Belajar dari Inggris, Indonesia Wajib Waspada Banjir Impor Baja China

1 month ago 27
Web Info News Pagi Viral Terpercaya

Liputan6.com, Jakarta - Pasar Indonesia wajib waspada terhadap banjir impor baja, khususnya dari China. Menyusul runtuhnya industri baja Inggris, setelah British Steel, produsen baja utama di negara tersebut, berencana menutup dua blast furnace di pabrik Scunthorpe.

Langkah ini diperkirakan akan mengorbankan hingga 2.700 pekerjaan dan mengubah secara drastis wajah industri baja Inggris. Penutupan blast furnace ini akan menjadikan Inggris sebagai satu-satunya negara G7 yang tidak mampu memproduksi baja dari bijih besi, meningkatkan ketergantungan pada impor baja dan bahan baku dari luar negeri.

Indonesia menghadapi tantangan serupa dalam industri baja. Banjir impor baja murah, terutama dari China, menekan produsen dalam negeri. Kebijakan tarif tinggi untuk impor baja di Amerika Serikat menyebabkan produsen baja dari China mencari pasar alternatif, termasuk Indonesia.

Mengutip data Kementerian Perindustrian, Senin (21/4/2025), kapasitas produksi baja nasional saat ini mencapai sekitar 17 juta ton per tahun. Di sisi lain kebutuhan domestik diperkirakan mencapai 21 juta ton pada 2025. Menandakan adanya ketergantungan pada impor untuk memenuhi kebutuhan baja dalam negeri.

Menurut proyeksi, kebutuhan baja Indonesia pada 2045 diperkirakan mencapai 100 juta ton per tahun. Kebutuhan besar itu bakal terjadi jika seluruh agenda pembangunan industri, infrastruktur, dan manufaktur berjalan sesuai rencana.

Kemenperin mengakui adanya peningkatan produksi baja dari China dan berharap oversupply tersebut tidak membebani industri baja domestik. Mereka menyatakan komitmen untuk melindungi industri dalam negeri agar tetap berdaya saing di pasar lokal maupun global.

"Ketika pasar domestik dibanjiri produk impor dan mengakibatkan tekanan yang berat pada demand domestik. Hal tersebut juga akan mengancam ekonomi 19 juta pekerja dan keluarganya," kata Staf Khusus Menperin Bidang Hukum dan Pengawasan, Febri Hendri Antoni Arief.

Di tengah tekanan global dan derasnya arus impor, Indonesia tidak punya pilihan lain selain memperkuat ketahanan industrinya sendiri. Tantangan ini harus dijawab dengan pendekatan sistemik: menyatukan kebijakan perdagangan, energi, investasi, dan teknologi dalam satu peta jalan industri baja nasional.

Tenaga ahli industri, dan pemerhati industri baja dan pertambangan, Widodo Setiadarmaji, meminta negara wajib hadir. Bukan untuk menggantikan pasar, tetapi untuk mengarahkan dan melindungi agar pasar bekerja bagi kepentingan nasional jangka panjang.

"Siapa yang memiliki strategi, keberpihakan, dan keberanian untuk melindungi serta membangun industrinya, dialah yang akan bertahan," tegasnya dalam kesempatan terpisah.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |