Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan sedang mempertimbangkan untuk mengakhiri bisnis dengan China terkait minyak goreng. Hal ini sebagai balasan atas penolakan China untuk membeli kedelai AS.
Mengutip CNBC, Rabu (15/10/2025), China melakukan "Tindakan Bermusuhan secara Ekonomi” dengan sengaja tidak membeli kedelai kami dan menyebabkan kesulitan bagi petani kedelai kami,” ujar Trump dalam sebuah unggahan di Truth Social.
Mengakhiri bisnis dengan China terkait minyak goreng dan “elemen perdagangan lainnya” merupakan kemungkinan bentuk pembalasan” yang menurut Trump sedang dipertimbangkannya.
"Sebagai contoh, kita dapat dengan mudah memproduksi minyak goreng sendiri, kita tidak perlu membelinya dari China,” tulis Trump.
China merupakan pembeli utama kedelai Amerika Serikat, mengimpor sekitar 27 juta metrik ton senilai hampir USD 12,8 miliar atau Rp 212,26 triliun (asumsi kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 16.582) pada 2024.
Namun, di tengah perang dagang yang memanas dengan pemerintahan Trump, China belum membeli satu pun kedelai AS sejak Mei.
Dengan tarif balasan atas barang-barang AS yang membuat kedelai AS lebih mahal bagi importir China, China justru mengambil alih pasokan kedelai dari produsen di Amerika Selatan.
Salah satu pemasok tersebut adalah Argentina, yang dilaporkan menangguhkan pajak ekspor pada hari yang sama ketika pemerintahan Trump pertama kali berjanji untuk memperkuat perekonomian negara tersebut dengan pertukaran mata uang senilai USD 20 miliar.
Presiden Argentina Javier Milei mengunjungi Trump di Gedung Putih pada Selasa, beberapa jam sebelum pemimpin AS tersebut melancarkan serangan terbarunya terhadap China.
Sementara itu, ekspor minyak goreng bekas China mencapai rekor tertinggi pada 2024, dengan AS menyumbang 43% dari total ekspor.
Unggahan Donald Trump
Unggahan media sosial Trump ini menyusul serangkaian komentar kritisnya baru-baru ini tentang China, yang menimbulkan pertanyaan tentang status perundingan perdagangan yang sedang berlangsung dan membuat saham-saham berfluktuasi naik turun.
Indeks saham S&P 500 langsung jatuh setelah unggahan Trump, mengakhiri perdagangan di zona merah setelah sesi yang volatil.
Saham anjlok pada Jumat setelah Trump mengancam akan menaikkan tarif impor China secara besar-besaran sebagai balasan atas kontrol ekspor baru yang diberlakukan Tiongkok terhadap mineral tanah jarang. Kemudian pada hari yang sama, Trump mengatakan akan mengenakan tarif tambahan 100% untuk impor Tiongkok mulai 1 November.
Namun, pada Minggu, Trump tampaknya melunakkan serangannya, dengan menulis, "Jangan khawatir tentang China, semuanya akan baik-baik saja!"
China Tantang Balik Donald Trump
Sebelumnya, China menyatakan bahwa “kami tidak takut” menghadapi perang dagang yang sudah dilancarkan Amerika Serikat (AS), menyusul ancaman Presiden Donald Trump yang akan mengenakan tarif balasan 100 persen terhadap impor dari Negeri Tirai Bambu.
Juru bicara Kementerian Perdagangan China menuding AS menerapkan standar ganda setelah Trump pada Jumat berjanji akan memberlakukan tarif tambahan 100 persen pada impor. Kebijakan itu muncul sebagai respons atas langkah Beijing yang lebih dulu menerapkan kontrol ekspor terhadap mineral tanah jarang (rare earths).
Ancaman Trump lewat unggahan media sosial langsung mengguncang pasar saham AS pada hari Jumat (10/10/2025). Dalam sehari, nilai ekuitas anjlok dan menghapus sekitar USD 2 triliun dari pasar.
China Menilai Ancaman Tarif Bukan Cara yang Tepat
Juru bicara Kementerian Perdagangan China menilai ancaman tarif tinggi bukan cara yang tepat untuk menjalin hubungan baik.
“Posisi China terkait perang dagang konsisten: kami tidak menginginkannya, tapi kami tidak takut akan hal tersebut,” tegasnya dikutip dari CNBC, Senin (13/10/2025).
Ia juga menuding bahwa AS “selama ini ... telah melebih-lebihkan konsep keamanan nasional, menyalahgunakan kendali ekspor, mengambil tindakan diskriminatif terhadap China, dan memaksakan yurisdiksi lengan panjang sepihak pada berbagai produk, termasuk peralatan semikonduktor dan chip.”
Juru bicara China menyoroti bahwa Daftar Kontrol Perdagangan (Commerce Control List) AS mencakup lebih dari 3.000 item, lebih tiga kali lipat dari sekitar 900 produk dalam daftar kontrol ekspor China untuk barang-barang penggunaan ganda.
Terkait kontrol ekspor tanah jarang, China menyebut kebijakan itu sebagai langkah “sah” berdasarkan hukum internasional, sekaligus menepis tudingan AS mengenai pemaksaan ekonomi.