Liputan6.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia menyatakan sebanyak 100 ribu ton konsentrat tembaga tidak bisa diproses akibat penundaan startup fasilitas smelter di PT Smelting, Gresik, Jawa Timur.
“Penundaan startup ini diperkirakan mengakibatkan sekitar 100 ribu ton konsentrat tembaga tidak dapat diproses,” ujar VP Corporate Communications PT Freeport Indonesia, Katri Krisnati, dikutip dari Antara, Kamis (21/8/2025).
Katri menjelaskan, kapasitas pemurnian konsentrat di smelter PT Smelting mencapai 1,3 juta ton per tahun. Namun, adanya perbaikan pada pabrik oksigen membuat fasilitas smelter yang baru saja selesai perawatan selama sebulan itu belum bisa beroperasi penuh.
“Kami sedang melakukan analisis mendalam terhadap dampak penundaan ini terhadap operasi produksi upstream PT Freeport Indonesia,” tambahnya.
Pernyataan tersebut muncul setelah Freeport McMoRan Inc dikabarkan menjual bijih tembaga akibat gangguan pada fasilitas pemrosesan di Indonesia. Gangguan ini terkait dengan insiden di pabrik oksigen PT Smelting, yang berbeda dengan kebakaran unit asam sulfat pada Oktober 2024 di Smelter Manyar, Gresik.
Saat insiden kebakaran itu, pemerintah memberikan relaksasi izin ekspor konsentrat tembaga Freeport yang awalnya berakhir Desember 2024 menjadi pertengahan 2025. Relaksasi diberikan setelah investigasi menyatakan kebakaran tersebut terjadi karena kejadian kahar (force majeure), bukan kesalahan pekerja.
Produksi Perdana Katoda Tembaga Dimulai, Smelter Freeport Jadi Model Hilirisasi
Sebelumnya diberitakan, PT Freeport Indonesia (PTFI) resmi memulai produksi perdana katoda tembaga dari smelter Manyar di Gresik, dengan kapasitas produksi tahunan mencapai 441.000 ton. Ini menandai tonggak penting dalam agenda hilirisasi mineral nasional, sekaligus menjadi bukti nyata bahwa pembangunan industri bisa dirancang dengan pendekatan yang pro-rakyat.
Menurut laporan akhir riset Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) bertajuk "Membangun Kemitraan antara Masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Perusahaan untuk Optimalisasi Manfaat Hilirisasi" (2024), proyek ini dinilai berhasil melibatkan masyarakat sejak tahap awal pembangunan.
Salah satu bentuk kolaborasi tersebut adalah forum “Rembuk Akur”, yang membuka akses kerja bagi warga dari sembilan desa di sekitar kawasan industri (Ring 1).
Tak hanya tenaga kerja, kehadiran smelter Manyar juga mendorong pelibatan pelaku usaha lokal, khususnya UMKM. Mereka berkontribusi bukan hanya sebagai penyedia jasa katering dan logistik, tetapi juga melalui pengembangan sentra IKM seperti Songkok Kemuteran dan Mesin Logam Pelemwatu Menganti.
Model Hexahelix
“Dengan kemitraan strategis, pelaku UMKM dapat mengambil peran lebih besar dalam rantai pasok industri, yang pada akhirnya memperkuat ekosistem ekonomi lokal,” ungkap peneliti utama laporan FEB UB Hendi Subandi dalam keterangan tertulis, Rabu (23/7/2025).
Pendekatan kolaboratif ini dikenal sebagai model hexahelix, yang melibatkan enam unsur utama: perusahaan, pemerintah daerah, masyarakat, akademisi, media, dan NGO. Riset FEB UB menilai model ini penting agar manfaat hilirisasi tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga berdampak sosial secara jangka panjang.
“Dengan melibatkan berbagai aktor dalam model kemitraan hexahelix, hilirisasi dapat menciptakan ekosistem yang inklusif dan berkelanjutan, memberikan dampak positif yang nyata bagi masyarakat lokal,” lanjut Hendi.
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah
Hal serupa juga ditegaskan dalam riset Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) bertajuk "Kajian Dampak Hilirisasi Industri Tambang terhadap Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan". Studi ini menyoroti bahwa di daerah seperti Gresik, hilirisasi telah berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat — mulai dari rata-rata lama sekolah, usia harapan hidup, hingga penurunan angka stunting.
Menurut FEB UI, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor industri memungkinkan daerah meningkatkan belanja publik untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar lainnya.
“Dengan pendapatan daerah yang meningkat, daerah-daerah hilirisasi kini memiliki kapasitas fiskal yang lebih baik untuk membiayai layanan dasar. Ini menunjukkan bahwa manfaat hilirisasi bisa langsung dirasakan oleh masyarakat,” ujar Nur Kholis, Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FEB UI.