Liputan6.com, Jakarta - Ekonom dari Univesitas Andalas, Syafruddin Karimi menilai batas defisit fiskal harus menjadi perhatian utama dari Menteri Keuangan (menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa. Terutama dalam hal penyesuaian belanja pemerintah.
Aspek fiskal ini disebut-sebut sebagai koridor teranyar yang harus ditangani oleh Purbaya. Meski, mantan bos Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu telah memiliki cukup panjang pengalaman.
"Yang paling mendesak (untuk dibenahi) adalah kredibilitas komunikasi fiskal: tetapkan kembali jangkar yang mudah diverifikasi—defisit di bawah 3% PDB—lengkap dengan jalur penyesuaian jika realisasi meleset," ungkap Syafruddin saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (9/9/2025).
Dia mengatakan, Purbaya bisa meramu cara untuk menstabilkan ekspektasi, menurunkan volatilitas rupiah hingga menahan melebarnya imbah hasil surat berharga negara (SBN). Caranya bisa dengan merilis kerangka fiskal menengah yang konsisten, serta pembatasan belanja baru pemerintah.
"Di saat pasar sensitif, satu halaman narasi fiskal yang rapi sering lebih kuat daripada seribu presentasi; keputusan teknis yang transparan akan mengunci kembali kepercayaan yang sempat goyah," tegas dia.
Purbaya juga diminta untuk segera bisa meyakinkan investor setelah resmi ditunjuk sebagai Menteri Keuangan menggantikan Sri Mulyani Indrawati.
PR Buat Purbaya
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa punya pekerjaan rumah (PR) untuk bisa meyakinkan investor hingga menjaga pertumbuhan ekonomi nasional. Anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah dinilai jadi satu alarm pascapelantikan Purbaya menggantikan Sri Mulyani.
Ekonom dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi menyebut tantangan utama yang dihadapi oleh Purbaya adalah memulihkan keyakinan investor. Pada saat yang sama perlu menyelaraskan agenda pertumbuhan ekonomi yang cukup ambisius dengan aturan fiskal dan realitas penerimaan.
"Purbaya perlu menunjukkan bagaimana program besar Presiden, dari bantuan pangan hingga belanja prioritas lain, dibiayai tanpa menggerus disiplin anggaran dan tanpa menekan independensi kebijakan moneter," kata Syafruddin saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (9/9/2025).
Transparansi Makro
Dia memandang Purbaya perlu melakukan transparansi asumsi makro, profiling risiko utang hingha pengendalian belanja yang kurang berdampak. "Pasar menilai sukses awal bukan dari retorika, melainkan dari arsitektur kebijakan yang menjaga kredibilitas fiskal sekaligus mendukung akselerasi ekonomi," tegasnya.
Ada beberapa aspek yang perlu dijaga, yakni daya beli masyarakat, keberlangsungan program sosial hingga keberpihakan pada pelayanan publik dasar.
"Pasar meminta sinyal yang tegas bahwa disiplin fiskal tetap berlaku, koordinasi dengan BI terjaga, serta rencana pembiayaan program prioritas tidak mengoyak kredibilitas anggaran," ucap dia.
IHSG dan Nilai Tukar Anjlok Jadi Alarm
Syafruddin turut melihat fenomena anjloknya IHSG pascapelantikan Purbaya menggantikan Sri Mulyani, termasuk nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang melemah. Keduanya dinilai jadi pertanda agar Purbaya mengambil langkah strategis.
"Reaksi awal—rupiah dan IHSG sempat melemah saat pengumuman—menjadi alarm agar Purbaya bergerak cepat dengan panduan kebijakan yang jelas, termasuk komitmen terhadap batas defisit 3% PDB yang selama ini menjadi jangkar kepercayaan," tutur dia.
"Janji pro-pertumbuhan perlu disertai peta jalan fiskal yang terukur agar optimisme tidak berbalik menjadi premi risiko," imbuh Syafruddin.