ASPEBINDO Ungkap Dampak Kenaikan Harga Minyak Imbas Perang Iran Israel

6 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel mulai berdampak nyata terhadap sektor energi dan logistik global.

Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Batubara dan Mineral Indonesia (ASPEBINDO), Anggawira mengungkapkan, lonjakan harga minyak dunia menjadi salah satu pemicu utama meningkatnya biaya operasional di sektor migas dan minerba.

"Ketegangan Iran–Israel langsung mendorong harga minyak global. Misalnya, Brent sempat naik 7–11 % setelah serangan awal, mencapai sekitar USD77 per barel,” kata Anggawira kepada Liputan6.com, Selasa (17/6/2025).

Situasi ini membuat biaya energi global naik, menekan rantai pasok, karena meningkatnya ongkos transportasi dan gas dunia yang tergantung pada pelayaran lewat Selat Hormuz.

Dalam praktik bisnisnya, Anggawira mencatat ada kenaikan biaya pengiriman dan logistik, terutama untuk bahan mentah dan suku cadang dari Eropa dan Asia. Meski permintaan turun sekitar 5–10%, ia menilai situasinya masih relatif terkendali.

"Di lini bisnis saya (migas/minerba), terlihat kenaikan biaya pengiriman dan logistik terutama untuk bahan mentah dan spare parts dari Eropa dan Asia,” ujarnya.

Sementara itu, ketidakpastian menyebabkan beberapa klien menunda investasi, meskipun volume turun 5–10% masih tergolong terkendali.

Dampak pada Ekspor-Impor dan Kerja Sama Dagang

Anggawira juga menilai dampak konflik juga terasa pada hubungan dagang. Negosiasi kontrak ekspor-impor, khususnya dengan mitra dari Timur Tengah seperti UEA dan Qatar, kini lebih berhati-hati.

Diketahui harga minyak dunia catat kenaikan persentase harian terbesar dalam beberapa tahun terakhir.Kenaikan harga minyak ini mencerminkan kekhawatiran konflik yang lebih luas di Timur Tengah dapat menyebabkan gangguan pasokan energi yang serius.

Harga minyak Brent ditransaksikan terakhir naik 4,3% menjadi USD 72,4 per barel pada Jumat, 13 Juni 2025. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) melonjak 5% menjadi USD 71,4 per barel, setelah menguat sebanyak 13% pada awal sesi perdagangan. Demikian mengutip CNN, Jumat, (13/6/2025).

Dampak ke Nilai Tukar Rupiah 

Selain itu, ia melihat terjadi pelemahan nilai tukar rupiah ke kisaran Rp 15.500–16.000 per dolar AS sempat terjadi pada puncak ketegangan. 

"Nilai tukar rupiah memang melemah mendekati Rp 15.500–16.000 per USD pada saat ketegangan maksimum, karena capital flow ke safe haven (dolar, obligasi AS) meningkat,” ujarnya.

Hal ini, menurut Anggawira, menjadi sinyal kewaspadaan terhadap tekanan inflasi yang bisa memengaruhi daya beli masyarakat apabila harga energi tetap tinggi dalam waktu lama.

Harga Minyak Dunia

Sebelumnya, kenaikan harga minyak mentah berjangka terhenti pada hari Senin (Selasa waktu Jakarta). Harga minyak turun lebih dari 1% karena tanda-tanda bahwa Iran menginginkan gencatan senjata dengan Israel.

Dikutip dari CNBC, Selasa (17/6/2025), harga minyak mentah AS turun USD 1,21, atau 1,66%, dan ditutup pada USD 71,77 per barel. Sementara patokan harga minyak dunia, Brent turun USD 1, atau 1,35%, menjadi USD 73,23.

Harga minyak telah naik lebih dari 7% pada Jumat setelah Israel melancarkan serangkaian serangan udara terhadap program rudal balistik dan nuklir Iran serta kepemimpinan militernya.

Serangan tersebut berlanjut pada hari keempat pada hari Senin, dengan Israel mengklaim telah mencapai “superioritas udara” atas Iran, menurut juru bicara militer.

Iran telah meminta Qatar, Arab Saudi, Oman, Turki, dan beberapa negara Eropa untuk mendesak Presiden Donald Trump agar menekan Israel agar melakukan gencatan senjata. Teheran telah menjanjikan fleksibilitas dalam perundingan nuklir sebagai gantinya, kata diplomat tersebut.

Trump mengonfirmasi pada hari Senin bahwa Iran telah memberi sinyal melalui perantara bahwa mereka ingin meredakan konflik.

“Mereka ingin berbicara, tetapi mereka seharusnya sudah melakukannya sebelumnya. Mereka seharusnya berbicara dan mereka seharusnya berbicara segera sebelum terlambat," ungkap Trump.

Harga Minyak Mentah AS

Harga minyak mentah AS menyentuh level tertinggi semalam sebesar USD 77,49 per barel setelah Israel menargetkan dua fasilitas gas alam di Iran. Namun harga kemudian turun karena optimisme bahwa konflik tersebut belum berdampak material pada pasar energi global dan Teluk Persia serta Selat Hormuz tetap terbuka untuk pengiriman.

Meskipun terjadi konflik, harga minyak tidak mungkin menembus di atas USD 80 per barel, menurut firma konsultan Rystad Energy. Pemerintahan Trump menginginkan harga minyak mendekati USD 50 per barel dan berkepentingan untuk menahan konflik guna mencegah harga energi meroket, kata Rystad.

“Kami tetap berpandangan bahwa konflik ini kemungkinan akan berlangsung singkat, karena eskalasi lebih lanjut berisiko melampaui kendali para pemangku kepentingan utama,” kata Wakil Presiden Pasar Komoditas Rystad, Janiv Shah.

Kepala Strategi Komoditas Global di RBC Capital Markets, Helima Croft, analis lain memperingatkan agar tidak berasumsi bahwa konflik tersebut akan berlangsung singkat. Konflik tersebut dapat berlangsung setidaknya selama beberapa minggu lagi.

“Israel tampaknya bersiap menghadapi konflik yang lebih panjang,” kata Croft. Konflik yang berlarut-larut menimbulkan kemungkinan bahwa fasilitas dan infrastruktur ekspor minyak di wilayah tersebut dapat menjadi sasaran.

Sejauh ini, Israel dan Iran hanya menyerang infrastruktur energi domestik. Menurut laporan media pemerintah Iran, pesawat nirawak Israel menyerang ladang gas South Pars di Iran selatan pada hari Sabtu. Serangan itu menghantam dua fasilitas pemrosesan gas alam.

Tingkat Kerusakan

Tingkat kerusakan pada fasilitas tersebut, salah satu ladang gas alam terbesar di dunia, tidak diungkapkan. Israel juga menyerang depot minyak utama di dekat Teheran, kata sumber kepada The Jerusalem Post .

Sementara itu, rudal Iran merusak kilang minyak di Haifa, menurut The Times of Israel .

Iran sedang mempertimbangkan untuk menutup Selat Hormuz, kata komandan senior dan anggota parlemen Esmail Kowsari pada hari Sabtu. Sekitar seperlima minyak dunia diangkut melalui selat tersebut dalam perjalanannya ke pasar global, menurut Goldman Sachs. Penutupan selat tersebut dapat mendorong harga minyak di atas USD 100 per barel, menurut Goldman.

Iran akan mengalami kesulitan untuk menutup selat tersebut karena keberadaan Armada Kelima AS di Bahrain. Namun, mereka dapat menargetkan kapal tanker di sana, mereka dapat menambang selat tersebut,” ujar Croft.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |