Rupiah Ambruk 3 Hari, Pengamat Soroti Dinamika Politik Dalam Negeri

1 month ago 47

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melanjutkan tren pelemahannya pada perdagangan pagi ini. Rupiah pada pembukaan perdagangan hari Senin di Jakarta melemah sebesar 33 poin atau 0,20 persen menjadi Rp 16.634 per dolar AS dari sebelumnya Rp 16.601 per dolar AS.

Menurut pengamat mata uang dan komoditas Ibrahim Assuaibi, Rupiah sudah mengalami tekanan signifikan selama tiga hari terakhir. "Pagi ini Rupiah terus mengalami pelemahan. Sudah tiga hari, pelemahannya cukup signifikan," kata Ibrahim dalam keterangannya, Senin (22/9/2025).

Pelemahan ini tidak semata-mata dipengaruhi faktor eksternal, tetapi juga dipicu oleh dinamika politik dalam negeri. Ibrahim menilai, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa justru membuat pasar semakin ragu.

"Penyebab utama adalah perkataan. Testimoni-testimoni yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Perubaya tidak mencerminkan sebagai seorang Menteri Keuangan. Semua berbau politis. Memudahkan, menggampangkan hal-hal yang sudah dilakukan oleh Menteri Keuangan sebelumnya, yaitu Sri Mulyani," ujarnya.

Testimoni yang seharusnya memberikan kepastian, dinilai lebih bernuansa politis ketimbang teknokratis. Akibatnya, pelaku pasar kehilangan arah dan memilih mengurangi eksposur pada aset Rupiah.

"Banyak yang mengatakan bahwa Menteri Keuangan kebanyakan adalah memberikan bumbu-bumbu politik dibandingkan bumbu-bumbu ekonomi. Nah, ini yang sebenarnya membuat arus modal asing kembali lagi mengalami penarikan besar-besaran ke luar negeri," jelasnya.

Gaya Komunikasi Berbeda dengan Sri Mulyani

Lebih lanjut, membandingkan antara Purbaya dan pendahulunya, Sri Mulyani, menjadi sorotan tersendiri. Selama menjabat, Sri Mulyani dikenal lebih berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan dan fokus pada data serta kebijakan yang jelas. Hal ini membuat pasar merasa lebih tenang dan percaya terhadap arah kebijakan fiskal Indonesia.

Sebaliknya, pernyataan Purbaya dianggap terlalu banyak "bumbu politik". Menurut Ibrahim, hal ini tidak mencerminkan sosok seorang Menteri Keuangan yang seharusnya menjaga stabilitas keuangan negara.

"Seharusnya yang dilakukan oleh Purbaya adalah bekerja. Bukan memberikan statement-statement yang membingungkan pasar," ujarnya.

Pasar Butuh Kepastian, Bukan Ketidakjelasan

Selain faktor domestik, kondisi global memang turut memberikan tekanan, mulai dari perang Rusia-Ukraina hingga ketidakpastian politik di Amerika Serikat. Namun, faktor eksternal ini seharusnya bisa diredam dengan komunikasi yang tepat dan strategi kebijakan yang konsisten.

Jika pemerintah gagal memberikan kepastian, maka potensi Rupiah menembus proyeksi Rp 16.900 per dolar AS sebagaimana diperkirakan dalam APBN 2025 bisa menjadi kenyataan lebih cepat. Bahkan, risiko pelemahan lebih dalam juga terbuka lebar.

"Jadi, jangan heran apa yang diperkirakan oleh Sri Mulyani di APBN 2025 bahwa Rupiah ini di Rp 16.900 kemungkinan besar akan terjadi," pungkasnya.

Read Entire Article
Kaltim | Portal Aceh| | |