Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (Kementerian PKP) mengungkapkan usulan rumah subsidi seluas 18 meter persegi agar harganya terjangkau oleh masyarakat. Hal ini mengingat harga lahan yang makin mahal.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan Kementerian PKP Sri Haryati usai rapat koordinasi lanjutan di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Jakarta, Rabu, seperti dikutip dari Antara, Jumat (13/6/2025).
"Jadi, tujuannya agar (rumah subsidi) bisa mendekat ke perkotaan atau dengan harga yang lebih baik, sehingga masyarakat desil tertentu yang selama ini tidak berpikir bisa memiliki rumah, nantinya mereka bisa punya rumah,” ujar Sri.
Dengan kehadiran berbagai pilihan, masyarakat bisa memilih rumah subsidi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan.
Sebagai contoh, ujar Sri, masyarakat yang sudah memiliki anak kemungkinan akan mengambil rumah dengan ukuran yang lebih besar. Sedangkan bagi yang lajang bisa memilih rumah lebih kecil dengan harga yang juga relatif lebih murah.
Selain itu, usulan rumah subsidi seluas 18 meter persegi bersifat sebagai opsi tambahan, bukan menggantikan regulasi sebelumnya.
"Itu tidak diganti, tetapi kami menambah fiturnya. Nanti masyarakat yang akan memilih opsinya,” ujar dia.
Sri menuturkan, usulan tersebut bertujuan merespons kebutuhan masyarakat, terutama generasi muda, yang menginginkan rumah subsidi dekat lokasi kerja.
Menurut Sri, wilayah yang menjadi sasaran utama pembangunan rumah subsidi termasuk metropolitan dan aglomerasi. Dalam konteks ini, wilayah di luar Jabodetabek juga menjadi cakupan target pembangunan.
Rencana ini masih dalam proses pembahasan. Kementerian PKP berencana untuk mengundang berbagai asosiasi dan ahli, seperti Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), guna menyempurnakan regulasi.
Disambut Positif
Sri pun menyebut pengembang dan perbankan menyambut baik inisiatif ini. Mereka juga aktif memberikan masukan teknis kepada pemerintah, seperti lebar bangunan.
Dalam kesempatan yang sama, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho memastikan pembiayaan rumah subsidi tetap menggunakan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), dengan skema 75 persen APBN dan 25 persen perbankan.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah berencana untuk memperkecil luas tanah dan bangunan rumah subsidi sebagaimana yang tertuang dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025.
Untuk rumah tapak, luas tanah paling kecil akan menjadi 25 meter persegi dan paling tinggi 200 meter persegi.
Sementara, luas bangunan diatur paling rendah 18 meter persegi dan paling luas 36 meter persegi.
Komisi V DPR: Rumah Subsidi Harus Layak, Jangan Picu Permukiman Kumuh
Sebelumnya, anggota Komisi V DPR, Irine Yusiana Roba Putri menegaskan pentingnya menjaga kualitas rumah subsidi yang diberikan kepada masyarakat.
Dia menuturkan, rencana Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (KemenPKP) memangkas batas minimal luas tanah dan bangunan rumah subsidi sebagai kebijakan yang perlu dikaji ulang secara menyeluruh.
Irine mengingatkan kepentingan memperluas akses kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah tidak boleh mengorbankan kualitas hunian.
"Rumah subsidi bukan sekadar soal luasan, tapi juga soal kenyamanan dan kelayakan tinggal. Jika rumah dibuat terlalu kecil, tidak hanya ruang hidup yang terbatas, tapi juga berpotensi menimbulkan masalah kesehatan, sosial, dan psikologis bagi penghuninya," kata Irine daam keterangannya, Kamis (12/6/2025).
Adapun Kementerian PKP mengusulkan luas bangunan rumah subsidi menjadi 18-36 meter persegi, sedangkan luas tanahnya di 25-200 meter persegi. Ukuran itu mengecil dari ketentuan sebelumnya yaitu 21-36 meter persegi dan luas tanah minimum 60 meter persegi.
Usulan pengecilan rumah subsidi itu tertuang dalam draft Keputusan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Nomor/KPTS/M/2025. Namun usulan ini tidak mendapatkan persetujuan dari Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo.
Berdasarkan keterangan Anggota Satgas Perumahan Bonny Z Minang, Hashim tidak dilibatkan oleh Menteri PKP Maruarar Sirait ihwal rencana tersebut. Maruarar berargumen luas lahan rumah subsidi yang tidak terlalu besar sangat sesuai dengan lahan yang semakin terbatas.
Terkait hal ini, Irine menekankan bahwa pembangunan perumahan rakyat harus didukung standar teknis yang memadai seperti tata ruang dan kualitas bangunan.
“Kita juga harus memperhatikan infrastruktur pendukung seperti air bersih, sanitasi, dan akses transportasi yang mudah untuk memastikan kehidupan yang layak bagi masyarakat,” tuturnya.