Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang akan menempatkan dana Rp 200 triliun dari Bank Indonesia (BI) akan efektif memperkuat ekonomi jika tiga syarat ini terpenuhi.
"Menurut saya langkah kebijakan penempatan dana di bank Himbara ini akan efektif untuk memperkuat ekonomi jika tiga syarat terpenuhi," kata Josua kepada Liputan6.com, Jumat (12/9/2025).
Pertama, dana diarahkan ke kegiatan dengan pengganda besar antara lain perumahan rakyat, koperasi desa, pertanian, industri pengolahan, logistik, dan pariwisata, yang dalam kebijakan insentif likuiditas Bank Indonesia memang menjadi prioritas.
"Data suku bunga kredit di sektor-sektor prioritas tersebut cenderung lebih rendah dan turun dalam enam bulan terakhir, menandakan bank siap menyalurkan bila risikonya terkelola," ujarnya.
Kedua, koordinasi moneter dan fiskal dijaga agar dorongan fiskal tidak berbalik menekan stabilitas. Komunikasi bersama Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia menegaskan sinergi, termasuk pembagian beban bunga untuk program perumahan rakyat dan koperasi desa serta normalisasi instrumen moneter seperti penurunan stok surat berharga rupiah Bank Indonesia dan pembelian SBN terukur guna menjaga stabilitas dan likuiditas pasar.
"Ini memperkecil risiko gangguan ke pasar keuangan saat dana digelontorkan," ujar Josua.
Tata Kelola
Ketiga, tata kelola penempatan harus kuat sejak awal. Dokumen kebijakan menyebut aturan main sedang disiapkan dan ada pembatasan penggunaan dana oleh bank, sehingga jalur penyaluran ke sektor riil menjadi fokus, bukan arbitrase di pasar surat berharga.
"Jika permintaan di sektor riil belum pulih, kredit baru bisa tersendat sehingga dana justru menumpuk di bank, mendorong persaingan dana dan biaya bunga naik yang pada akhirnya menekan margin bank," ujarnya.
Potensi Dampak yang Dirasakan
Josua menyampaikan, estimasi teknis juga menyebut potensi kenaikan inflasi yang terbatas di kisaran beberapa persepuluh poin.
Risiko lain adalah bila kredibilitas kebijakan melemah, investor asing dapat melepas aset keuangan Indonesia sehingga menekan nilai tukar dan memaksa intervensi bank sentral, yang pada akhirnya menyerap kembali likuiditas.
"Semua risiko ini sudah diingatkan dalam analisis kebijakan yang sama, sehingga perlu mitigasi sejak awal," ujarnya.
Dia menilai, agar dana benar-benar produktif dan tidak sekadar menambah deposito bank, diperlukan beberapa aturan praktis. Penempatan dilakukan bertahap dengan indikator kinerja yang jelas, misalnya porsi penambahan bersih kredit baru kepada sektor prioritas, serapan pelaku usaha kecil dan menengah, dan rasio serapan ke wilayah yang selama ini kekurangan akses kredit.
Skema bisa memakai plafon perbankan yang terikat pada target pembiayaan, ongkos dana yang menurun bila target tercapai, serta kewajiban pendampingan debitur agar kualitas kredit terjaga.
Larangan Penggunaan Dana Beli SBN
Adapun, Josua menyoroti terkait larangan penggunaan dana untuk membeli surat utang pemerintah atau surat berharga bank sentral dipertahankan, dengan pelaporan harian dan audit berkala.
Bank Indonesia tetap menyiapkan penyangga melalui insentif likuiditas dan pengelolaan operasi moneter sehingga tekanan ke suku bunga pasar uang tidak berlebihan.
"Penarikan dana pemerintah Rp 200 triliun dari rekening pemerintah di Bank Indonesia ke perbankan sebagai dorongan likuiditas yang nyata, tetapi dampaknya ke kredit dan sektor riil akan sangat ditentukan oleh desain, sasaran, serta koordinasi kebijakan," pungkasnya.