Liputan6.com, Jakarta Pejabat pemerintah Tiongkok menunjukkan optimisme pada perekonomian negara mereka, meski dilanda serangkaian tarif impor tinggi oleh Amerika Serikat. Seperti diketahui, perang dagang AS-Tiongkok telah mengguncang pasar keuangan dan menimbulkan kekhawatiran akan resesi.
Mengutip The Daily Star, Selasa (29/4/2025) Wakil Kepala Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (NDRC), China, Zhao Chenxin mengatakan bahwa ia sangat optimis negara itu akan mencapai target pertumbuhan ekonomi 5 persen untuk tahun 2025.
"Pencapaian kuartal pertama telah meletakkan dasar yang kokoh bagi pembangunan ekonomi sepanjang tahun," kata Zhao.
“Tidak peduli bagaimana situasi internasional berubah, kami akan tetap berpegang pada tujuan pembangunan kami, mempertahankan fokus strategis, dan berkonsentrasi untuk melakukan hal kami sendiri,” ujarnya.
Di sisi lain, keyakinan tersebut bertentangan dengan konsensus umum di antara para pengamat bahwa perang dagang yang meningkat dengan AS akan berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi di ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.
Baru-baru ini, Dana Moneter Internasional (IMF), Goldman Sachs, dan UBS merevisi turun perkiraan pertumbuhan ekonomi Tiongkok selama tahun 2025 dan hingga tahun 2026. Penurunan proyeksi seiring pengumuman tarif impor Trump.
Washington telah mengenakan tarif 145% pada sebagian besar barang Tiongkok. Langkah tersebut mendorong Beijing untuk membalas dengan pungutan 125% pada impor AS, yang secara efektif memberlakukan embargo perdagangan pada barang masing-masing.
Berbicara bersama Zhao, wakil gubernur Bank Rakyat Tiongkok, Zou Lan, mengatakan PBOC akan melakukan pemotongan lebih lanjut pada suku bunga dan jumlah yang harus disimpan bank-bank komersial sebagai cadangan, sambil menegaskan kembali komitmen untuk menjaga yuan tetap stabil.
PBOC terakhir kali memangkas suku bunga kebijakan utamanya pada September 2024, menurunkan suku bunga reverse repo 7 hari sebesar 20 basis poin.
Prabowo Buat Satgas Tangani Tarif Impor Trump-Mitigasi PHK
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa Pemerintah tengah memproses pembentukan tiga Satuan Tugas (Satgas) khusus untuk menangani perekonomian Indonesia.
Ketiga satgas ini dibentuk untuk menyusun kesiapan menghadapi dampak ekonomi yang salah satunya disebabkan oleh kebijakan tarif impor baru di Amerika Serikat.
Pertama, satgas yang akan dibentuk adalah untuk melanjutkan perundingan negosiasi tarif dengan Amerika Serikat (AS). Satgas ini akan bertugas untuk mempercepat perundingan dengan AS dan langsung sudah disetujui oleh Prabowo.
"Pertama untuk tindaklanjuti perundingan investasi yaitu Satgas Perundingan Perdagangan Investasi dan Keamanan Ekonomi. Presiden setujui,” kata Airlangga kepada media di Istana Kepresiden, Jakarta Pusat, Senin (28/4/2025).
“Dengan satgas perundingan kita bisa percepat perundingan dengan AS," ungkapnya.
Selanjutnya, satgas yang sudah siap dibentuk dan disetujui Presiden Prabowo adalah satgas yang khusus mengurus perluasan kesempatan kerja dan mitigasi (Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Ketiga, adalah Satgas Deregulasi Kebijakan yang bertugas memberikan regulasi peningkatan iklim investasi di Indonesia.
"Dan ketiga Satgas Deregulasi Kebijakan. Tentu ini yang berkaitan dengan peningkatan iklim investasi dan percepatan perizinan berusaha," jelas Airlangga.
Airlangga Lapor ke Prabowo Sederet Hasil Negosiasi Tarif Impor AS
Selain itu, Airlangga juga melaporkan hasil negosiasi terkait tarif impor yang ditetapkan Presiden AS Donald Trump terhadap Indonesia.
Dalam kunjungan delegasi Indonesia ke AS, Airlanggabertemu dengan Menteri Keuangan AS Scott Bessent, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick, serta perwakilan dari Kantor Perdagangan AS (US Trade Representative/USTR).
Tak hanya itu, Airlangga juga bertemu denganperwakilan dari perusahaan-perusahaan AS yakni Amazon, Boeing, Microsoft, hingga Google.
"Saya laporkan ke Presiden yang ditawarkan Indonesia secara prinsip melalui surat yang disampaikan 7 dan 9 April mendapatkan apresiasi ke Amerika,” ungkap Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (28/4/2025).
“Surat kita relatif komprehensif, terkait non tarif barrier, dan rencana Indonesia seimbangkan neraca perdagangan," terangnya.
Perdagangan yang Adil
Dalam pertemuan itu, Airlangga menegaskan bahwa Indonesia ingin perdagangan yang adil atau disebut sebagai 'fair and square.'
Ia lebih lanjut mengatakan, Indonesia menawarkan untuk menyeimbangkan neraca dagang dengan AS.
"Mereka kan neraca perdagangannya sekitar USD 19 miliar, kita berikan lebih dari USD 19,5 miliar. Jual beli langsung USD 19,5 miliar tapi kita ada proyek yang akan dibeli dari AS," bebernya.
Selain itu, Indonesia juga meminta AS memberikan tarif yang lebih adil untuk barang-barang ekspor Indonesia.
"Kita juga mengajukan permintaan untuk tarif yang sifatnya resiprokal artinya untuk komoditas utama Indonesia yang ekspor ke AS. Kami minta tarif kita setara dengan negara lain. Apakah ke Vietnam, Bangladesh, sehingga dengan yang lain kita ada equal level playing field," imbuhnya.