Cara Unik Mantan Bos Netflix Tes Calon Karyawan: Lewat Ujian Resepsionis

2 weeks ago 23

Liputan6.com, Jakarta - Dalam dunia perekrutan modern yang serba cepat dan kompetitif, kecerdasan serta kemampuan berbicara bukan lagi satu-satunya ukuran utama bagi calon karyawan. Mantan Chief Talent Officer Netflix, Jessica Neal, mengungkap bahwa banyak perekrutan “berbakat” justru berakhir dengan bencana karena satu faktor yang sering diabaikan: kurangnya kesadaran diri (self-awareness).

Dikutip dari CNBC, Selasa (11/11/2025), dalam pengalamannya membangun tim dan budaya kerja di Netflix, perusahaan yang dikenal dengan lingkungan kerja transparan dan berorientasi. Neal menemukan pola menarik. Ia memberi tugas tidak biasa kepada resepsionis untuk mengamati perilaku para kandidat sebelum dan sesudah wawancara.

Bukan untuk menilai kemampuan teknis, melainkan untuk menilai bagaimana calon karyawan memperlakukan orang lain, terutama mereka yang dianggap tidak penting.

Hasilnya mengejutkan, kandidat yang terlihat cerdas dan percaya diri di ruang wawancara seringkali memperlihatkan sisi berbeda di luar ruangan, ada yang bersikap kasar, tidak sabar, atau bahkan arogan terhadap staf resepsionis.

Sebaliknya, mereka yang sopan, sadar diri, dan tulus justru terbukti menjadi karyawan yang berkontribusi besar terhadap budaya kerja positif di perusahaan.

Inti dari perilaku tersebut bukan sekadar soal etika atau kesopanan, tetapi kesadaran diri. Orang yang tidak sadar bagaimana energi atau kata-katanya memengaruhi orang lain akan sulit menjadi bagian dari tim yang sehat. 

Mereka yang sadar diri tahu kapan harus mendengarkan, kapan harus mengoreksi diri, dan bagaimana memperlakukan semua orang dengan hormat, dari CEO hingga petugas resepsionis.

Tes Penerimaan yang Mengungkap Karakter Sebenarnya

Menurut Neal, wawancara kerja hanyalah panggung yang telah disiapkan. Setiap kandidat sudah tahu cara menjawab pertanyaan, menyampaikan cerita, dan tampil mengesankan. Namun, momen di luar wawancara, seperti interaksi dengan resepsionis atau petugas keamanan justru menjadi tes penerimaan sesungguhnya.

“Saya selalu bertanya kepada resepsionis, ‘Bagaimana mereka memperlakukan Anda?’,” ujar Neal.

"Jawabannya hampir selalu sesuai dengan karakter asli orang tersebut," tambahnya.

Neal bahkan menyebut beberapa kasus di mana kandidat marah karena kartu identitas pengunjungnya lama dicetak atau mengeluh soal tempat parkir.

Padahal, orang-orang seperti ini awalnya tampak luar biasa di atas kertas, cerdas, ambisius, dan berpengalaman. Namun, perilaku kecil itu menjadi pertanda besar, mereka mungkin sulit bekerja sama dan berpotensi merusak budaya tim.

Bukan Sekadar Sopan, Tapi Tentang Kesadaran Diri

Dalam pandangan Neal, inti dari perilaku tersebut bukan sekadar soal etika atau kesopanan, tetapi kesadaran diri. Orang yang tidak sadar bagaimana energi atau kata-katanya memengaruhi orang lain akan sulit menjadi bagian dari tim yang sehat.

“Orang-orang yang gagal dalam ujian itu tidak selalu jahat, mereka seringkali tidak sadar. Mereka tidak menyadari bagaimana kata-kata atau energi mereka memengaruhi orang lain," tutur Neal. "Mereka tidak melihat dinamika kekuatan yang mereka ciptakan hanya dengan bersikap acuh tak acuh,” tambahnya.

Ia menegaskan bahwa di Netflix, prinsip yang dulu sering diucapkan adalah “Jangan ada orang bodoh yang brilian”, tidak ada orang brilian yang menyebalkan. Namun kini, Neal menambahkan, Bahkan orang yang “brilian tapi tidak sadar” pun bisa merusak.

Bagi Neal, kesadaran diri adalah kemampuan dasar yang membedakan pemimpin hebat dengan pekerja biasa. Mereka yang sadar diri tahu kapan harus mendengarkan, kapan harus mengoreksi diri, dan bagaimana memperlakukan semua orang dengan hormat, dari CEO hingga petugas resepsionis.

Pemimpin Hebat Berawal dari Sikap Sadar dan Rendah Hati

Neal menuturkan, pemimpin terbaik yang pernah ia temui adalah mereka yang mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya. Mereka mampu membaca suasana, merasakan ketika timnya kehilangan semangat, dan tidak segan mengakui kesalahan.

“Kesadaran diri semacam itu menciptakan rasa aman dan kejujuran dalam tim. Hal itu menular. Dan itu dimulai dari tindakan penghormatan terkecil . Saya mencarinya pada setiap kandidat,” ujarnya.

Sikap sederhana seperti menyapa, tersenyum, atau mengucapkan terima kasih bukanlah hal sepele. Dalam budaya perusahaan seperti Netflix yang sangat mengandalkan kepercayaan dan kolaborasi, kebiasaan kecil itu justru menjadi fondasi besar dalam membangun keutuhan tim.

Semua Orang Adalah Pewawancara

Neal juga memberikan pesan penting bagi para pencari kerja: jangan pernah meremehkan siapa pun selama proses rekrutmen. “Setiap orang yang Anda temui adalah bagian dari wawancara, bahkan mereka yang Anda pikir tidak terlibat,” tegasnya.

Neal menyarankan Beberapa prinsip sederhana tapi berdampak besar kedepannya"Hadirlah sepenuhnya, jangan sibuk dengan ponsel saat menunggu giliran, ucapkan terima kasih kepada siapa pun yang Anda temui," saran Neal "tetap tenang dan sopan, bahkan saat menghadapi ketidaknyamanan," tambahnya.

Menurut Neal, cara seseorang menghadapi situasi kecil justru menunjukkan siapa dirinya dalam momen besar. “Orang-orang mengingat bagaimana Anda membuat mereka merasa. Interaksi-interaksi kecil itu menunjukkan siapa Anda saat tidak ada yang menilai Anda,dan itulah yang ingin diketahui perusahaan saat mereka merekrut,” jelas Neal.

Dari Netflix ke Dunia Kepemimpinan Modern

Kini, Jessica Neal bukan lagi bagian dari Netflix. Ia menjadi mitra operasional dan investor di TCV, bekerja sama dengan para pendiri startup dan eksekutif untuk membangun organisasi yang skalabel dan berbudaya sehat. Ia juga menjadi pembawa acara podcast “TruthWorks”, yang membahas kepemimpinan, keaslian, dan kerja nyata dalam membangun tim yang berkembang pesat.

Pesannya sederhana namun kuat: kesadaran diri adalah mata uang baru dalam dunia kerja modern. Di tengah kecerdasan buatan dan otomatisasi, kemampuan manusia untuk memahami dan menghargai sesamanya menjadi nilai paling langka dan paling dicari.

Bagi perusahaan mana pun, pelajaran dari pengalaman Neal di Netflix sangat relevan. Perekrutan bukan hanya soal menemukan otak paling cerdas, tapi hati paling sadar. Karena pada akhirnya, kecerdasan mungkin membawa hasil, tetapi kesadaran diri yang menjaga budaya perusahaan tetap hidup.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |