Liputan6.com, Jakarta - Fakta mencengangkan terungkap dalam diskusi Media Talk OCBC: 99,7 persen warga Indonesia masih memiliki bias gender di setidaknya satu dari empat dimensi utama, mulai dari pendidikan, kesehatan, integritas fisik, hingga ekonomi.
Data mengenai bias gender di Indonesia yang dipaparkan UN Women ini menegaskan kesenjangan kesempatan masih menjadi tantangan besar, meski jumlah lulusan perempuan dari perguruan tinggi terus meningkat.
“Biasnya masih ada, dan sayangnya masih banyak penduduk yang memegang pandangan tersebut, terutama di bidang ekonomi dan politik,” ungkap Head of Program UN Women Indonesia, Dwi Yuliawati, dalam diskusi, Rabu memaparkan hasil kajian terkini.
Fenomena ini tampak di dunia kerja, di mana pandangan bahwa laki-laki lebih layak memimpin atau mendapat pekerjaan masih kuat melekat. Padahal, seperti ditekankan Komisaris Independen OCBC, Betti Alisjahbana, kesetaraan peluang bukan hanya soal keadilan, tetapi juga kunci kemajuan. “Kalau kita mau maju, organisasi harus diisi oleh orang-orang terbaik, baik laki-laki maupun perempuan,” ujarnya.
Terjadinya Bias Gender
Ketimpangan gender di Indonesia tidak hanya terjadi pada kesempatan kerja, tetapi juga pada jalur karier dan kepemimpinan. Data UN Women menunjukkan, meski lebih dari 50 persen mahasiswa baru di universitas ternama adalah perempuan, partisipasi mereka di pasar kerja masih tertinggal.
Hanya sekitar 53 persen perempuan yang masuk ke angkatan kerja, dan sebagian besar di antaranya berada di pekerjaan rentan (vulnerable employment) atau sektor informal yang minim perlindungan.
Bias ini juga tercermin pada proses rekrutmen dan promosi jabatan. Dwi Yuliawati menekankan, hambatan yang dihadapi perempuan sering kali bersifat sistemik—mulai dari pilihan jurusan kuliah yang dipengaruhi stereotip, lingkungan kerja yang kurang mendukung, hingga minimnya kebijakan ramah keluarga seperti cuti ayah yang layak.
“Jangan hanya terpaku pada angka target, tapi pikirkan proses yang membuat kesempatan itu benar-benar setara,” jelasnya.
Situasi ini menegaskan bahwa perjuangan melawan bias gender tidak bisa hanya dibebankan kepada perempuan. Dukungan dari lingkungan, kebijakan perusahaan, hingga regulasi pemerintah menjadi kunci untuk memutus rantai diskriminasi yang telah berlangsung lama.