan jangka panjang yang bullish terhadap emas, pandangan saya untuk sisa tahun ini lebih hati-hati. Harga mungkin akan terus berkonsolidasi atau mengalami koreksi kecil dalam beberapa bulan mendatang seiring reli agresif pasar ekuitas,” ia menambahkan.
Emas, yang merupakan aset berharga di masa-masa sulit ekonomi atau geopolitik, cenderung diuntungkan oleh suku bunga rendah.
Sementara itu, harga perak spot naik 1,6% menjadi USD 38,48 per ounce, platinum turun 0,1% menjadi USD 1.335,19, dan paladium naik 0,1% menjadi USD 1.129,89.
Sempat Naik, Tekanan Bearish Harga Emas Dunia Masih Besar
Sebelumnya, harga emas dunia bergerak menguat tipis pada perdagangan Selasa (12/8/2025) kemarin, mencatat kenaikan 0,20% setelah rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) untuk Juli. Kenaikan ini terjadi di tengah dukungan sentimen dari pernyataan Presiden AS Donald Trump yang kembali menekan independensi Federal Reserve (The Fed).
Analis Dupoin Futures Indonesia Andy Nugraha menjelaskan, meskipun mengalami kenaikan, tren bearish pada harga emas dunia justru semakin menguat. Kombinasi pola candlestick dan indikator Moving Average yang terbentuk saat ini menandakan tekanan jual masih dominan.
"Untuk proyeksi pergerakan untuk hari ini, jika tekanan bearish berlanjut, harga emas berpotensi turun hingga ke level support di USD 3.332. Namun, jika harga gagal menembus support tersebut dan mengalami koreksi, peluang kenaikan terdekat terbuka menuju level resistance di USD 3.365," jelas dia dalam keterangan tertulis, Rabu (13/8/2025).
Pada perdagangan sesi Asia Rabu pagi, harga emas sempat menguat mendekati level USD 3.350 setelah rebound dari titik terendah berhari-hari di sekitar USD 3.330. Penguatan ini didorong oleh meningkatnya ekspektasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga pada pertemuan September mendatang.
Para pelaku pasar kini juga memproyeksikan peluang penurunan suku bunga lanjutan pada Oktober sebesar 67%, naik dari 55% sehari sebelumnya, berdasarkan data FedWatch CME.
Inflasi AS
Rilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) AS yang sesuai ekspektasi turut memengaruhi pergerakan harga. IHK tahunan bulan Juli naik 2,7%, sementara IHK inti tahunan meningkat 3,1%, melampaui perkiraan pasar 3%. Pada basis bulanan, kedua data ini juga mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi dari estimasi, masing-masing sebesar 0,2% untuk IHK dan 0,3% untuk IHK inti.
Kenaikan ini memunculkan spekulasi bahwa tekanan inflasi di AS masih cukup kuat, namun The Fed bisa saja mengambil langkah pelonggaran moneter untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
Suku bunga yang lebih rendah umumnya menjadi katalis positif bagi emas, karena mengurangi biaya peluang untuk memegang aset yang tidak memberikan imbal hasil seperti logam mulia.
Namun, faktor fundamental lain juga membatasi ruang kenaikan. Kemajuan di bidang perdagangan antara AS dan Tiongkok setelah Donald Trump sepakat menunda penerapan tarif besar selama 90 hari telah meredakan kekhawatiran geopolitik yang biasanya mendorong permintaan emas sebagai aset safe-haven.
Tekanan dalam Jangka Pendek
Dari sisi komentar pejabat The Fed, Thomas Barkin dari The Richmond menilai kebijakan saat ini berada pada posisi yang tepat, meskipun bank sentral tetap menghadapi tantangan dari sisi inflasi dan pengangguran.
Sementara itu, Jeffrey Schmid dari The Fed Kansas City menyatakan sikap kebijakan yang sedikit ketat masih relevan, dengan pendekatan yang sabar terhadap perubahan suku bunga.
Secara keseluruhan, Andy Nugraha menilai bahwa meskipun emas sempat rebound di awal pekan, tren jangka pendek masih berada di bawah tekanan bearish. Momentum penguatan berpeluang membawa harga menguji level berikutnya, namun jika gagal bertahan, tekanan jual berpotensi kembali mendominasi.