BI Ungkap Potensi Kerugian Kejahatan Siber Global, Berpeluang Sentuh Rp 397 Kuadriliun

2 weeks ago 28

Liputan6.com, Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia, Filianingsih Hendarta, mengungkapkan skala ancaman yang dihadapi dunia digital bukan main-main. Berdasarkan proyeksi data dari IMF dan FBI, potensi kerugian global akibat kejahatan siber diperkirakan melonjak dari USD 8,4 triliun pada 2022 menjadi USD 23,8 triliun atau setara Rp 397,26 kuadriliun (1 USD = Rp 16.690) pada 2027.

"Data IMF dan FBI itu memproyeksikan potensi kerugian global akibat kejahatan cyber akan melonjak dari USD 8,4 triliun pada 2022 akan menjadi USD 23,8 triliun di 2027," kata Filianingsih, dalam acara pembukaan Bulan Fintech Nasional 2025, di Wisma Danantara, Jakarta, Selasa (11/11/2025).

Peningkatan tajam ini menunjukkan serangan digital tidak hanya terjadi di level individu atau perusahaan, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi global.

Jenis serangan pun semakin bervariasi, mulai dari middleware attack, account takeover, synthetic identity, data-driven attack, hingga social engineering yang menyasar masyarakat luas.

"Kita lihat jenis serangan semakin canggih mulai dari middleware attack account takeover, Synthetic IP Data driven attack hingga social engineering yang menargetkan masyarakat luas," ujarnya.

Ia menilai, pengelolaan risiko fraud dan kejahatan siber harus dilakukan secara komprehensif dan kolaboratif. Upaya ini tidak bisa hanya mengandalkan regulator, tetapi membutuhkan peran aktif industri dan masyarakat sebagai pengguna layanan digital.

Perlu Perkuat Sistem Fraud Detection

Menurut Filianingsih, industri perlu memperkuat sistem fraud detection, menerapkan strong authentication, serta memastikan prinsip know your customer dijalankan dengan ketat.

"Pengelolaan risiko fraud dan cyber harus dilakukan secara comprehensive dan kolaboratif oleh industri perlu untuk memperkuat fraud detection system, strong authentication serta menerapkan prinsip know your person atau know your customer," ujarnya.

Sementara itu, dari sisi masyarakat, peningkatan literasi digital menjadi benteng pertama untuk melindungi diri dari penipuan dan penyalahgunaan data pribadi.

"Kita peningkatan literasi digital dan perlindungan konsumen Ini bukan hanya tanggung jawab dari regulator, tetapi ini tanggung jawab kita semua regulator industri dan juga penggunanya, yaitu masyarakat," ujarnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |