China Bakal Izinkan Investor Asing Akses Lebih Banyak Sektor Usaha

9 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Regulator negara dan dewan perencanaan China menerbitkan versi baru dari “daftar negatif” yang melonggarkan hambatan untuk masuk ke China. Negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini mengurangi jumlah industri yang dibatasi menjadi 106 dari 117.

Mengutip CNBC, ditulis Senin (28/4/2025), daftar negatif itu menetapkan industri yang aktivitasnya dibatasi atau dilarang oleh investor asing. Daftar ini pertama kali dikeluarkan pada 2018 oleh China. Pelonggaran ini terjadi seiring tarif AS mengancam tekanan lebih besar pada ekonomi China yang sudah bergoyang akibat konsumsi domestik yang lemeha dan krisis utang di sektor properti.

Komisi Pembangunan dan Reformasi China (NDRC) mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Kamis pekan lalu kalau daftar 2025 menurunkan ambang batas masuk merangsang vitalitas pasar.

NDRC menyebutkan, sejumlah bidang telah diliberalisasi sebagian, termasuk produk televisi, layanan telekomunikasi, layanan informasi daring untuk farmasi dan perangkat medis. Selain itu, penggunaan obat-obatan radioaktif oleh lembaga medis, dan impor benih hutan.

Pemerintah daerah juga didorong untuk memberikan akses yang lebih besar di berbagai bidang seperti transportasi dan logistik, pengiriman barang, dan layanan penyewaan kendaraan.

Akses pasar untuk investasi pada kendaraan udara nirawak dan produk tembakau baru, seperti rokok elektrik, dimasukkan dalam daftar negatif untuk "memastikan keuntungan bersih yang aman", kata regulator, tanpa memberikan perincian lebih lanjut.

Pada Februari, Tiongkok mengatakan akan lebih jauh mendobrak hambatan investasi dan merevisi daftar negatifnya untuk akses pasar sesegera mungkin.

Asia Kena Getah Perang Dagang: IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi China, India dan Jepang

Sebelumnya, The International Monetary Fund (IMF) telah menurunkan proyeksi pertumbuhan sejumlah negara ekonomi utama di Asia. Ini menandakan bakal terjadi perlambatan ekonomi global akibat kekhawatiran perang dagang.

IMF menurunkan proyeksi pertumbuhannya negara ekonomi utama Asia di 2025, dengan alasan ketegangan perdagangan dan "ketidakpastian kebijakan yang tinggi."

Dikutip dari CNBC, Kamis (24/4/2025), IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 untuk China dan India menjadi masing-masing 4% dan 6,2%, turun dari proyeksinya yang disiarkan pada Januari sebesar masing-masing 4,6% dan 6,5%.

Untuk diketahui, China menargetkan pertumbuhan ekonomi di sekitar 5% pada 2025. Sementara India memproyeksikan pertumbuhan 6,5% untuk tahun fiskal 2025 yang berjalan dari April 2025 hingga Maret 2026.

IMF juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Jepang menjadi 0,6% dari 1,1%.

Jepang memiliki proyeksi pertumbuhan sebesar 1,1% untuk tahun fiskal 2025, yang juga berlangsung dari April 2025 hingga Maret 2026.

Secara global, pertumbuhan ekonomi diturunkan menjadi 2,8% dari 3,3% untuk keseluruhan 2025. IMF mengatakan bahwa tarif yang diumumkan oleh AS dan mitra dagangnya merupakan guncangan negatif yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi dunia.

IMF menambahkan ketidakpastian yang terjadi sepanjang perang dagang ini sangat berdampak negatif pada aktivitas ekonomi semua negara sehingga lebih sulit dari biasanya untuk proyeksi yang konsisten dan tepat waktu.

Perkiraan IMF muncul di tengah tren sejumlah perusahaan riset dan bank yang memangkas prakiraan pertumbuhan untuk ekonomi Asia.

Lembaga Lain Senada dengan IMF

Pada awal April, ekonom Goldman Sachs menurunkan prakiraan mereka untuk produk domestik bruto China tahun ini menjadi 4,0% dari 4,5%, dengan alasan dampak dari peningkatan tarif AS pada barang-barang China.

Natixis juga memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi China menjadi 4,2% tahun ini, turun dari 4,7% sebelumnya.

Fitch juga dilaporkan memangkas perkiraan pertumbuhan India menjadi 6,2% dari 6,3%, dengan alasan memburuknya lingkungan ekonomi global yang disebabkan oleh perang dagang AS-China yang semakin memanas.

Sejak menjabat pada 20 Januari, Presiden AS Donald Trump telah mengenakan tarif impor baja, aluminium, dan mobil, sebelum mengumumkan tarif timbal balik besar-besaran pada hampir setiap negara di dunia pada 2 April.

Hampir seminggu kemudian, Donald Trump menangguhkan tarif timbal balik ini, hanya menyisakan bea masuk dasar sebesar 10% pada semua negara kecuali China.

Setelah pertikaian tarif yang saling berbalas, bea masuk AS pada China sekarang mencapai 245% pada beberapa barang sementara China telah mengenakan bea masuk sebesar 125% pada impor AS, dengan janji untuk berjuang sampai akhir.

Jepang dan India Lebih Lunak

Sebaliknya, Jepang dan India telah mengambil sikap yang lebih lunak terhadap Trump. Jepang mengirimkan delegasi perdagangan untuk berbicara dengan mitra mereka di AS.

Donald Trump pada 17 April memuji kemajuan besar dalam perundingan perdagangan, tetapi negosiator utama Jepang Ryosei Akazawa dilaporkan telah kembali ke Tokyo tanpa kesepakatan, dengan mengatakan bahwa ia menjelaskan kepada AS bahwa Jepang merasa tindakan tarif tersebut sangat disesalkan.

"Saya sangat mendesak mereka untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini." kata Ryosei Akazawa.

Untuk India, Perdana Menteri Narendra Modi telah bertemu dengan Wakil Presiden AS JD Vance pada hari Senin, dan pernyataan dari kantor Modi mengatakan kedua pemimpin menyambut baik kemajuan signifikan dalam negosiasi untuk Perjanjian Perdagangan Bilateral India-AS yang saling menguntungkan.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |