Tantangan Guru di Indonesia: Dari Beban Kerja Berat hingga Kriminalisasi

1 week ago 9
 Dari Beban Kerja Berat hingga Kriminalisasi Ilustrasi - Kriminalisasi guru(Antara)

GURU memiliki peran dalam dunia pendidikan dan perkembangan bangsa. Sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, mereka mendidik dan membentuk karakter generasi penerus. 

Di balik tugas mereka yang mulia, para guru menghadapi berbagai masalah yang sering kali menambah beban kerja mereka. Selain tantangan sehari-hari dalam mengajar, ada juga isu-isu serius seperti kriminalisasi guru yang semakin mengkhawatirkan.

Tantangan yang Dihadapi Guru

1. Sistem Pendidikan

Sistem pendidikan yang masih tertinggal merupakan masalah utama yang dihadapi guru. Banyak sekolah kekurangan fasilitas penting seperti infrastruktur, bahan ajar, dan teknologi yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran. 

Selain itu, guru, terutama di daerah terpencil, seringkali tidak mendapatkan pelatihan profesional yang memadai, sehingga kesulitan untuk mengikuti perkembangan pendidikan yang cepat. 

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pembelajaran juga menjadi tantangan. Banyak guru yang kesulitan karena kurangnya akses dan sarana TIK, serta kurangnya pengetahuan dan motivasi untuk mengintegrasikan teknologi dalam proses mengajar. 

Selain masalah fasilitas dan pelatihan, perubahan kebijakan pendidikan yang sering terjadi juga membingungkan guru. Kurikulum yang terus berganti, tuntutan administrasi yang semakin banyak, dan kebijakan pemerintah yang tidak konsisten memperberat tugas guru.

2. Gaji dan Tunjangan yang Tidak Memadai

Meskipun profesi guru sangat penting, gaji yang diterima seringkali tidak sebanding dengan beban kerja mereka. Guru PNS mungkin memiliki gaji yang lebih stabil, tetapi di banyak daerah, terutama terpencil, gaji mereka tidak mencukupi. 

Sementara itu, guru honorer yang banyak jumlahnya sering mendapat upah yang lebih rendah dan tidak tetap. Gaji guru honorer bervariasi, tergantung pada daerah, jam pelajaran, dan kebijakan sekolah. 

Di kota besar, gaji bisa mencapai Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per bulan, sementara di daerah bisa hanya Rp300 ribu hingga Rp1 juta. Tunjangan pun tidak merata dan sering tidak mencukupi. Beberapa guru bahkan harus bekerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan. 

Kepala BMBPSDM, Suyitno, dalam seminar pada 22 November 2024, mengungkapkan banyak guru merasa gaji mereka di bawah standar minimal. Meskipun pemerintah menawarkan tunjangan melalui program Pendidikan Profesi Guru (PPG), banyak guru yang belum mengikuti program ini dan masih mengajar dengan gaji rendah.

3. Tuntutan Pekerjaan yang Berat

Pekerjaan guru tidak hanya mengajar, tetapi juga mencakup tugas administratif, menyusun rencana pelajaran, menilai hasil belajar, dan mengembangkan karakter siswa. Mereka juga terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler, seperti mengorganisir lomba. 

Dengan jumlah siswa yang terus meningkat dan rasio guru terhadap siswa yang tinggi, guru kesulitan memberikan perhatian pribadi kepada setiap siswa. Hal ini mempengaruhi kualitas pengajaran dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan setiap siswa.

Beban pekerjaan yang berat ini mengurangi waktu untuk pengembangan diri atau beristirahat.  Stres dan burnout menjadi masalah besar, karena beban kerja yang terus meningkat mempengaruhi kondisi mental guru meski mereka tampak senang di kelas.

4. Kurangnya Perlindungan Hukum bagi Guru

UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen memberikan beberapa perlindungan. Sayangnya implementasi dari perlindungan tersebut masih belum optimal. Banyak guru yang tidak tahu hak-hak mereka dalam menghadapi masalah hukum, dan ini memperburuk situasi mereka ketika terlibat dalam kasus yang melibatkan pihak ketiga. 

Perlu bagi pemerintah untuk memastikan perlindungan hukum bagi guru diterapkan dengan baik, termasuk dalam hal pengakuan terhadap hak-hak mereka di tempat kerja dan perlindungan dari tindakan hukum yang tidak adil. 

Kasus Kriminalisasi Guru

Beberapa guru di Indonesia belakangan ini menghadapi masalah hukum terkait tindakan yang mereka ambil dalam menjalankan tugasnya. Kasus kriminalisasi sering kali muncul akibat salah paham, karena pihak yang merasa dirugikan dari keputusan yang diambil guru. Terutama ketika guru memberikan hukuman atau sanksi kepada siswa yang melanggar aturan. 

Sering kali, laporan dari orangtua atau pihak lain terhadap hukuman yang dianggap berlebihan atau tidak adil bisa mengarah pada proses hukum terhadap guru tersebut. Maraknya penggunaan media sosial juga turut memengaruhi hal ini, karena informasi terkait tindakan seorang guru bisa langsung viral, tanpa terlebih dahulu mengevaluasi konteks dan alasan di balik keputusan tersebut. 

Pemerintah dan organisasi profesi seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menegaskan pemberian hukuman edukatif adalah bagian dari tugas profesional guru yang dilindungi undang-undang. 

Wakil Sekjen PGRI, Dudung Abdul Qodir, menyatakan ketakutan guru terhadap kemungkinan dijerat hukum akibat pemberian hukuman yang sesuai dapat merusak sistem pendidikan. Guru seharusnya diberikan kebebasan untuk mendidik siswa dengan tegas, termasuk memberikan hukuman bila diperlukan, tanpa takut akan kriminalisasi.

Namun, PGRI juga mengakui ada kasus di mana hukuman yang diberikan guru tidak sesuai dengan perkembangan usia dan psikologi siswa. Oleh karena itu, perlu untuk meningkatkan kapasitas dan sumber daya guru melalui pelatihan, agar mereka dapat menyesuaikan metode pengajaran dan hukuman edukatif dengan perkembangan siswa, sesuai dengan Kurikulum Merdeka. 

PGRI Juga menyarankan pentingnya edukasi dan literasi yang lebih baik tentang hak dan kewajiban guru kepada orang tua siswa, untuk menciptakan kolaborasi dan sinergi yang lebih baik antara semua pihak terkait.

(Antara/theses.iaincurup/Situs Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia/Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)/kemdikbud/Z-3)
 

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |