Sejarah dan Makna Hari Internasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan

1 week ago 8
Sejarah dan Makna Hari Internasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan Tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, yang ditetapkan Majelis Umum PBB tahun 1999.(freepik)

TANGGAL 25 November menjadi saksi bagi perjuangan perempuan di seluruh dunia dalam melawan kekerasan berbasis gender. Hari ini, yang ditetapkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Resolusi 54/134, bukan hanya sekadar peringatan, tetapi seruan bagi dunia meningkatkan kesadaran dan aksi dalam menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Semua berawal pada 25 November 1960, ketika tiga saudari Mirabal Patria, Minerva, dan Maria Teresa dibunuh secara brutal oleh diktator Rafael Trujillo di Republik Dominika. Mereka tidak bersalah selain menjadi perempuan yang berani melawan kekejaman dan ketidakadilan. 

Sebagai aktivis yang memperjuangkan hak-hak mereka dan bangsa mereka, mereka dibungkam dengan kekerasan yang sangat tragis. Pembunuhan mereka yang dikenal dengan nama "Las Mariposas" (Si Kupu-Kupu) menjadi simbol perlawanan terhadap penindasan dan ketidakadilan yang menimpa perempuan di seluruh dunia.

Tahun 1999, untuk menghormati keberanian mereka, Majelis Umum PBB menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan. Hari ini dirancang untuk mengingatkan dunia akan kekerasan yang tak terhitung jumlahnya yang dialami perempuan, sekaligus mendorong negara-negara untuk bertindak lebih tegas dalam mengatasi masalah ini.

Kekerasan Terhadap Perempuan: Sebuah Masalah Global

Kekerasan terhadap perempuan bukanlah fenomena yang terbatas pada satu wilayah atau negara saja. Ini adalah salah satu pelanggaran hak asasi manusia yang paling luas dan paling meresahkan di dunia. 

Statistik global menunjukkan hampir satu dari tiga perempuan di seluruh dunia pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual, baik oleh pasangan intim, orang lain, atau keduanya, setidaknya sekali dalam hidup mereka. Angka ini bukan hanya sebuah statistik ia mencerminkan penderitaan yang dialami jutaan perempuan setiap hari.

Pada 2023, lebih dari 51.100 perempuan tewas akibat kekerasan berbasis gender, dengan rata-rata seorang perempuan terbunuh setiap 10 menit. Kekerasan terhadap perempuan ini terjadi tidak hanya di rumah, tetapi juga di tempat kerja, di ruang daring, bahkan dalam situasi konflik dan bencana akibat perubahan iklim. Kekerasan ini tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga menghancurkan mentalitas dan potensi perempuan di seluruh dunia.

Pada 1993, PBB melalui Resolusi 48/104 mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan sebagai setiap tindakan kekerasan berbasis gender yang berpotensi menyebabkan kerugian fisik, seksual, atau psikologis terhadap perempuan. Definisi ini menekankan pentingnya mengakui segala bentuk kekerasan, baik yang terjadi di ranah pribadi maupun publik, sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang harus dihapuskan.

Kini, lebih dari 70 tahun setelah terbentuknya PBB dan hampir 30 tahun sejak penetapan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, kita dihadapkan pada kenyataan meskipun kemajuan telah dibuat, perjuangan untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan belum selesai. 

Setiap 25 November, dunia kembali diingatkan akan pentingnya perjuangan ini. Mungkin yang lebih penting lagi, dunia diingatkan setiap perempuan berhak untuk hidup tanpa kekerasan, tanpa rasa takut, dan dengan martabat yang seharusnya mereka nikmati sebagai manusia yang setara. (united nation/unesco/Z-3)

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |