Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyatakan keyakinannya Indonesia bisa mencapai swasembada beras tahun ini. Menurutnya, ada dua faktor utama yang menentukan keberhasilan tersebut.
Pertama, ketersediaan cadangan beras yang saat ini berada pada level tertinggi. Amran menyebutkan, persediaan beras di gudang Perum Bulog telah mencapai 4 juta ton, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang hanya sekitar 1 juta ton.
“Kuncinya, pertama, stok kita tertinggi. Dulu 1 juta lebih, sekarang 4 juta," kata Amran di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (19/8/2025)” kata Amran saat menghadiri acara Panen Raya Jaksa Mandiri Pangan di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (19/8/2025).
Kedua, tidak adanya impor beras hingga akhir tahun. Ia menegaskan bahwa sepanjang Januari hingga Juli 2025 pemerintah tidak melakukan impor beras, berbeda dengan tahun lalu yang masih mendatangkan hingga 34 juta ton.
“Yang kedua, adakah tidak ada impor. Tahun ini Januari-Juli tidak ada impor. Tahun lalu ada impor 34 juta ton,” ujarnya.
Amran menambahkan, jika kondisi ini bisa dipertahankan hingga empat bulan ke depan, target swasembada beras pada 2025 dapat tercapai.
“Kalau bisa bertahan sampai akhir tahun tanpa impor, maka swasembada beras akan terwujud di 2025. Itu bisa tercapai penuh selama tidak ada gangguan iklim,” tuturnya.
Pemerintah Mau Sebar Bansos Beras Lagi di 2026, Butuh 180 Ribu Ton per Bulan
Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) membuka kemungkinan penyaluran bantuan pangan beras 10 kilogram pada 2026. Kebutuhan untuk bansos beras ini diperkirakan mencapai sekitar 180 ribu ton per bulan.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, program bantuan pangan beras harus direncanakan lebih awal. Sama halnya dengan menyiapkan beras untuk program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) melalui operasi pasar. Kedua program ini perlu ditopang oleh anggaran yang memadai serta perencanaan yang matang.
"Terkait bantuan pangan dan SPHP, pengajuannya selama ini selalu berdasarkan kondisi di lapangan dan itu memakan waktu. Idealnya, program seperti ini sudah dianggarkan dari awal. Misalnya, berapa stok beras Bulog atau Cadangan Beras Pemerintah yang bisa langsung dikeluarkan," kata Arief, dalam keterangannya, dikutip Sabtu (12/7/2025).
Arief mengungkapkan, untuk kebutuhan stabilisasi harga dibutuhkan sekitar 1,5 juta ton beras per tahun. Sementara untuk bantuan pangan, kebutuhan per bulan bisa mencapai 180.000 ton. Karena itu, perencanaan yang matang sangat diperlukan.
"Dengan anggaran yang disusun dari awal, intervensi bisa dilakukan lebih cepat. Misalnya, harga naik lebih dari 10 persen selama tujuh hari, Bulog bisa langsung bergerak tanpa menunggu persetujuan tambahan anggaran," kata Arief.
Terkait mekanisme peruntukan SPHP, Arief menegaskan bahwa stok Cadangan Beras Pemerintah yang dikelola Bulog harus digerakkan untuk menjaga harga tetap stabil. Stok beras Bulog per 10 Juli 2025 mencapai 4,2 juta ton. Angka ini dinilai sangat cukup untuk melakukan intervensi stabilisasi.
“SPHP itu untuk intervensi stabilisasi harga. Ketika harga naik, stok di Bulog harus digunakan. Bantuan pangan juga bagian dari intervensi pemerintah. Dan kalau ada bencana, stok itu juga harus siap,” ujarnya.
Usul Anggaran Rp16,1 Triliun
Bapanas sendiri mengusulkan anggaran sebesar Rp16,10 triliun, terdiri atas Rp16,02 triliun ditambah pagu indikatif yang telah ditetapkan sebesar Rp79,42 miliar.
"Tugas kami menyampaikan usulan terbaik. Jika nantinya ada kebijakan lain yang lebih prioritas, kami akan ikut. Tapi setidaknya, sudah kami sampaikan ke Kementerian Keuangan, DPR, dan Menko Pangan," tambahnya.
Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto, dalam RDP tersebut menilai usulan anggaran Bapanas sangat strategis dalam memperkuat ketahanan pangan nasional ke depan.
“Besar harapan kami agar anggaran ini benar-benar mendukung pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat secara berkelanjutan serta memperkuat ketahanan pangan nasional,” ujar Titiek Soeharto.