Danantara Terbang ke China Selesaikan Masalah Utang Kereta Cepat, Menkeu Purbaya: Top

4 hours ago 8

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) akan melakukan negosiasi lanjutan mengenai penyelesaian utang proyek kereta cepat Whoosh. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyambut baik rencana penyelesaian secara bisnis tersebut.

Adapun, Danantara dan tim negosiasi utang kereta cepat akan terbang ke China. Kemungkinan bahasannya mengenai restrukturisasi utang, termasuk jangka waktunya. Purbaya merespons positif rencana tersebut.

"Itu saja. Bagus. Saya enggak ikut kan? Top!," ungkap Purbaya sambil mengacungkan jempolnya, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (23/10/2025) malam.

Purbaya sebelumnya telah tegas menolak dana APBN digunakan untuk menambal utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Dia menyambut baik penyelesaian utang itu dilakukan secara bisnis.

"Kalau mereka sudah putus (memutuskan solusinya) kan sudah bagus. Top. Sebisa mungkin (Menkeu) enggak ikut, biar saja mereka selesaikan business to business. Jadi top," ujar dia.

Disinggung soal arahan khusus, Purbaya merujuk pada pandangan sebelumnya soal ketidakterlibatan APBN dalam penyelesaian utang ini. "Seperti kemarin-kemarin. Mancing-mancing saja. Sudah, mantap. Solusinya sudah bagus, mereka sudah dapat kesepakatan. Saya enggak ikut campur, bagus," ujar dia.

Promosi 1

Tak Mesti Pakai APBN

Diberitakan sebelumnya, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) masih mencari formula penyelesaian utang proyek kereta cepat Whoosh. Termasuk di dalamnya tidak menggunakan dana anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria mengatakan, belakangan banyak pandangan mengenai perlu atau tidaknya suntikan APBN. Padahal menurutnya solusi penyelesaian utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu masih terus dikaji.

"Menurut saya, kita terjebak sama itu ya, sama perdebatan itu (pakai APBN atau tidak)," kata Dony, ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (23/10/2025).

Cari Solusi

Dia menegaskan, Danantara selaku pengelola dan tim negosiasi restrukturisasi utang kereta cepat masih terus mencari opsi terbaik. Opsi tidak menggunakan APBN pun masih dalam daftar pilihannya.

Dony menuturkan, keputusan finalnya akan dibahas secara lintas pemangku kepentingan. Danantara sebagai pengelola BUMN, termasuk PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), akan mengikuti arahan pemerintah.

"Menurut saya sebetulnya kita akan cari opsi terbaik, belum tentu pakai itu (APBN) dan kami mengikuti saja arahan dari pemerintah, toh Danantara juga sebenarnya yang paling penting adalah bagaimana beroperasinya (kereta cepat Whoosh)," jelas dia.

Terbang ke China

Sebelumnya, Danantara akan terbang ke China untuk negosiasi restrukturisasi utang proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau Whoosh. Hal yang akan menjadi poin negosiasi terkait term dan pinjaman.

Demikian disampaikan Chief Operating Officer (COO) Danantara Dony Oskaria di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (23/10/2025), seperti dikutip dari Antara.

"Terus kita bernegosiasi, kami akan berangkat lagi (ke China) untuk bernegosiasi mengenai term dan pinjamannya. Ini menjadi poin negosiasi berkaitan sama jangka waktu pinjaman, suku bunga dan kemudian ada beberapa mata uang yang juga akan kita diskusikan dengan mereka," ujar Dony.

Beban Utang Proyek Whoosh

Beban utang proyek kereta cepat Whoosh turut dirasakan PT Kereta Api Indonesia (Persero). KAI punya porsi pengendali dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). PSBI merupakan konsorsium BUMN yang memegang saham di PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

Ada sejumlah beban utang yang ditanggung konsorsium dalam mengerjakan megaproyek kereta cepat Whoosh ini. Dalam catatan Liputan6.com, ada utang yang telah dicairkan China Development Bank (CDB) senilai Rp 6,89 triliun pada awal 2024 lalu ke KAI untuk menambal pembengkakan biaya pengerjaan proyek Whoosh.

Pencairan utang itu dibagi dalam dua fasilitas. Fasilitas A senilai USD 230.995.000 atau USD 230,9 juta. Angka ini setara dengan Rp 3,6 triliun (kurs: Rp 15.635). Kemudian, Fasilitas B dengan mata uang Yuan China (CNY) 1.542.787.560 atau setara USD 217.080.000 dengan kurs berlaku CNY 7,107 per dolar AS. Angka ini setara dengan Rp 3,39 triliun (kurs: Rp 15.635).

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |