AI Jadi Senjata Baru Dunia Usaha, Tapi Tantangan Keamanan Mengintai

2 weeks ago 12

Liputan6.com, Jakarta - Pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) semakin menjadi kebutuhan utama bagi dunia usaha di Indonesia. Hal ini mengemuka dalam gelaran Intikom LeadX Conference 2025, yang menghadirkan ratusan pelaku industri dari berbagai sektor.

Para pemimpin bisnis di bidang fintech, perbankan, FMCG, hingga penyedia infrastruktur data menegaskan bahwa AI kini berperan besar dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi di tengah persaingan global yang semakin ketat.

Inisiatif CEO Intikom

Konferensi ini merupakan inisiatif CEO Intikom, Agus Susanto, yang menilai pentingnya ruang diskusi tentang ketahanan data dan pemanfaatan AI di era transformasi digital.

"Ya, karena kemajuan teknologi yang sangat pesat saat ini, di mana AI dan keamanan memegang peranan dari sisi keberhasilan sesuatu usaha. Saya pikir teman-teman semua pelaku bisnis harus tahu bagaimana AI diterapkan di perusahaan masing-masing agar bisa menjadi pembeda dengan pesaingnya," Kata Agus, dikutip Rabu (20/8/2025). 

Kedua, saya rasa keamanan itu sangat penting di dalam kita menjaga perlindungan data kita. Jadi saya diharapkan dengan ikut di acara ini akan mendapatkan pembaruan tambahan mengenai proteksi data yang lebih baik," "tambah Agus.

Acara ini diikuti sekitar 500 peserta yang mewakili lebih dari 100 perusahaan, mulai dari perbankan, asuransi, manufaktur, telekomunikasi, hingga distribusi. Kehadiran mereka menunjukkan bahwa adopsi AI di dunia usaha Indonesia semakin meluas.

Contoh Implementasi AI di Perusahaan

Salah satu bukti nyata datang dari DCI Indonesia, penyedia layanan data center. Sejak 2017, DCI sudah menggunakan AI untuk pemeliharaan prediktif—mendeteksi potensi kerusakan sebelum terjadi sekaligus mendukung pengambilan keputusan yang lebih cepat.

"Tujuan kami adalah nihil insiden. Kita bisa mendeteksi potensi kegagalan peralatan sebelum digunakan. Manfaat yang kami dapat dari situ sangat besar," ujar CEO dan Founder DCI Indonesia, Otto Toto Sugiri.

Menurutnya, dengan dukungan AI, efisiensi operasional meningkat drastis. “Satu gedung data center dengan sembilan lantai kini cukup dioperasikan oleh hanya dua teknisi, karena sistem pemantauan dan pengambilan keputusan sebagian besar sudah dijalankan oleh AI.”

Tantangan Keamanan dan Etika

Meski menawarkan peluang besar, adopsi AI juga menghadirkan tantangan serius, terutama dalam keamanan data dan etika penggunaannya.

Direktur Intikom, Sudimin Mina, menyebut perlunya “Code of Conduct” dalam penerapan AI yang mencakup tiga aspek utama:

  • Data – AI mustahil berjalan tanpa data.
  • Keamanan – data yang diproses harus dijaga agar tidak bocor atau salah digunakan.
  • Etika – penggunaan AI wajib sesuai aturan dan menghormati hak pelanggan.

"Sebelum dipakai, pastikan ada izin dari pelanggan. Etika itu harus dijaga dengan baik, mulai dari desain solusi AI sampai tahap implementasi," tegas Sudimin.

Data sebagai Aset Paling Berharga

Agus Susanto menekankan, ketahanan data adalah faktor penentu keberlangsungan bisnis modern.

"Data bagi panel modernisasi adalah aset terpenting yang dimiliki. Sekali saja terjadi pembobolan, maka seluruh jerih payah yang dibangun bertahun-tahun bisa hilang dalam sekejap. Seperti kehilangan pelanggan, kehilangan kapitalisasi pasar, kehilangan kehormatan, dan bahkan masa depan perusahaan," ujarnya.

Ia menambahkan, AI kini bisa menjadi benteng pertahanan utama dalam menjaga keamanan data. "AI dapat menjadi senjata yang proaktif mencegah pembobolan sebelum serangan terjadi. AI juga dapat membantu kita melindungi salinan data sehingga bisa digunakan kembali kapanpun dibutuhkan, serta membantu mengikuti regulasi yang semakin ketat," jelasnya.

AI vs AI dalam Dunia Keuangan

Sektor perbankan dan fintech termasuk yang paling rawan, mengingat pelaku kejahatan kini memanfaatkan AI untuk deepfake wajah dan suara demi menembus sistem verifikasi identitas digital (KYC).

Menanggapi hal itu, Edit Prima, Direktur Keamanan Siber dan Kriptografi Nasional BSSN, menegaskan bahwa serangan berbasis AI hanya bisa dilawan dengan teknologi serupa.

“Kalau kita menghadapi serangan yang memanfaatkan AI, prinsipnya sama seperti sejarah awal komputer. Dulu, mesin sandi Jerman tidak bisa dilawan dengan kertas dan pensil, tetapi harus dengan mesin lain yang kemudian kita kenal sebagai komputer. Hal yang sama berlaku sekarang: serangan berbasis AI harus dilawan dengan AI,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Sudimin Mina. "Nah, yang sekarang virus itu sudah di-handle oleh virus juga, oleh AI juga. Jadi, AI yang bikin coding untuk menyerang, ya harus dilawan juga dengan AI," katanya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |