Dua Hal yang Mengganjal Adopsi Mobil Listrik di Indonesia

9 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Mobil listrik kian diminati masyarakat Indonesia, namun jalan menuju adopsi massal masih terjal. Survei #PraxiSurvey Vol.5 mengungkap dua hambatan utama yang mengganjal percepatan transisi ini:

  1. Keterbatasan infrastruktur pengisian daya
  2. Harga jual yang belum ramah kantong.

Sebanyak 46 persen pengguna mobil listrik mengaku membutuhkan waktu lebih dari enam jam untuk mengisi penuh baterai kendaraan mereka. Sementara itu, mayoritas (57 persen) memiliki akses SPKLU dalam radius 3–5 kilometer dari rumah, yang sebagian besar masih terpusat di kota-kota besar.

“Jarak dan ketersediaan SPKLU masih jadi tantangan, apalagi di wilayah padat yang sulit mendapatkan lahan. Karena itu kami terus mengembangkan kemitraan dan memaksimalkan program home charging atau pengisian daya di rumah dengan tarif khusus malam hari,” ujar EVP Retail Product Development PT PLN (Persero) Ririn Rachmawardini, Kamis (14/8/2025).

Dari sisi harga, survei mencatat 57 persen responden menilai penurunan harga EV harus menjadi kebijakan prioritas pemerintah. Faktor ini dipandang krusial agar kendaraan listrik tak sekadar menjadi tren, tetapi benar-benar terjangkau oleh masyarakat luas.

Persimpangan 

Industri otomotif Indonesia sedang berada di persimpangan penting dalam transisi menuju kendaraan rendah emisi. Pemerintah telah menetapkan target ambisius untuk menjadikan Indonesia sebagai hub produksi kendaraan listrik dan komponen pendukungnya di kawasan Asia Tenggara, sejalan dengan komitmen net zero emission.

Praxis melalui #PraxiSurvey Vol.5 menggambarkan realitas lapangan dari sudut pandang pengguna. Survei yang melibatkan 1.200 responden di 12 kota besar ini mencatat, mayoritas pemilik EV mengandalkan pengisian daya di rumah (67 persen), diikuti SPKLU umum (42 persen), dan tempat kerja (40 persen).

Namun, akses ke SPKLU belum merata—57 persen responden mengaku jarak terdekatnya berada di kisaran 3–5 kilometer dari rumah, dan sebagian besar titik pengisian terpusat di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung.

“Secara nasional, perbandingan ketersediaan SPKLU dan jumlah EV saat ini adalah 1 banding 25. Artinya, satu mesin SPKLU digunakan oleh rata-rata 25 kendaraan listrik, meski rasio ini bisa jauh berbeda di tiap daerah,” jelas Ririn Rachmawardini.

Harga Anjlok

Selain infrastruktur, harga jual kendaraan listrik menjadi sorotan utama pengguna. Survei #PraxiSurvey Vol.5 menunjukkan 57 persen responden menilai penurunan harga harus menjadi prioritas kebijakan pemerintah untuk mendorong adopsi yang lebih luas.

Faktor harga ini erat kaitannya dengan biaya produksi, khususnya komponen baterai yang menyumbang 35–40 persen dari total harga mobil listrik. Upaya menghadirkan produksi baterai lokal dinilai dapat menekan harga jual, sekaligus memperkuat rantai pasok industri EV di dalam negeri.

“Kalau baterai diproduksi di Indonesia, biaya bisa ditekan dan harga jual jadi lebih terjangkau. Dampaknya, pasar akan semakin terbuka, dan masyarakat akan lebih percaya diri beralih ke kendaraan listrik,” ujar Hasstriansyah, Sekjen HIPMI Otomotif.

Masuknya produsen dari China yang menawarkan harga kompetitif juga mulai memicu penyesuaian harga di pasar. Persaingan ini dianggap sehat karena memberi pilihan lebih banyak kepada konsumen, sekaligus mendorong produsen lain untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi.

Peluang Ekonomi Besar

Di balik tantangan, ekosistem kendaraan listrik menyimpan peluang ekonomi yang besar. Menurut HIPMI Otomotif, Hasstriansyah, permintaan akan infrastruktur pengisian daya, komponen baterai, dan layanan purna jual akan membuka lapangan usaha baru bagi pelaku industri lokal.

“Ekosistem EV itu luas, bukan hanya pabrikan mobil. Ada peluang di bisnis SPKLU swasta, penyedia komponen, hingga produsen peralatan pendukung seperti charger dan perangkat keselamatan khusus baterai,” jelas Hasstriansyah.

Selain itu, sektor modifikasi non-kelistrikan juga berpotensi berkembang, mulai dari aksesori eksterior hingga penyesuaian interior. Bahkan, usaha kecil dan menengah dapat mengambil peran sebagai pemasok suku cadang, material bodi, maupun layanan perawatan.

Pemerintah diharapkan mampu menciptakan iklim investasi yang kondusif agar pelaku industri, termasuk investor asing, tertarik membangun fasilitas produksi di Indonesia. Jika rantai pasok dari hulu ke hilir bisa dikelola di dalam negeri, dampaknya akan signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.

Semua Harus Turun Tangan dengan Tujuan yang Sama

Hasil #PraxiSurvey Vol.5 memperjelas bahwa percepatan adopsi mobil listrik tidak dapat dilepaskan dari dua faktor utama: ketersediaan infrastruktur pengisian daya yang merata dan harga jual yang kompetitif. Tanpa kombinasi keduanya, minat publik berpotensi mandek meski kesadaran akan manfaat kendaraan ramah lingkungan semakin meningkat.

“Pemerintah, produsen, dan pelaku industri pendukung harus bergerak bersama. Infrastruktur dan harga yang terjangkau akan menjadi katalis utama, sementara edukasi publik memastikan perubahan perilaku berjalan lebih cepat,” kata Garda Maharsi, Head of Research Praxis.

Jika hambatan tersebut mampu diatasi, Indonesia berpeluang besar tidak hanya sebagai pasar potensial, tetapi juga sebagai pemain penting dalam rantai pasok kendaraan listrik global.

Pemain Utama

Dengan peta jalan yang jelas, dukungan kebijakan, dan komitmen industri, masa depan kendaraan listrik di Indonesia tampak cerah. Percepatan pembangunan SPKLU, penguatan produksi baterai lokal, serta strategi penurunan harga yang realistis akan menjadi fondasi utama transisi ini.

“Semua pihak harus punya tujuan yang sama, yaitu memudahkan masyarakat beralih ke kendaraan yang efisien, aman, dan ramah lingkungan,” pungkas Stephanie Sicilia, Director of Public Relations Praxis.

“Kalau ini tercapai, Indonesia bisa menjadi pemain utama di industri kendaraan listrik, bukan sekadar pasar.”

Jika sinergi tersebut terwujud, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan, jalanan Indonesia akan dipenuhi kendaraan listrik yang tak hanya ramah lingkungan, tapi juga terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |