Efisiensi Anggaran Solusi Jitu Jaga Fiskal? Ini Jawaban Ekonom

5 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan kembali melakukan penghematan anggaran belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) pada tahun 2026. Dalam efisiensi anggaran tersebut akan dihemat 15 item belanja K/L.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, mempertanyakan manfaat dari efisiensi anggaran tersebut.

"Pertanyaan mendasarnya, apakah efisiensi belanja, yang kini diatur lebih ketat, merupakan solusi terbaik untuk menjaga keberlanjutan fiskal, atau justru mencerminkan tekanan fiskal yang kian nyata?," kata Achmad dalam keterangannya, Kamis (14/8/2025).

Ia memahami PMK 56/2025 ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hadir dalam konteks perlunya menjaga kesinambungan fiskal dan efektivitas penggunaan anggaran negara.

Namun, rumusan masalah yang timbul adalah bagaimana memastikan efisiensi tersebut tidak sekadar menjadi pemangkasan administratif, melainkan benar-benar menghasilkan APBN yang lebih sehat tanpa mengorbankan kualitas layanan publik, pembangunan daerah, serta perlindungan kelompok rentan.

Di sinilah letak tantangan kebijakan dalam menyeimbangkan pemotongan belanja dengan kebutuhan pembangunan dan pelayanan.

Pos Belanja yang Dihemat

Efisiensi dalam APBN, melalui PMK 56/2025, sejatinya adalah upaya negara bersikap seperti kepala keluarga bijak hanya memangkas belanja pendukung seperti alat tulis, seminar, perjalanan dinas, hingga sewa gedung tanpa mengorbankan kebutuhan primer berupa gaji pegawai, dan layanan publik dasar.

PMK 56/2025 mengatur efisiensi dalam dua kelompok besar yakni belanja Kementerian/Lembaga (K/L) dan Transfer ke Daerah (TKD). Total ada 15 pos belanja yang menjadi target pemangkasan, dari alat tulis kantor, kegiatan seremonial, seminar, kajian, pelatihan, honor kegiatan, percetakan, sewa, lisensi, jasa konsultan, bantuan pemerintah, pemeliharaan, perjalanan dinas, peralatan, hingga infrastruktur.

"Target penghematan berasal dari berbagai sumber anggaran (Rupiah Murni, PNBP, pinjaman/hibah, SBSN), dan hasil efisiensi diprioritaskan untuk program presiden. Jika dana tidak terserap, dana tersebut dipindahkan ke Sub Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara," ujarnya.

Pemakaian Alokasi Anggaran

Dalam konteks pemanfaatan hasil efisiensi, perlu ditekankan bahwa alokasi dana sebaiknya tidak diarahkan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG), melainkan lebih diprioritaskan kepada sektor-sektor yang mampu menciptakan lapangan kerja baru dan menahan laju pemutusan hubungan kerja (PHK).

Data BPS menunjukkan pada semester pertama 2025, tingkat pengangguran terbuka masih berada di kisaran 5,6%, dan tren PHK di sektor-sektor padat karya masih cukup tinggi akibat perlambatan ekonomi global.

"Alokasi hasil efisiensi ke program penciptaan lapangan kerja, insentif bagi UMKM, dan pelatihan vokasi dapat memberikan efek ganda, yakni menjaga daya beli masyarakat, menekan angka pengangguran, serta memastikan perekonomian nasional lebih tahan terhadap shock eksternal," pungkasnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |