Sidang KPPU Belum Final, Pakar Hukum Ingatkan Misinformasi Soal Pinjol

2 weeks ago 16

Liputan6.com, Jakarta Kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Persaingan Usaha yang melibatkan sejumlah perusahaan fintech masih dalam tahap persidangan di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Meski proses hukum masih berjalan, isu ini sudah menjadi sorotan publik karena menyangkut praktik penetapan bunga pinjaman online.

Pakar Hukum sekaligus Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha FHUI, Ditha Wiradiputra, menegaskan bahwa perkara tersebut belum mencapai keputusan akhir. Oleh sebab itu, publik diminta tidak terburu-buru menganggap para perusahaan fintech sudah pasti bersalah.

"Kita perlu hati-hati. Persidangan ini masih berjalan. Komisioner KPPU belum memberikan keputusan final. Jadi, jangan sampai publik menganggap sudah pasti ada pelanggaran," kata Ditha dalam konferensi pers AFPI di Jakarta, Rabu (27/8/2025).

Menurut Ditha, sidang KPPU pada tahap ini masih menguji bukti-bukti yang diajukan oleh investigator. Termasuk pedoman bunga maksimal 0,8% per hari yang disusun AFPI pada 2019, yang kini dijadikan dasar tuduhan price fixing.

Ia menilai, sidang yang masih berlangsung adalah momentum penting untuk mendalami fakta hukum. Kesimpulan publik yang terlalu cepat justru bisa menimbulkan persepsi keliru terhadap industri fintech secara keseluruhan.

"Nah, hal semacam ini yang harus kita waspadai agar jangan sampai isu yang masih di tahap persidangan ini dianggap sudah final," ujarnya.

Risiko Misinformasi di Publik

Menurutnya perdebatan hukum soal kartel atau price fixing membuat kasus ini rawan disalahpahami. Tidak sedikit pemberitaan maupun perbincangan di media sosial yang langsung menuding adanya praktik kartel, padahal istilah tersebut berbeda dengan dugaan penetapan harga sebagaimana disebut dalam Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999.

Ditha menilai, penggunaan istilah yang tidak tepat bisa menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat. Jika tetap memakai istilah kartel, padahal tuduhannya price fixing, maka publik bisa salah memahami konteksnya.

"Ramai di media adalah perusahaan-perusahaan fintech ini dituduh melakukan pelanggaran kartel. Dalam hukum persaingan usaha, istilah kartel dapat dianalogikan seperti perampokan bersama-sama. Bahkan di Amerika Serikat, bagi pihak yang melakukan praktik kartel, hukumannya bisa sampai penjara," jelasnya.

Menjaga Kredibilitas Industri

Disisi lain, kasus yang masih berjalan ini juga memiliki dampak terhadap iklim usaha dan investasi. Investor asing, misalnya, kerap menunggu putusan final KPPU sebelum melanjutkan rencana penanaman modal. Hal itu menunjukkan betapa besar pengaruh reputasi hukum terhadap kepercayaan dunia usaha.

Ditha mengingatkan, publik sebaiknya menahan diri hingga ada keputusan resmi dari KPPU. Langkah ini penting agar tidak ada pihak yang dirugikan oleh opini publik yang terbentuk lebih dahulu.

"Kalau kasus ini dibesar-besarkan sebelum ada putusan, bisa memengaruhi kepercayaan investor," pungkasnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |