Liputan6.com, Jakarta Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) memastikan bahwa seluruh produk ChompChomp Marshmallow yang beredar dan diperdagangkan halal dan aman untuk dikonsumsi masyarakat.
Keputusan ini disampaikan setelah Komisi Fatwa MUI melakukan pemeriksaan ulang secara menyeluruh terhadap batch produk yang sempat menjadi perhatian publik.
Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan menyampaikan bahwa berdasarkan surat dari PT. Catur Global Sukses selaku importir ChompChomp di Indonesia tertanggal 7 Agustus 2025 (Nomor: 001/CGS-SKE/VIII/2025) kepada Kepala BPJPH yang menyampaikan surat dari Komisi Fatwa MUI tertanggal 26 Juni 2025 tentang Penyampaian Hasil Lab dan Status Kehalalan Produk ChompChomp.
Dalam surat tersebut, Komisi Fatwa MUI telah melakukan langkah klarifikasi dan juga pemeriksaan kembali dengan melakukan uji lab secara mandiri terhadap produk ChompChomp Car Mallow (Marshmallow Bentuk Mobil), ChompChomp Flower Mallow (Marshmallow Bentuk Bunga), dan ChompChomp Mini Marshmallow (Bentuk Tabung) dengan batch nomor yang sama seperti yang dirilis BPJPH pada tanggal 21 April 2025 .
Hasil dari uji lab tersebut menunjukkan negatif DNA Porcine maupun peptida porcine yang artinya tidak mengandung babi. Berdasarkan hal itu, Komisi Fatwa MUI telah menetapkan kehalalan terhadap produk ChompChomp tersebut masih tetap berlaku.
Merespon hal itu, Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan, menyampaikan bahwa produk ChompChomp dapat beredar dan menggunakan label halal berdasarkan nomor sertifikat yang telah diterbitkan BPJPH sebelumnya yaitu ID00410000233780821 saat menyampaikan konperensi pers kinerja BPJPH dan pengawasan berkalanya pada Selasa (18/08) di Kantor BPJPH.
“Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, bahwa penetapan kehalalan produk di keluarkan oleh MUI, dalam hal ini tertuang dalam surat Komisi Fatwa MUI tersebut,” ujar Haikal, Rabu (20/8/2025).
Haikal menambahkan, menurut Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal Pasal 10 ayat 2 menyatakan penetapan kehalalan Produk sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 huruf b dikeluarkan oleh MUI dalam bentuk Keputusan Penetapan Halal Produk.
“Kemudian, pada Pasal 33 ayat 1 ditegaskan penetapan kehalalan Produk dilakukan oleh MUI, untuk itu kami menyerahkan status kehalalannya sesuai ketetapan halal yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI,” pungkas Haikal.
Hore, Sertifikat Halal untuk Warteg hingga Warung Padang Gratis
Sebelumnya, Badan Penyelenggara jaminan Produk Halal (BPJPH) menggratiskan sertifikat halal bagi pelaku usaha Warung Tegal (warteg), Warung Sunda (warsun), Warung Padang dan sejenisnya.
“Kami sampaikan kabar gembira buat teman-teman pengusaha warteg, Warung Sunda, Warung Padang, karena sekarang dapat memperoleh sertifikat halal secara gratis,” kata Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan dikutip dari Antara, Rabu (20/8/2025).
Ia mengatakan para pelaku usaha dapat mengajukan sertifikasi halal melalui program sertifikasi halal gratis (SEHATI).
Adapun langkah ini dilaksanakan berdasarkan Keputusan Kepala BPJPH Nomor 146 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis Layanan Sertifikasi Halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil yang Disadarkan atas Pernyataan Halal Pelaku Usaha Mikro dan Kecil.
“Dengan peraturan baru ini kami akan percepat, permudah proses sertifikasi halal,” ujar Haikal.
Lebih lanjut, Haikal mengatakan kemudahan sertifikasi halal bertujuan agar seluruh warung makan tradisional dapat bersertifikat halal dengan mudah melalui skema pendampingan proses produk halal.
Dengan bersertifikat halal, maka warung diharapkan memiliki standar sehingga berimplikasi pada peningkatan daya saing di pasaran.
Selain itu, jasa penyedia makanan atau warung yang telah memiliki sertifikat halal dipastikan juga semakin dipercaya oleh masyarakat konsumen. “Dan untuk memastikan program sertifikasi halal, kami juga terus melakukan pengawasan (Jaminan Produk Halal) secara berkala,” ujar dia.
Sertifikat Halal Gratis
Secara umum, terdapat beberapa kriteria bagi warung makan untuk dapat mengajukan sertifikat halal gratis melalui skema self declare, sebagai berikut.
Pertama, pelaku usaha memiliki NIB dengan skala usaha mikro dan kecil (UMK), lalu bahan-bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya, dan proses produksinya sederhana.
Lebih lanjut, tidak menggunakan bahan dan proses produk yang bersinggungan dengan bahan nonhalal; memiliki omzet paling banyak Rp15 miliar; memiliki paling banyak satu pabrik/tempat produksi dan satu outlet.
Selain itu, lokasi dan tempat proses produksi terpisah dengan lokasi dan tempat produksi produk nonhalal; produk berupa barang; tidak menggunakan bahan berbahaya; produk tidak mengandung unsur hewani hasil sembelihan, kecuali disembelih sesuai syariat Islam/secara halal.
Selanjutnya, penggunaan bahan berupa daging giling harus melalui jasa penggilingan yang halal/sesuai kriteria kehalalan; jenis produk yang masuk kategori self declare selain warteg, warsun dan sejenisnya maksimal 10 nama produk termasuk varian produk.
Terakhir, jenis produk yang masuk dalam kategori self declare untuk warteg, warsun, warmindo dan sejenisnya maksimal 30 nama produk termasuk varian produk; dan produk serta proses produk halal diverifikasi oleh Pendamping Proses Produk Halal (P3H).
KPK Sebut Ada Gratifikasi yang Halal, Kasih Contoh Hal Sederhana
Deputi Bidang Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana menegaskan, bentuk gratifikasi hal yang wajar dalam tradisi. Bahkan menurut dia, sesama umat manusia harus saling memberi.
"Lah kan pak kata Rasul juga harus saling memberi, harus saling memberi, memberi hadiah dan seterusnya," kata Wawan.
Namun demikian, Wawan menambahkan, gratifikasi tersebut tidak boleh yang berkaitan dengan pekerjaan seorang pejabat negara.
"Boleh kenapa nggak. Selama yang kita terima ini tidak ada kaitannya dengan tugas dan kewenangan kita," jelas Wawan.
Dia pun menyinggung soal barang halal dan haram di dunia. Menurut dia, lebih banyak yang halal.
"Sama gratifikasi juga banyak yang halalalnya dari pada yang haramnya. Yang haramnya cuma 1. Kalau kita sebagai ASN sebagai pegawai negeri tadi yang haram itu adalah yang menerima apapun juga bentuknya, bentuk hadiah tadi atau uang apapun juga yang berkaitan dengan tugas dan wewenang kita juga," ujar Wawan.