Ekonomi China Tumbuh 4,8% hingga September 2025

4 hours ago 7

Liputan6.com, Jakarta - China meraih pertumbuhan ekonomi 4,8% pada kuartal ketiga 2025 dari periode sama tahun sebelumnya. Perlambatan ekonomi China ini masih sejalan dengan harapan analis di tengah sektor real estate yang merosot.

Mengutip CNBC, Senin (20/10/2025), investasi aset tetap termasuk real estate alami kontraksi 0,5% hingga September 2025. Hal ini seiring belanja infrastruktur dan manufaktur yang melambat. Analis yang disurvei oleh Reuters prediksi pertumbuhan 0,1%.

Investasi properti merosot. Investasi itu turun 13,9% hingga September, dibandingkan Agustus mencapai 12,9%.

“Aset investasi tetap turun jarang dan menjadi alarm,” ujar Presiden dan Ekonom Pinpoint Asset Management, Zhiwei Zhang.

Ia memperingatkan pertumbuhan ekonomi China pada kuartal IV akan tertekan. Terakhir kali China mencatat kontraksi di aset investasi tetap pada 2020 selama pandemi COVID-19, berdasarkan data Wind Information.

“Pelemahan di investasi real estate mungkin bertahan untuk jangka waktu panjang dari sebelumnya,” ujar Profesor CUHK Business School.

Ia menambahkan, hal ini merepresentasikan restrukturisasi struktural. Bruce Pang juga menilai kemungkinan investasi akan tidak pernah kembali pada level sebelumnya.

"Dalam konteksi ini, China mempertimbangkan bagaimana mengatur investasi dari sektor lainnya untuk mengisi gap investasi,” kata dia.

Selain itu, produksi industri bertambah 6,5% pada September, di atas harapan dengan kenaikan 5% dan 5,2% dari pertumbuhan sebelumnya.

Tidak termasuk properti, investasi aset tetap untuk tiga kuartal naik 3%, turun dari Agustus sebesar 4,2%, berdasarkan data resmi.

Investasi Sektor Swasta

Investasi sektor swasta di luar sektor properti naik 2,1% sepanjang tahun hingga September juga melambat dari 3% yang tercatat pada Agustus.

"Lemahnya belanja investasi, terutama oleh sektor swasta, mencerminkan kurangnya kepercayaan terhadap prospek pertumbuhan ekonomi serta kebijakan pemerintah yang dapat mendukung pertumbuhan,” ujar Profesor Ekonomi Cornell University, Eswar Prasad.

Belanja Konsumen yang Moderat

Penjualan ritel naik 3% pada September dibandingkan tahun lalu, sesuai dengan proyeksi analis. Sebagai tanda memudarnya dukungan dari program subsidi barang konsumsi China, penjualan peralatan rumah tangga naik tipis 3,3% pada September, dibandingkan lonjakan 25,3% pada tiga kuartal pertama 2025.

"Saya rasa kita tidak dapat merangsang permintaan domestik tanpa menstabilkan pasar perumahan terlebih dahulu,” ujar Eurasia Group Dan Wang.

Ketahanan Ekspor China

Biro Statistik China menyatakan penghasilan yang dapat dibelanjakan penduduk perkotaan naik 4,5% dalam tiga kuartal pertama 2025 setelah disesuaikan dengan perubahan harga. Sementara itu, penduduk pedesaan mengalami kenaikan 6%.

Tingkat pengangguran perkotaan turun menjadi 5,2% pada September dari 5,3% pada bulan sebelumnya.

Namun, penjualan ritel melambat dari pertumbuhan tahunan 3,4% pada Agustus. Sementara itu, Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal ketiga melambat dari pertumbuhan 5,2% pada kuartal sebelumnya.

Adapun data resmi pada September juga menunjukkan ketahanan ekspor China yang berkelanjutan meski terjadi ketegangan dengan Amerika Serikat (AS).

Indeks harga konsumen inti yang tidak termasuk makanan dan energi, naik pada laju tercepatnya sejak Februari 2024. Namun, inflasi umum turun 0,3%, meleset dari ekspektasi karena tekanan deflasi yang terus berlanjut.

Sebelumnya pada Senin, China mempertahankan suku bunga acuan selama enam bulan berturut-turut, sesuai dengan harapan. Hal ini seiring suku bunga acuan pinjaman satu tahun di 3% dan suku bunga lima tahun di 3,5%.

Pertemuan Pemimpin Tertinggi China

Para pemimpin tertinggi China bertemu dari Senin hingga Kamis untuk membahas kebijakan dan tujuan pembangunan lima tahun ke depan.

China telah berupaya mengalihkan ekonomi ke arah konsumsi domestik untuk pertumbuhan, sembari mengembangkan teknologi lokal di tengah meningkatnya pembatasan Amerika Serikat (AS).

“China harus meningkatkan upayanya di bidang teknologi, tetapi kami juga sangat yakin bahwa apa yang disebut ekonomi lama akan tetap menjadi tulang punggung perekonomian di masa mendatang,” tutur Ekonom China Nomura, Ting Lu, dalam sebuah catatan pekan lalu.

“Beijing harus membereskan kekacauan sektor properti pada 2026-2030 karena beberapa alasan.”

Ia mencatat, real estat tetap menempati posisi kedua setelah ekspor dalam hal kontribusi terhadap PDB China, sementara sekitar setengah dari kekayaan rumah tangga berada di sektor properti, dan sektor ini masih menyumbang sekitar 18% dari pendapatan pemerintah daerah.

“Investasi berlebihan dalam industri baru seperti kendaraan listrik “telah menjadi kontraproduktif,” ujar Lu.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |